🥂2k vote and 1k coments for next chapter🥂
5. BENANG TAK KASAT MATA
Jangan pernah berharap lebih pada siapapun dan apapun. Bahkan orang tua yang sangat kau percayai, dua manusia yang jelas-jelas darah dagingmu sendiri, bisa membuatmu kecewa.
—Marselino Raygan Bumantara
***
Hujan lebat kembali mengguyur ibu kota Jakarta, plus angin kencang, gledeknya juga tak main-main, bumi seperti bergetar saat suara menggelegar tersebut muncul, kilatannya bagai hendak menembak mati sekumpulan setan yang kata nenek moyang terdahulu selalu berdiam di pohon juga tiang listrik.
Oke, itu mitos.
"Mata lo mau gue cungkil?"
Alana gelagapan lalu memilih menatap ke arah lain, merutuki kebodohannya dalam hati karena sudah berani mengangumi paras laki-laki berhati iblis tersebut.
Ayolah, setiap wanita pasti begitu bukan, jika berada didekat Marsel?
Alana mendengus, mendadak muncul setitik rasa kesal dan juga jengah, dia tau kalau Marsel tengah menatapnya lekat sekarang. Dasar!
Satu alis tebal Marsel terangkat saat Alana berjalan menuju kursi panjang besi yang ada di halte lalu duduk di sana. Terus menatap ke arah lain, seperti tak berani lagi melirik dirinya.
Sial! Kapan sih, hujannya berhenti? Hanya berdua dengan Marsel di tempat yang bisa dibilang sempit membuat rongga dada Alana tiba-tiba saja kesusahan mendapat oksigen.
Alana bersingut ke samping kala Marsel melangkah pelan menuju kursi halte. Entah kenapa Alana seperti ingin menangis kemudian berlari menerobos hujan lebat dari pada berdiam diri di sini.
"Geseran lagi! Gue malas dekat-dekat sama cewek ganjen kaya lo!"
Nah kan, belum apa-apa dirinya kembali di hina. Padahal Alana yang lebih dulu duduk di sana.
"Telinga lo tuli? Gue paling benci kalau harus ngulang perkataan gue."
Pasrah dan mengalah saja. Alana kembali bersingut, kali ini benar-benar di ujung kursi, dan sialnya, air hujan kembali mengenai dirinya, efek angin yang mengarah ke mereka.
Marsel mengeratkan jaketnya karena suhu kian mendingin lalu duduk di kursi bagian tengah. Wangi parfum Alana langsung menusuk indra penciumannya detik itu juga. Aroma yang baunya tak menyengat sama sekali khas gadis itu, dan sialnya, sangat Marsel sukai.
"Bisa geseran lagi enggak sih?! Lo bau!"
Hidung Marsel tak sanggup jika harus terus-terusan mencium aroma menenangkan dari parfum Alana.
"Enggak bisa lagi Sel." Alana tak berbohong, sekarang saja hampir separuh seragamnya lembab akibat dari tampias hujan.
Marsel mendengus. "Ck! Lo bau! Ngerti enggak sih?!" Menoleh menatap Alana. "LO BAU. BUSUK!"
Menghela napas. "Mungkin karena aku habis keringatan tadi, beresin buku perpus." Alana sedikit menundukkan kepalanya, memutuskan tatapannya yang sempat bertemu dengan mata Marsel.
"Gue enggak minta lo curhat! Gue mau, bau busuk dari badan lo enggak nyampek ke hidung gue!"
"Bau banget ya?" Alana mencium bau dirinya sendiri, kemudian membatin. Enggak bau kok, apa hidung Marsel bermasalah?
"Pakai nanya lagi lo!"
Cowok bermata segelap obisidian itu mematung saat Alana balik menatapnya dengan tatapan putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Dla nastolatkówTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...