6. Hotel Room Service

459 14 1
                                    

"Carol sayang, ayo bangun." Bisik Xavier sambil menempelkan bibirnya di telingaku lalu bergerilya menuju pelupuk mata, hidung, pipi, dan berakhir di bibirku. Sentuhan dari bibirnya itu semula kukira hanyalah bagian dari bunga tidurku, namun karena rasa bibirnya begitu nyata, perlahan aku mulai tersadar bahwa sentuhan bibirnya itu adalah kenyataan, dan meskipun aku tidak ingin ini berakhir, aku harus membuka mataku dan bangun.


"Hey sayang, selamat pagi." Sapa suamiku dengan senyuman mautnya ketika aku membuka mataku. "Nampaknya kau menikmatinya semalam, aku bisa melihat wajah puasmu ketika kau sedang tidur tadi." Godanya, membuat pipiku bersemu merah. Padamlah, padamlah, padamlah, pipi merah!


Sambil berharap rona di pipiku menghilang, aku bangun dari tidurku dan bersandar pada headboard dan pada saat itulah aku menyadari satu hal, Xavier telah rapi dengan pakaian lengkap, sementara aku? Aku tidak mengenakan apapun, hanya selimut tebal di atas tubuhku yang menjadi satu-satunya alat penutup tubuh polosku.


Xavier membawakan bed tray berisi secangkir kopi, segelas jus jeruk, waffle, bagel, dan telur mata sapi ke atas tempat tidur lalu ia memberikan kode lewat sorot matanya agar aku sarapan bersamanya disini.


"Uhm, sebelum kita mulai sarapan, bolehkah aku mengenakan pakaianku terlebih dahulu? Kau tahu, sangat tidak adil melihatmu berpakaian lengkap sementara aku tak mengenakan sehelaipun." Aku ingin beranjak dari tempat tidur dan mengambil pakaianku, tetapi gerakanku ditahan oleh Xavier.


"Tetaplah seperti ini sampai kita selesai sarapan, karena kau tahu kan, bukan hanya perutku yang butuh sarapan, tapi juga mataku." Pinta Xavier. Aku merasa kurang nyaman sarapan dalam kondisi seperti ini sebenarnya, tapi karena suamiku melarangku untuk mengambil pakaianku, maka daripada aku kena blacklist, aku pun terpaksa pasrah sarapan hanya dengan ditutupi selimut.


Aku mulai menyuap waffle-ku, Xavier pun juga melakukan hal serupa, namun pandangannya tak kunjung lepas dariku--atau dari beberapa bagian tubuhku yang tidak tertutup selimut. Jika dia terus-menerus seperti itu, bisa-bisa makanannya tidak kunjung masuk ke dalam mulutnya.


"Andai setiap kita sarapan kau dalam keadaan seperti ini, aku kan jadi lebih semangat untuk memulai hari." Ujarnya sambil tersenyum konyol.


"Oo, bisa-bisa sarapanmu tidak kunjung selesai, sayang. Lihat, bahkan makananmu belum bisa disebut setengah habis." Aku menanggapi.


"Aku sarapan menggunakan mataku, sayang. Dan aku sudah cukup kenyang hanya dengan melihatmu saja." Ia masih menatapku tanpa berkedip, aku mulai khawatir jika kinerja otak Xavier akan terhenti sementara.


"Baiklah, aku akan menghabiskan makananmu jika kau tak mau menghabiskan makananmu." Ujarku sambil mengambil sedikit bagian dari makanannya.


"Kurasa Michael benar, kita harus segera pergi ke dokter kandungan. Lihat, nafsu makanmu bertambah. Aku curiga jika ada makhluk kecil di dalam sana yang juga membutuhkan makanan sehingga mendorongmu untuk makan lebih banyak." Ujar Xavier sambil mengelus perut rataku yang tertutup oleh selimut.


"Jangan berasumsi seperti itu dulu, aku hanya merasa kelaparan karena--kau tahu, semalam--dan kurasa itu bukan karena aku hamil atau semacamnya." Jawabku sambil menyuap makanan milik Xavier ke mulutku. Dalam hati, aku merasa khawatir jika apa yang diasumsikan oleh Michael dan Xavier menjadi kenyataan. Oh tidak, aku belum siap, bagaimana dengan nasib rencana masa depanku nanti?

Cupcakes For RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang