33. SUMBER LUKA TERHEBAT

73.8K 4.2K 1.3K
                                    

🥂1.7k vote and 1k comments for next chapter🥂

33. SUMBER LUKA TERHEBAT

Setidaknya, bila kamu tak bisa menjadi orang baik jangan jadi manusia jahat untuk orang lain.

***

Syukurlah bulan purnama di atas langit sana bersinar cukup terang malam ini, seperti sengaja ia pancarkan cahayanya yang indah untuk menerangi jalanan setapak yang akan dilalui sepasang muda-mudi di area berbeda-beda.

Namun, walau bumi tidak segelap malam-malam biasanya, sinar benderang dari si bulan tetap saja tidak mampu mengurangi kengerian suasana dalam hutan. Auranya bertambah mistis sebab kini suara hewan terdengar nyaring, bersahut-sahutan, pun timbul dari segala penjuru angin.

Entah itu bising yang disebabkan oleh burung hantu, katak, jangkrik, kelelawar dan bahkan belalang sekalipun Alana tidak mau tahu. Yang gadis itu takutkan adalah ular. Sangat tidak tidak lucu bila sampai ekor binatang berbisa itu terpijak oleh kakinya. Jadi sebisa mungkin Alana buka matanya lebar-lebar, tidak berjalan di samping dekat semak, tapi di tengah-tengah.

Beberapa dahan pohon yang mulai menua sekarang juga agak condong ke jalanan, hal pertama yang jadi pemicu keseraman paling besar. Alana sampai tidak berani mendongak, ngeri juga membayangkan kalau sempat kepalanya menengadah lalu mendapati kuntilanak bergelantungan dengan mata melotot.

"Lo takut ya Na?"

Alana mendelikkan matanya. Bisa-bisanya pria di sebelahnya ini malah menanyakan hal yang jelas-jelas sudah ada jawabannya? Alana amat tahu kalau Jayden ini tipe-tipe pria pemberani, Marsel saja dia lawan dengan percaya dirinya dulu. Tapi tetap saja pertanyaan Jayden barusan terdengar seperti ledekan di telinga Alana.

"Enggak," ujar Alana diselingi deheman kecil.

"Masa? Terus kenapa jalannya mepet banget ke gue dari tadi?"

Ah masa sih? Alana menunduk kemudian menoleh ke kiri dan benar saja, lengannya sudah bersentuhan dengan lengan Jayden. Entah sejak kapan pula tangannya memegangi ujung baju pria ini, haduh memalukan sekali. Kira-kira Jayden sempat berpikiran kalau dia sedang caper seperti wanita-wanita di sinetron tidak ya?

"Eh maaf kak." Buru-buru Alana lepaskan baju Jayden, Alana remas lampu kecil di tangan kanannya sembari merutuki dalam hati kebodohannya.

"Enggak papa santai aja kalau sama gue." Pandangan Jayden memencar ke segala arah, kadang-kadang matanya menyipit bila mereka berjalan melewati pohon rindang, sebab sudah tiga kali tali pita berwarna random Alana dan Jayden temukan terikat pada batang pohon, sisa satu lagi hingga tantangannya terkumpul semua.

Jayden dan Alana sempat kesal tadi sebentar karena kata pak Irwan kertas berwarna yang harus dicari, tau-taunya malah pita berbahan satin. Bapak panitianya gimana sih? Masa penjelasannya enggak sampai ke akar, kasihan murid yang lain kalau otak mereka sampai gak ngeh.

"Kalau takut gandeng aja lengan gue Na. Jangan sungkan."

Eh?

Alana menoleh lagi dan Jayden sudah lebih dulu menatapnya sembari tersenyum kecil.

"Cuman menawarkan." Jayden senteri mata kanan Alana hingga gadis itu refleks memundurkan kepalanya sembari merenggut sebal.

"Kalau lo gak mau juga gak papa kok."

Mungkin satu-satunya pria yang pernah Alana jumpai semasa hidup di dunia memiliki pribadi luhur, punya budi pekerti baik dan tidak neko-neko adalah Jayden Ganeswara. Alana tidak tahu apa kurangnya Jayden di matanya sehingga terhitung sudah empat kali dia menolak pria ini. Padahal kalau Alana mau membuka hati, gadis itu sendiri pun yakin bahwa dia akan jadi salah satu wanita paling beruntung.

MARSELANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang