Pacarku Seorang Hakim III

18 12 2
                                    

Setelah nonton bioskop, raut muka Angga sedikit lebih baik. Untung film yang launching hari ini adalah film komedi. Jadi satu studio tadi penuh dengan tawa para penonton.

Kini mereka berdua ada di salah satu restoran untuk makan siang, tanpa ada percakapan sampai makanannya habis.

"bagaimana kalau kamu ajukan dulu gugatan hak waris itu, Ga? Sambil menunggu sertifikat ku selesai. Karena yang aku tau kalau mengajukan gugatan baru dipanggil dua minggu atau lebih untuk melakukan sidangnya" usul Anne

"kenapa kamu ga bilang dari kemarin, Anne?" tanya Angga antusias

"aku baru kepikiran saat selesai makan tadi" Anne hanya nyegir

"baiklah, kalau gitu kita ke pengadilan sekarang" ajak Angga yang sudah berdiri tidak sabaran

"jadwal pengajuannya sudah tutup, Ga. Batas waktu setiap hari hanya sampai jam 10, jadi kita kesananya besok pagi-pagi"

Angga melihat jam di pergelangan tangannya, sudah pukul satu siang. Dia duduk dan menghela napas.

Keesokan harinya

Angga dan Anne sudah ada pengadilan. Mereka mengisi formulir dan melengkapi berkas-berkas lainnya.

Setelah selesai ia mendapat surat untuk tergugat, yaitu mama tirinya Angga. Jadi mau ga mau dia harus memberikan surat ini padanya.

Di lorong pengadilan, Anne bertemu papanya yang baru saja menyelesaikan sidang pagi itu.

"papa" panggil Anne

"Anne, kamu udah disini aja"

"pagi, om" sapa Angga, papanya Anne hanya mengangguk dan tersenyum.

"pa, kami butuh seorang pengacara yang bisa mengurus warisan. Apa papa punya kenalan?" tanya Anne

Papanya Anne sudah tau permasalahan Angga, Anne yang menceritakannya. Dia sejenak berpikir.

"ada teman papa, nanti papa tanya dulu ke dia mau atau tidak ya, nak" jawab papa Anne

"bagus kalau gitu, nanti kabarin Angga ya om" pinta Angga

"iya nanti om kabarin lewat Anne ya, kalau gitu papa pergi dulu masih ada sidang lainnya yang menunggu"

"terimakasih, om" ucap Angga yang diangguki papa Anne

Kini mereka berdua sudah ada di rumah mama tiri Angga tepatnya masih rumah ayahnya.

Di parkiran itu masih ada mobil sport warna merah yang sering Angga lihat. Kesal sekali hatinya.

"tuh kan, Anne. Mobil itu masih disini, aku yakin ini bukan mobil tamu" gerutu Angga, Anne hanya memegang tangan Angga agar ia tenang.

Saat memasuki rumah itu, Riska -mama tiri Angga, sedang menyesap kopi sambil menonton acara gosip di TV.

Angga datang lalu menaruh sembarang di meja depan Riska.
"Angga, kamu datang kok ga bilang-bilang mama si" ucap Riska, ia langsung berdiri hendak memeluk Angga tapi ditolak.

"dan kamu bawa surat apa, sayang?" tanya Riska dengan nada di lembut-lembutkan

"bisa baca sendiri, kan?" ketus Angga

Di bukanya surat itu oleh Riska lalu dibacanya perlahan dan hati-hati.
"kamu mau minta warisan kamu, Angga?" tanya Riska, kini suaranya sudah beda sedikit meremehkan.

"sudah terlambat. Ayah kamu sudah membuat surat wasiat, warisan itu jatuh ke tangan saya dan anak saya Viola tidak ada nama kamu sama sekali disana"

"kalau kamu tidak percaya, kamu bisa lihat surat itu" kata Riska yang map mengambil di laci meja

Kumpulan Kisah RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang