GRISDANE FERNANDEZKlub Bunga Butik Resort, Batu, Malang
January 6th, 06.25 P.M
Ribuan kelelawar mendadak hinggap di pundakku. Dengan langkah tergesa-gesa, dan sampai terpeleset segala, aku menghantam puncak kepala kelelawar itu dengan ganas, membuatnya menjerit-jerit dengan suara yang tidak bisa kudeskripsikan dengan kata-kata. Mungkin seperti ditinggal mati oleh induknya? Sekali lagi, oke, bukan sekali lagi, tapi untuk yang kesekian kalinya, aku mengambil beberapa batu lagi yang akan kugunakan untuk menghajar puncak kepala kelelawar raksasa lainnya yang mungkin kali ini akan hinggap di peru...
"Kenapa aku ditinggal, Kak?"
Holy friggin' cow! Suara itu lagi yang terdengar di kupingku! Aku berteriak frustrasi berusaha keras agar suara itu tidak terus-terusan terdengar di kupingku karena aku bersumpah, suara anak kecil itu begitu menyayat hati, yang bagi orang sepertiku (yang sama sekali tidak punya rasa simpatik dengan orang), orang yang sekarat itu, sangat, amat, menyeramkan.
"Boleh aku ikut, Kak?"
Bolak balik aku berteriak-teriak liar dan kasar begitu sambil tetap melempari kelelawar yang terus-terusan hinggap di sekujur tubuhku dengan ganas. Aku menoleh ke kanan dan kiri, berharap menemukan seseorang , mungkin Carlo atau Javier, karena dua orang itu adalah yang paling bisa kuandalkan. Tapi semuanya kosong. Hanya ada pepohonan yang menyeramkan dengan tinggi yang sangat tidak biasa, dengan puluhan burung hantu yang mengeluarkan bunyi-bunyi kentut yang aneh banget, membuat bulu kudukku makin berdiri tidak karuan.
"Kak..."
Sekarang aku bersumpah, aku merasa ada tangan yang menyentuh pundakku, membuatku nyaris menampar siapapun yang berada di belakangku.
Oke.
Itu seorang anak kecil sungguhan.
Mengenakan seragam SD. Yang kumal. Dan tampak basah.
Apa dia habis kecebur got?
"Kakak, kenapa kakak pergi terus?"
Suara mungil anak seram itu rupanya mendorong emosiku sampai ke level yang tertinggi sehingga akhirnya aku berteriak frustasi.
"Gini ya, dhek! Pertama, aku bukan kakak kamu, jadi jangan panggil aku kakak, panggil Om aja! Eh, nggak juga ding! Pokoknya jangan sok kenal sama aku! Kedua, aku mau pergi kemana juga nggak ada urusannya sama kamu, mau aku mampus kek nikah sama Brooklyn Beckham kek, peduli apa buat kau! Ketiga, jangan ngekor mulu deh, cari bestie hantu-mu san..."
Tunggu, apa tadi aku bilang? Hantu?
HANTU?
"Kak, jangan tinggalin aku..."
"Bentar ya, kakak kabur dulu kapan-kapan lagi ngobrol!"
"Kak, tolong aku..."
"Nggak, sana pergi, pergiiiiiii!!"
"Gris! Woi, bangun cyin!"
Perlahan, pandanganku yang gelap dan penuh dengan pemandangan burung hantu dan kelelawar berganti dengan lampu melintang yang bersinar remang-remang. Selain itu, ada tiga wajah yang memandangiku seakan-akan aku ini mayat yang hidup lagi setelah ribuan tahun terperangkap di dalam peti berlapiskan emas 24 karat. Wajah pertama terlihat biasa aja, kacamatanya tidak dipakai, dan sebagai gantinya dia memakai lensa kontak bening yang bisa kulihat dengan jelas dari sini. Yang kedua wajahnya jutek luar biasa, udah kayak setan yang laper tidak dapat tumbal selama 20 tahun. Sedangkan yang ketiga datar banget, udah mirip zombie yang jomblo satu abad.
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Gizem / GerilimBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...