JAVIER LIEM
Arima Base Quarters, Mountain View Cemetery, Canada
January 6th, 05.05 P.M
Kutusuk dengan ganas perut penyerang ke-sepuluh yang datang menghadangku sampai dia jatuh tersungkur dengan gaya dramatik sebelum memejamkan matanya untuk selama-lamanya.
Selama hampir sepuluh menit kami kejar-kejaran di lorong, berbelok ke kanan, kiri, lalu naik ke atas, bertemu dengan sekumpulan penyerang, sampai-sampai aku mengoleksi lima bilah pisau dan beberapa bebatuan serta racun-racun yang dibawa mereka (kuduga beberapa di antaranya Arsenik).
Hanya ada dua orang yang begitu susah ditumbangkan.
Seorang yang tadi menghadang kami saat kami baru mendarat dengan mengenaskan di bawah lorong maut yang dekat dengan dunia orang mati ini, dan satu lagi yang memblokade jalan di belakang kami, membuat Sam mendapatkan beberapa sabetan di lengannya sedangkan Sierra memiliki beberapa luka lebam yang membuatku sedikit tidak tega melihatnya.
Ethan dan Bri sibuk bertarung di tengah kami, sedangkan aku fokus mencari jalan.
Untungnya, lorong ini tidak sesempit kelihatannya begitu ditelusuri lebih lanjut. Sekarang, kuduga kami berada semakin jauh ke dalam, karena suara dari atas yang tadi sempat terdengar- Ada beberapa orang yang menangis, mungkin karena kehilangan anggota keluarganya, kira-kira begitulah, atau mungkin pilihan terburuknya, itu suara roh-roh yang tidak tenang dan memohon untuk dibebaskan-sudah tidak terdengar lagi sekarang.
Semakin kami masuk ke dalam, suasana semakin menegangkan saja. Selain karena temperatur di dalam sini yang mendadak menurun drastis, membuat tubuhku yang hanya dibalut kutang garis-garis yang seharusnya keren (karena ini Billabong punya, bok!), suara-suara yang menggema dan merambat di tembok-tembok di bawah sini semakin keras. Aku sempat menduga mungkin ini hanya suara angin, tapi kemudian aku bersumpah aku bisa mendengar ada yang memanggil-manggilku, tak jarang mereka berusaha menggapai tubuhku. Sesekali kurasakan seseorang berbisik di telingaku, membuatku harus bolak-balik berjongkok untuk menghilangkan semua itu.
"Bro, you okay?" tanya Ethan sambil membantuku berdiri saat kami nyaris sampai di belokan.
Aku mengangguk pasrah. "Serangan spiritual, maaf."
"Kamu yakin bisa melanjutkan?" tanya Sierra khawatir. "Kamu tahu kan, kita ada di bawah... pemakaman."
Mendengar kata itu membuat semua suara-suara itu keluar lagi, tapi aku menggelengkan kepalaku tegas dan tersenyum.
"Tenang aja, aku oke kok," kataku cuek sambil melanjutkan jalan. "Ayo, sebaiknya kita sedikit cepat."
"Kalian yakin ini bukan labirin atau apa?" tanya Sam penasaran. "Dan apa kalian tidak memikirkan hilangnya jurnal itu?"
Aku mengerucutkan bibir lalu menggeleng. "Kalau aku sih, tidak. Jurnal itu sudah hilang, tapi kita dapat petunjuk langsung dari Rapunzel. Pikirkan saja, berarti jurnal itu tak seberapa penting."
"Setuju tuh gue. Selain itu, sejak tadi kita nggak ketemu jalan buntu kok. So, ini bukan labirin."
"Iya, ini bukan labirin," kata Ethan sambil berhenti di depan kami, dan memang cowok itu berjalan lebih cepat di antara kami semua entah sejak kapan. Dilihat dari tubuhnya yang hanya diam membeku, aku menduga dia menemukan sesuatu yang cukup mengejutkan.
Penasaran, aku mempercepat langkahku untuk melihat apa yang membuat Ethan sampai terhenti.
Dan memang, dia tidak memiliki alasan khusus untuk berhenti mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Misteri / ThrillerBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...