ETHAN RAY
Queen Elizabeth Park, Vancouver
January 6th, 08.00 P.M
Kami semua rasanya tidak percaya begitu melihat Bri digotong dari bawah markas Jac dan ayah-ayah kami. Tubuh atletis dan mulut cerewet yang biasanya membuatku ingin segera melemparnya jauh-jauh ke planet Neptunus itu sekarang benar-benar tidak menunjukkan sedikitpun gerakan. Dia kaku. Dan dingin. Wajahnya pucat. Sembari memperhatikan paramedis membawa jasadnya ke dalam ambulans, aku dan yang lainnya hanya bisa duduk dalam diam, bertanya-tanya apakah ini semua hanya candaan belaka atau memang kenyataan.
Di sebelahku, Sierra yang walau punggungnya masih di perban dan nampaknya diam-diam kesakitan karena ditusuk oleh si Jac walau tak tembus, diam sambil memainkan ujung rambutnya. Pikirannya begitu penuh, seakan-akan dia membiarkan semua orang tahu bahwa dia sedang berpikir keras sekarang. Aku bisa memaksa masuk ke dalam pikirannya, dan kebanyakan dia memikirkan ayahnya yang mendadak terlibat dalam kasus ini. Tentu saja, dia dan kakaknya, Sam, yang biasanya terlihat garang namun sekarang mendadak diam seperti orang kesurupan yang mengalami tekanan batin paling parah di antara kami semua. Bagaimana tidak, kedua orangtua mereka rupanya saling berselisih paham, belum lagi ibu yang mereka tahu sudah tiada rupanya masih hidup, sehat pula.
Dan yang parahnya, ayahnya sendiri memalsukan memori soal sang ibu. Membayangkan posisi Sierra yang harus menanggung itu semua, belum lagi dengan Belle yang baru saja meninggal, dan teman-teman lainnya, pasti membuatnya bingung. Aku begitu tahu Sierra. Dia sering membicarakan soal mamanya. Dan bertaruh berapa, saat ini dia pasti tidak ingin mengingat-ingat itu semua.
Walaupun begitu, dia terus-terusan bilang dalam pikirannya kalau mamanya ingin membunuh dia. Menurut cewek itu, dia melihat seseorang di akuarium yang ingin menghabisi dia. Orang itu memiliki sebuah tato dengan lambang dua panah yang disilangkan, dan ada huruf P juga H di bagian atas dan bawah siku panah itu. Di bawah markas tadi, memang kuperhatikan Tante Liana memiliki tato dengan lambang serupa.
Mungkinkah kejutan-kejutan ini belum cukup bagi kita?
Apa kita sudah ditolong oleh orang yang salah?
"Anak-anak." Saat aku sibuk memikirkan itu semua, mendadak terdengar suara dari sebelah kiriku, membuatku spontan menoleh dan mendapati detektif Bex dan Om Calvin menghampiri kami. "Aku benci mengatakan ini, tapi aku turut berduka atas kematian Brilliant."
Tidak ada satupun yang menjawab.
"Dia bocah yang... sedikit banyak mulut," aku tahu si detektif Bex ini melembut-lembutkan kalimatnya untuk orang yang sudah tiada, "tapi dia memiliki keberanian yang luar biasa. Bahkan dia tidak memikirkan dirinya sendiri waktu itu."
Om Calvin mengangguk setuju. "Om setuju dengan Bex. Semoga dia tenang di sana."
Kami semua hanya mengangguk sambil tetap membisu.
"Dan untuk kalian, aku masih harus mengembalikan kalian ke Indonesia dalam keadaan sehat walafiat, jadi tolong bantu aku," kata detektif Bex sambil menyodorkan sebungkus sandwich padaku dan yang lain. "Makan ini dan jangan biarkan perut kalian kosong. Aku bisa mampus kalau kalian ikut menyusul Bri. Terutama kamu, nona Sierra. Sungguh ajaib pisau itu tak menembus punggungmu, lebih ajaib lagi karena kamu bisa duduk-duduk di sini seperti tak ada masalah."
"Bex, bisa tolong kendalikan bibirmu itu di depan mereka? Bisa-bisa kau kumasukkan sekolah kepribadian," desis Om Calvin kesal. "Pantas saja dulu sering di skorsing."
"Jangan ingat-ingat masa lalu, Vin. Toh sekarang aku bisa berhasil," katanya cuek. "Ethan, kamu nggak mau menolak ini seperti bocah berbadan besar di sana, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Misterio / SuspensoBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...