⚠️Lestarikan vote di setiap bab yang kalian baca. Dilarang keras menjadi siders pada lapak ini⚠️
Happy reading
🥂1.7k vote and 1k comments for next🥂
10. INSIDEN SMA RAJAWALI
Terkadang, manusia kerap kali bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sangat percaya diri langsung mengambil keputusan alih-alih memikirkan sebab-akibatnya dahulu seribu kali. Seolah-olah pilihannya sudah tepat, namun jika ditelusuri lebih dalam, the choices they make are far from right.
Seperti apa yang dilakukan Alana, ia ambil langsung satu opsi penting tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Alana selalu seperti ini jika menyangkut tentang khalayak ramai, agaknya gadis itu tuman, orang lain ia dahulukan dari pada dirinya sendiri.
Alangkah baiknya jikalau dia langsung pulang saja, menjadi egois sebentar, acuh akan nasib gedung sekolah juga para penghuninya, toh mereka juga tidak ada yang peduli ketika Alana diperintah seenaknya, bahkan di bully oleh Marsel di depan ratusan pasang mata SMANSA, sebagian dari mereka bahkan memilih untuk menutup mata, dan setengahnya lagi menjadi pengamat, mereka yang paling buruk, pemerhati yang merasa terhibur dengan penderitaan orang lain.
Namun, apa jadinya bila jahat dibalas dengan kejahatan pula? Bukankah kehancuran yang nantinya akan menang?
Marsel masih setia memeluk erat perut rata Alana, bahkan setelah gadis itu meminta maaf terbata-bata karena sudah berlari seperti anak kecil di koridor. Napas Alana tidak beraturan, dalam dadanya bergemuruh hebat, entah akibat dari berlari, cemas akan perkataan Jayden tadi, atau lantaran jaraknya dan Marsel sangat dekat, kini. Tetapi yang ketiga patut Alana kecualikan.
"Ekhem! Udahan kali pelukannya. Gue fobia yang uwu-uwu bor, bisa-bisa gue di sini yang jatuh dan tak akan bangun lagi," celetuk Kenzo yang berdiri tepat di samping kiri Marsel.
"Woy guling mana guling? Mau gue peluk tu benda panjang, pengen gue dekap sekarang juga biar anget," kompor Arlan.
"Banyak-banyakin les privat sama Daren Lan, biar nanti pas kejadian begini lo enggak cari guling, tapi tubuh cewek." Bastian dengan cepat menipiskan bibirnya saat mendapat pelototan dari Aksara.
Posisi berdiri Alana yang tadinya agak condong ke depan berubah tegak karena bantuan Marsel, sebelum kemudian tangan pria itu masuk ke dalam saku celana abu-abunya.
Alana menyelipkan rambutnya ke belakang telinga kanan dan kiri. "Ma-makasih Sel."
Cowok itu tidak menyahut, kepalanya ia telengkan ke kiri seraya menatap Alana lamat-lamat, seolah sedang mencari jawaban kenapa gadis itu berlari kencang tadi.
"Lo mau ke warbel lagi?" Mau seberusaha apapun Farel berujar agar suara beratnya terdengar santai, cowok jangkung itu tetap tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaan dari pertanyaan yang baru saja ia lontarkan untuk Alana.
Marsel mendelik, menatap Farel sekilas lalu kembali menjatuhkan pandangannya pada Alana, tatapan cowok itu berubah tajam.
Alana yang menyadari perubahan atmosfer di sekitarnya sontak menggeleng kuat. "Enggak! Aku mau bilang sesuatu. Pe-penting."
Arlan tertawa sembari refleks menyingkut Bastian yang berdiri di sisinya. "Ciihhh sesuatu coyyy."
"Terbawa lagi langkahku ke sana.
Mantra apa entah yang istimewa.
Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja." Yang disingkut spontan bernyanyi dengan suara merdunya. Beginilah adanya seorang Bastian, cowok pecinta musik yang juga digilai kaum hawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Teen FictionTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...