Bagian sebelas

45 6 0
                                    

BENAR adanya mengenai pengurangan karyawan yang teman-temannya perbincangkan tiga hari lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BENAR adanya mengenai pengurangan karyawan yang teman-temannya perbincangkan tiga hari lalu. Sayangnya, Jeno menjadi salah satu yang mendapatkan ketidakberuntungan tersebut. Bersama dua rekannya yang lain dan menyisakan sedikit kurir saja sebagai gantinya.

Bersama Jeno, Jihoon juga turut dikeluarkan dari pekerjaan yang digelutinya untuk waktu yang lama. Hal tersebut yang menjadi alasan Felix menangis sesegukan hari ini. Sempat mengajukan diri untuk keluar agar setidaknya Jeno atau Jihoon bisa tetap bekerja. Namun sang atasan mengatakan bahwa pengunduran dirinya tidak akan menghasilkan perubahan apapun pada dua rekannya kecuali pada sisa petugas kurir yang bekerja.

"Tolong maafkan aku." Ini adalah kali kesekiannya Felix meminta maaf pada Jihoon serta Jeno yang tengah mengemasi barang milik mereka. Merasa bahwa dirinya adalah penyebab pemenuhan tenaga kerja di bagian ini sehingga Jihoon serta Jeno harus dikeluarkan.

"Ini bukan salahmu anak manja." Jihoon dengan mulut pedasnya masih menjaili Felix di tengah hari buruknya.

"Jihoon disini saja. Hyunjin tidak menyenangkan untuk diajak bercanda." Katanya sembari memegang pergelangan tangan Jihoon.

"Kita bisa bercanda dan bertemu diluar pekerjaan kan." Kata-kata penenang itu diberikan pada Felix oleh Jihoon.

"Ini curang, kenapa hanya pihak kita saja yang dikurangi." Kekesalan itu masih disuarakan oleh Felix.

"Sudah, jangan cengeng." Sahutan Jeno membuat Felix kembali menangis. Enggan berpisah dengan teman-teman yang telah dianggap sebagai keluarganya sendiri.

"Ayo tersenyum, kau jadi jelek sekali saat ini. Orang-orang akan lari kalau melihatmu membawa surat di jalanan." Meski terdengar jahat, Jihoon tidak benar-benar bermaksud demikian. Sedang Felix pun mengerti.

"Kita akan sering bertemu diluar kan?" Kemudian menatap pada Jihoon dan Jeno bergantian.

"Iya, bila perlu ku tunggu di depan kantor pos bersama Jeno saat jam kerja kalian berdua berakhir." Maka Felix menagguk. Berhenti untuk menangis dan memberi jalan untuk kedua temannya meninggalkan ruangan.

Ya, tadi Felix menangis sambil sengaja berdiri di depan pintu. Bermaksud menghalangi jalan agar baik Jihoon maupun Jeno tidak pergi. Kekanakan namun sedekat itulah pertemanan diantara mereka.

"Kalian janji kan?" Sekali lagi bertanya saat mereka siap untuk pergi.

"Iya, jaga diri kalian baik-baik. Jangan sampai kedinginan ketika menghantar surat." Kali ini Jeno lah yang bersuara. Menampilkan senyuman hingga sepasang matanya menghilang.

"Baiklah, sampai jumpa." Baik Felix juga Hyunjin mengantar mereka hingga depan kantor pos. Melambai tangan pada Jihoon serta Jeno yang semakin menghilang terhapus jarak.

Sesungguhnya, Jeno tidak baik-baik saja mengenai fakta yang harus dihadapinya saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesungguhnya, Jeno tidak baik-baik saja mengenai fakta yang harus dihadapinya saat ini. Ada banyak beban yang hinggap di kepalanya, soal keuangan juga soal reaksi ibunya. Tidak, Taeyong akan baik-baik saja dan terus mendukungnya. Tetapi fakta bahwa tanah kelahirannya tengah tidak baik-baik saja justru membuat Jeno semakin kalut.

Keadaan ini cepat atau lambat akan mempengaruhi kehidupan dalam kota. Kota mereka tidak besar dan dikelilingi lautan. Satu-satunya transportasi yang ada hanya laut. Bahkan untuk pergi ke ibu kota pun membutuhkan bantuan  dari jalur laut.

Perseteruan dengan negara tetangga tidak bisa dianggap remeh. Menyedihkannya, kota mereka dijadikan sebagai target sasaran saat ini. Hal tersebut karena melemahnya pasukan militer mereka, pun bantuan dari ibu kota yang terhalang masuk saat ini. Berharap semuanya akan baik-baik saja dalam waktu cepat.

