Bagian Tigabelas

46 7 0
                                    

MALAM ini, jutaan kupu-kupu baru saja memenuhi perutnya, sebelum malam yang indah berubah menjadi mimpi buruk paling mengerikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALAM ini, jutaan kupu-kupu baru saja memenuhi perutnya, sebelum malam yang indah berubah menjadi mimpi buruk paling mengerikan. Tepat ketika sepedanya telah dekat dengan rumahnya yang memiliki jarak cukup jauh dari rumah Jaemin, Jeno dapat melihat ada kobaran api yang menyala. Banyak orang terlihat berlari mencari air untuk memadamkan.

Pemandangan mengerikan itu membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Jeno mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga untuk menemukan bayangan terburuknya menjadi kenyataan. Rumah hangat yang dibangun ayahnya untuk kemudian diisi dengan kenangan keluarganya kini tengah di lahap oleh api yang menjulang tinggi.

"Bubu!" Jeno berlari ketika sampai, hendak masuk namun ditahan oleh orang-orang yang berada di sekitar sana.

"Ada orang di dalam rumah! Ibuku di dalam rumah!" Tidak lagi, bagaimana kejadian seperti ini terulang bak deja vu.

"Biarkan aku masuk!" Mengamuk bak kesetanan, Jeno berhasil melepaskan diri sebelum kembali ditangkap oleh seseorang.

"Paman Jo?" Sempat terkejut mendapati Johnny adalah seseorang yang tengah menahannya untuk pergi masuk ke dalam rumah.

"Bubu, paman tolong biarkan aku masuk." Meski telah memohon, Johnny tidak bergeming.

"Apakah kau ingin keluarga Dixon lenyap seluruhnya?" Jeno terdiam, sebelum menyadari arti dari kata-kata itu.

Menatap kembali pada rumahnya yang telah benar-benar terlahap api seluruhnya. Strukturnya telah hancur, lantai dua rumahnya telah tidak berbentuk. Dan kamar ibunya ada disana.

"Bubu." Memanggil dengan sisa tenaga. Jeno meraup udara dengan rakus untuk dapat kembali bernafas.

"Bubu!"

"Bubu!"

"Bubu!"

"Jeno?" Jeno terbangun dengan nafas berat. Menatap ke arah ibunya yang memandang khawatir.

"Ada apa?" Taeyong menghampiri putra tunggalnya dengan cepat. Kemudian mendapat pelukan erat dari Jeno yang masih belum dapat bernafas dengan baik.

"Nak, ada apa?" Tangannya mengusap halus punggung Jeno.

"Bubu, Jeno bermimpi buruk sekali." Adunya kepada sang ibu.

"Mimpi apa yang membuat putra bubu ketakutan?" Taeyong bersuara dengan lembut.

"Putra bubu adalah yang terbaik di seluruh dunia. Putra bubu adalah orang yang akan selalu berdiri tegak walau telah dihantam ombak besar." Taeyong dengan perlahan membuat Jeno melepaskan pelukannya.

Meraih kedua tangan putranya untuk di genggam. "Nak, apapun ketakutanmu saat ini, ketahuilah bahwa bubu akan selalu ada di sini untuk menemani Jeno melawan ketakutan itu."

"Jangan menangis, hanya bubu saja yang bisa membuat Jeno berhenti menangis kan?" Taeyong kemudian bergerak untuk menghapus air mata putranya. Bahkan tidak mengizinkan jejaknya tertinggal di pipi Jeno.

DECEMBER [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang