SIAP BACA BAGIAN AKHIR?
KALIAN TIM APAAAA?
JAWABBBBBBHAPPY ENDING?
SAD ENDING?
Bacanya alon-alon aja. Pastikan kalian sudah berada di posisi ternyaman, dan jangan lupa beri ruang untuk bab ini.
52. TERPAKSA BERKEDOK RELA
Manusia harus kehilangan dulu biar tahu caranya menghargai waktu.
***
Tidak perlu berpikir panjang lebar untuk tahu bahwa Marsel menghindarinya setelah insiden pemerkosaan yang gagal karena Alana keburu menendang masa depan laki-laki itu sebelum tangan kiri Marsel sempat menariknya ke ranjang. Pada satu sisi rasanya Alana ingin sekali tertawa terpingkal-pingkal bila otaknya mengingat rekam jejak wajah menderita Marsel yang langsung guling-guling ke lantai dengan kedua tangan memegangi selangkangannya.
Namun di sisi yang lain, Alana bingung. Alana tidak tahu apa yang salah dengan Marsel. Seharusnya Alana yang melakukan hal tersebut, tapi kenapa pria itu yang terus membuang muka setiap berpapasan dengannya? Apa tendangannya terlalu kuat sampai-sampai meninggalkan trauma yang mendalam sehingga Marsel tak mau bertemu lagi dengannya?
“Marsel gak ikut makan malam lagi hari ini?” Pertanyaan Damar barusan membuyarkan lamunan Alana.
Sendok di tangan kanannya Alana genggam erat ketika Jihan melayangkan tatapan menyelidik padanya. Alana melanjutkan aksi mengunyahnya, namun perkataan tiba-tiba Ajeng menegangkan seluruh saraf di tubuh Alana.
“Kayanya Marsel mogok makan. Udah beberapa harian ini aku gak lihat dia nyentuh apa pun, pulang sekolah langsung masuk ke kamar gitu aja,” tutur Ajeng menyuarakan apa yang ia amati.
“Maksud Ibu?” tanya Alana dengan kepala menoleh ke kiri, menatap Ajeng terkejut.
Ajeng mengedikkan bahunya acuh. “Itu cuman dugaan Ibu.” Ajeng tepuk kecil punggung putrinya. “Harusnya kamu yang tau Marsel kenapa, kamu pacarnya kan?”
Alana kehilangan nafsu makannya. Ia raih cangkir berisi air putih di samping piringnya, meminumnya tiga teguk, kemudian menyudahi makan malamnya. “Alana ke kamar dulu.” Alana berdiri. Kursinya berderit nyaring mengisi sunyi.
“Kamu gak mau bawain Marsel makanan Alana?” Bariton Damar berhasil menghentikan langkah kaki Alana yang akan menjauh. “Tadi pagi om lihat muka Marsel pucat. Kamu gak mau ngecek keadaan dia?”
Alana berbalik badan, bibirnya terkatup rapat. Ia dapati Ajeng sudah sibuk menyendok nasi serta lauk pauk ke piring baru yang Alana tebak pasti untuk Marsel. Alana tidak bisa berkutik ketika Ajeng menghampirinya, menyodorkan nampan hitam berisi makanan serta minuman itu ke depan perutnya.
“Suruh dia makan. Ibu yang ke atas pasti Marsel gak mau kaya dua malam yang lalu,” kata Ajeng penuh pengertian. Melihat putrinya bergeming, Ajeng semakin yakin bahwa Alana ada kaitannya dengan perubahan sikap Marsel.
Hampir Alana lupa cara bernapas. Yang benar saja datang ke kamar Marsel malam-malam begini? Melakukan hal itu bagaikan mengumpankan diri pada harimau kelaparan. Demi apa pun Alana masih takut berjumpa Marsel, namun Alana juga tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ada setitik khawatir yang timbul gara-gara terkaan Ajeng mengenai Marsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Teen FictionTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...