Saat melintasi pasar, Jeno terkejut karena seseorang menabrak sepedanya hingga terhuyung. Nyaris jatuh jika Jeno tidak menyangganya dengan kuat. Banyak yang berlarian dengan wajah panik.

"Ada apa?" Mencoba bertanya pada mereka yang melintasinya hanya untuk mendapatkan pengabaian. Mereka masih terus berlari menjauh dari kawasan pasar.

Jeno pun ingin begitu, jika saja maniknya tidak menangkap sosok Jaemin Osmond yang ada diantara mereka. Sosok itu terjatuh bahkan beberapa kali terinjak. Maka tidak lagi menunggu waktu, Jeno membuang sepedanya sembarangan dan berlari untuk membantu pemuda itu.

Reaksi yang Jaemin tunjukkan adalah keterkejutan ketika mendapatinya Jeno membantunya untuk berdiri.

"Bibi, Jeno bibi." Suara Jaemin tidak mampu sampai pada Jeno karena ricuhnya suasana.

Mereka berdua kemudian dikejutkan dengan suara tembakan yang terdengar beberapa kali. Pun dengan orang-orang yang kian ketakutan. Jeno mulai mengerti saat Jaemin menolak untuk dibawa pergi menjauh.

"Bibi ada disana! Jeno, bibi ada disana!" Teriakan Jaemin kali ini mampu membuat Jeno membeku untuk sesaat. Jantungnya berdebar cepat dengan tangan yang tiba-tiba bergetar hebat.

Kemudian tidak lagi merespon pada ucapan Jaemin dengan kata-kata, pemuda itu telah berlari menerobos orang-orang yang pergi berlawanan arah. Tidak lagi perduli pada apapun yang menanti disana.

Namun saat akan masuk lebih dalam, Jeno dihadang dengan beberapa orang berpakaian militer lengkap.

"Ibuku ada di dalam, biarkana aku pergi!" Meski telah berkata demikian, mereka tetap tidak bergerak.

Jeno baru menyadari bahwa bantuan militer telah datang, mereka memblokir jalan untuk masuk lebih jauh ke kawasan pasar.

"Biarkan aku masuk!" Berusaha masuk dengan paksa, namun Jeno bukanlah apa-apa dibandingkan dengan kekuatan para pasukan yang berjaga.

"Jeno." Jaemin datang dibelakangnya. Menyaksikan betapa frustasinya Jeno untuk masuk dan mencari ibunya.

"Tolong biarkan dia masuk, ibunya ada di dalam." Jaemin turut memohon.

Keadaan masih kacau dan suara tembakan sekali lagi membuat Jeno membeku. Kakinya melemas hingga terduduk di tanah berlapis salju yang dingin. Jaemin terburu menghampiri. Turut berjongkok untuk memegangi Jeno.

"Biarkan mereka masuk." Kemudian dari arah dalam, Johnny Lamont datang dengan gagah.

Maka jalan diberi untuk Jeno masuk. Sedang Jeno seolah kembali mendapatkan kekuatannya untuk bangkit. Berdiri dengn sedikit terhyung dan berlari masuk untuk menemukan sesuatu yang mengerikan untuk dipandang.

Johnny mengikuti dari belakng, bersama Jaemin yang mematung diam tepat di belakang Jeno. Kakinya yang tadi melangkah yakin perlahan berhenti, Jeno tidak bisa percaya pada tangkapan matanya saat ini.

Ada banyak orang terbaring di tanah dengan cairan merah kental yang tampak masih mengalir deras. Membuat salju berubah merah dan membawa amis untuk mengisi tempat ini.

"Lihatlah dengan baik." Johnny berucap di belakangnya. "Mereka adalah orang-orang yang dikorbankan karena keserakahan."

"Taeyong Dixon berhasil dievakuasi olehku." Johnny mendekat, menepuk bahu Jeno untuk meminta atensinya.

"Bukankah kau berhutang saat ini padaku?" Jeno masih diam, menatap pada Johnny yang berdiri dihadapannya.

"Keikutsertaanmu akan ku nanti di gerbang militer. Ini adalah sebuah janji yang kuberikan pada ayahmu saat ku saksikan dia menghembuskan nafas terakhirnya setelah dengan berani membela negaranya."

See you di next chapter🙌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you di next chapter🙌

DECEMBER [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang