Bagian Sepuluh

50 4 0
                                    

JENO terdiam kala sebuah surat yang dibalut dengan amplop berwarna cokelat diberikan padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JENO terdiam kala sebuah surat yang dibalut dengan amplop berwarna cokelat diberikan padanya. Sedang pemberinya kini menatap Jeno dengan ragu.

"Boleh kutitip ini?" Volume suaranya mengecil.

Jeno tampak diam sebelum tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya. "Tentu." Balasnya.

"Kalau begitu aku pergi dulu, ada kayu bakar di dapur, jika cuacanya memburuk, nyalakan lebih banyak kayu bakar. Teh jahe membantu banyak untuk menghangatkan tubuh, semuanya ada di dapur." Setelah itu, Jeno berlalu pergi seusai melambaikan tangan pada Jaemin yang mengantarnya hingga halaman depan rumah. Masih berdiri disana hingga eksistensi Jeno perlahan menghilang bersama sepeda yang dikayuhnya.

 Masih berdiri disana hingga eksistensi Jeno perlahan menghilang bersama sepeda yang dikayuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi." Sapaan ramah itu menjadi hal yang rutin Jeno lakukan ketika memasuki kantor pos tempatnya bekerja.

Merogoh tasnya sebelum mengeluarkan surat dari Jaemin Osmond yang membuatnya berperang dengan diri sendiri sepanjang jalan. Hal tersebut disebabkan oleh satu sisi dirinya yang ingin tau mengenai orang yang Jaemin tuju dan sisi sebaliknya menolak karena menghormati privasi pemuda tersebut.

"Dari Jaemin Osmond." Saat memberikan suratnya pada yang bertugas menjaga, Jeno mendapati wajah terkejut disana. Seseorang yang Jeno ketahui bernama Renjun Anzel tampak terkejut entah untuk alasan apa.

"Oh, baiklah." Namun rautnya segera ditutupi dengan menampilkan senyum. Seutas senyum yang biasa terpajang untuk menyambut setiap orang yang datang.

Sedang Jeno, pemuda jangkung tersebut berlalu setelah memberikan surat milik Jaemin. Pergi ke ruangan tempat tim nya mendapat tugas. Mendapati teman-temannya tengah duduk sembari memangku kepala.

"Ada apa?" Pertanyaan itu sempat berlalu bersama angin tanpa mendapat satupun jawaban.

"Hey, kenapa?" Menepuk bahu Felix pelan, Jeno mendapati raut wajah murung dari teman-temannya.

"Kapal yang membawa surat dari luar dan dari dalam terhalang. Kabarnya tidak bisa berlayar karena beberapa alasan." Felix menjawab dengan lesu, terdengar berbeda sekali dengan pribadinya.

DECEMBER [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang