Bagian Keempat

67 12 0
                                    

DECEMBER
[nominist_23]

CANGGUNG menguasai dengan hebat ketika Jeno dipersilahkan masuk ke dalam sebuah rumah sederhana yang tidak luas namun rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CANGGUNG menguasai dengan hebat ketika Jeno dipersilahkan masuk ke dalam sebuah rumah sederhana yang tidak luas namun rapi. Tidak terlalu banyak furnitur di dalamnya namun terasa hangat dan tidak kosong.

Ini bermula ketika Jeno menawarkan diri untuk mengantar pulang. Setidaknya memastikan bahwa orang aneh tadi tidak mengganggu untuk menyakiti lebih jauh. Bagaimanapun juga Jeno masih punya rasa kemanusiaan yang cukup tinggi. Nuraninya tidak membiarkan Jeno untuk pergi begitu saja.

Saat ini, dirinya ditinggalkan oleh sang pemilik rumah di ruang tamu yang menyatu dengan dapur. Pemuda berambut cokelat caramel, Jaemin Osmond, kini tengah berkutat di dapurnya. Meski Jeno telah menolak tawaran minum teh sebagai ucapan terima kasih, namun Jaemin bersikeras agar Jeno tetap tinggal dan menerima.

"Anda tinggal sendirian?" Jeno memulai kembali percakapan.

"Ya." Dan jawaban singkat menjadi balasan.

Kemudian hening kembali hingga gemuruh bersuara. Akan hujan dan Jeno buru-buru bangkit untuk melihat ke arah jendela. Memastikan apakah hujan akan benar-benar turun atau tidak.

"Sepertinya akan hujan, akan lebih baik jika saya—" Kata-katanya bahkan belum terselesaikan ketika hujan turun dengan deras.

Dalam kondisi ini, Jeno mengkhawatirkan ibunya yang mungkin terjebak di tokonya. Meski demikian, menerobos hujan adalah tindakan bodoh yang mungkin akan membuatnya ditemukan dalam keadaan beku.

"Maaf, karena saya, anda harus terjebak disini." Jaemin datang dengan secangkir teh yang masih panas. Meletakkannya di atas meja kayu bundar dan kemudian berdiri kembali sembari menundukkan kepala.

"Tidak, tidak. Jangan meminta maaf. Tidak ada yang tau kapan hujan akan turun." Jeno menjawab dengan suara yang ramah. Tersenyum ketika Jaemin menatap kearahnya.

Kemudian suara tetesan air membuat keduanya menoleh. Jaemin bergegas berlari ke dapur untuk mendapatkan sebuah baskom aluminium yang cukup besar untuk dibawa ke bagian rumahnya yang bocor cukup keras. Menggunakan wadah tersebut untuk menampung tiap tetesan air yang masuk ke dalam.

"Saya akan menyalakan api." Kembali sibuk, Jaemin segera beranjak untuk menyalakan api agar rumahnya hangat.

Jeno yang sejak tadi memperhatikan baru mengetahui jawaban mengapa rumah ini terasa cukup dingin, dilihat pada tungku perapian yang belum dinyalakan.

"Saya bisa membantu." Jeno menawarkan karena Jaemin terlihat kesulitan membawa kayu-kayu bakar.

"Tidak, duduklah saja." Jaemin menolak dengan baik. Enggan memberatkan tamu yang dibawanya sendiri ke rumah ini.

Jeno ingin menolak namun enggan. Membiarkan si pemilik rumah mengerjakan pekerjaannya sebelum api menyala. Meski tidak langsung memberi hangat yang menyeluruh, namun sudah lebih baik jika duduk di depannya. Setidaknya dingin yang berusaha menusuk hingga ke tulang dapat sedikit terhalang hawa panis dari api oranye yang berkobar.

DECEMBER [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang