Tidak mau mengulang kesalahan yang sama—diam-diam mencari pekerjaan—Lisca lebih memilih menghabiskan waktunya menjadi istri yang berbakti kepada suami. Biasanya Arga yang bangun lebih awal, tetapi mulai hari ini dan seterusnya tidak akan Lisca melakukannya lagi.
Ini masih jam setengah enam sudah berkutat di dapur. Mengambil telur dan bumbu nasi goreng. Nasi goreng dan telur ceplok adalah menu yang sederhana, cocok untuk pemula.
Jangan ragukan skill memasaknya walaupun tidak sesempurna masakan Arga. Tiga hari berturut-turut belajar ke Leoni dan berharap hasil belajarnya tidak membuahkan hasil.
Pelan-pelan sangat pelan memecahkan telur itu lalu memasukkannya ke dalam minyak yamg sedikit panas. Jika ibu-ibu melihat cara Lisca memasak pasti ia akan menerima teguran sebab Lisca memakai minyak yang banyak.
"Sempurna. Biasa orang cantik selalu melakukannya dengan bagus," pujinya pada telur yang digoreng. Niatnya mau bikin telur ceplok akan tetapi, kuning telurnya hancur. Setelah menggoreng dua telur baru Lisca beralih menggoreng nasi goreng. Tidak ada campuran, alami dari bumbu tersebut.
Saking fokusnya memasak Lisca tidak menyadari Arga yang ada di belakangnya. Rahang wajahnya mengeras. Berani-beraninya mereka membiarkan istri tercintanya sepagi ini memasak. Lantas buat apa mereka dikerjakan di sini?
Merasakan ada pandangan tajam melihat kearahnya Lisca mematikan kompor—karena ia sudah selesai memasak—membalikkan badan. Mendapati Arga bersandar di kulkas dengan bersedakap dada. Lisca jadi kikuk melihatnya.
"Mas Arga, kapan datangnya?" Melangkahkan kakinya mendekat lalu melingkarkan kedua tangan pada pinggang suaminya.
Rasa amarah hilang bertepatan tangan mungil itu memeluk pinggangnya. Tersenyum full di wajah lalu tangannya bergerak mengacak surai panjang itu. "Kenapa gak bangunin Mas?" Mencium pipi Lisca karena dirinya belum sikat gigi. Tidak mendapati Lisca di sebelahnya membuatnya takut. Untung saja menemukan Lisca di dapur, jika tidak maka semua orang di sini akan menanggung akibatnya .
"Kenapa ciumnya di pipi, sih? Lisca jadinya merasa Mas gak cinta lagi sama Lisca," bersungut sebal. Meskipun berjinjit ataupun melompat tidak sampai meraih bibir Arga yang tingginya kayak tiang listrik. Ingin menarik Arga, tetapi pria itu tidak sedang mengenakan dasi.
Melirik kursi kayu, Lisca langsung menariknya. Memperhatikan istrinya Arga tidak langsung bertanya malah diam memperhatikan. Bingung untuk apa kursi itu.
Lisca naik ke kursi kemudian menyuruh Arga mendekat dengan gerakan tangannya. Yang disuruh hanya nurut-nurut aja. Setelah tepat baru Lisca membingkai wajah Arga kemudian menempelkan bibirnya ke bibir Arga. "Morning kiss," ucapnya setelah mendapat yang diinginkan. Tak cocok dikatakan morning kiss sebab hanya menempel tidak sampai tiga detik.
Andaikan Arga sudah cuci mulut maka ia akan langsung menyerang istrinya. Pagi-pagi sekali menggoda dirinya.
"Ini dinamakan cinta," kata Lisca lagi. Turun dari kursi sesudah itu bergerak memindahkan masakannya ke meja makan.
Arga tidak bergeming dari tempatnya lebih memilih menikmati peran Lisca menjadi istri yang baik. Bukan maksud Arga mengatakan Lisca bukan istri baik karena di sisi lain istrinya selalu merengek, bermanja-manja, marah-marah tak jelas, dan menangis tanpa sebab walaupun begitu ia tetap cinta mati. Mengenai konflik kecil semalam kayaknya Lisca sudah melupakannya. Ini lah yang Arga sukai dari Lisca, tidak memanjangkan masalah. Tapi kadang-kadang, ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HERE I AM (SUDAH DITERBITKAN)
FanfictionDITERBITKAN DI TEORI KATA PUBLISHING VERSI PDF TERSEDIA ##### "Dasar Om tua bangka yang tak sadar diri dengan umur. Sana jauh-jauh dari Lisca! Bikin Lisca mual! "Saya tidak setua itu kamu panggil om dan saya bukan paman kamu juga" "Perlu dicatat ba...