23. Portendorfer

301 17 2
                                    

Setelah pertemuan Mr. Portendorfer dengan pengacara Caroline, Mr. Portendorfer pun memutuskan untuk pergi ke Aylesford, tempat putrinya itu berada.

Mr. Portendorfer tentunya tidak pergi ke Aylesford seorang diri. Ia pergi kesana bersama pengacara Caroline yang bernama Calvin itu.

Selama ini, Mr. Portendorfer memang tidak pernah bertemu dengan putrinya itu secara langsung, tetapi bukan berarti jika ia tidak tahu apapun mengenai perkembangan putrinya setelah ia usir dari rumah beberapa tahun silam. Tanpa diketahui putrinya, Mr. Portendorfer sebenarnya terus mengawasi Caroline dari jauh. Ia punya banyak mata-mata di sekitar putrinya untuk terus memantau dan memberikan informasi mengenai Caroline kepada Mr. Portendorfer. Jadi sebenarnya, Mr. Portendorfer pun juga sudah mengetahui siapa lelaki yang pergi ke Ayleshford bersamanya ini. Ia tahu bahwa si pengacara ini bukan hanya seorang pengacara biasa, dan ia juga mengerti mengapa Caroline memilih lelaki ini sebagai pengacaranya, bukannya sebagai calon suaminya.

Setelah satu setengah jam berada di perjalanan, mereka pun akhirnya sampai di sebuah toko bernuansa hitam-pink di London Road, masih sama seperti yang terakhir kali Mr. Portendorfer lihat.

Tak berlama-lama, mereka pun segera masuk ke dalam toko. Suasana toko tidak begitu ramai, tetapi beberapa pengunjung yang terlihat masih betah menghabiskan waktu disana membuktikan bahwa usaha putrinya itu berhasil.

Mr. Portendorfer mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru toko, dan ia terpaku pada sebuah pintu kaca di sebelah kiri ruangan yang menghubungkan ruangan bagian dalam toko dengan taman belakang yang dimiliki toko tersebut.

Hal yang menarik perhatiannya bukanlah taman belakang itu, tetapi siapa yang sedang berada disana.

Mr. Portendorfer melihat dua orang disana, seorang anak kecil dan lelaki dewasa yang sedang bercengkrama dan tertawa riang di taman belakang tersebut, kejar-kejaran antara ayah dan anak. Melihat kedua orang tersebut membangkitkan kenangan lama tersendiri bagi Mr. Portendorfer.

Ia ingat saat itu ia sedang bermain kejar-kejaran bersama putrinya di taman belakang rumahnya. Saat itu, putrinya masih berumur enam tahun. Saat itu adalah saat-saat paling membahagiakan bagi Mr. Portendorfer sebagai seorang ayah, dan saat itu adalah saat-saat paling ceria Caroline. Entah apa yang dilakukannya beberapa tahun lalu sehingga ia tidak dapat secara langsung melihat wajah ceria putrinya itu lagi.

"Tuan..." Mendengar panggilan tersebut, Mr. Portendorfer pun menoleh.

"Dimana bosmu?" Tanya Mr. Portendorfer dengan nada dingin.

"Dia... sedang berada di dapur, tuan." Jawab pegawai toko bernama Santana itu dengan takut-takut.

"Panggilkan dia, aku ingin bicara dengannya." Perintah Mr. Portendorfer yang langsung dilaksanakan dengan segera oleh pegawai toko tersebut.

Pegawai toko tersebut segera menghilang di sebuah ruangan sementara Mr. Portendorfer dan pengacara Caroline pun memilih salah satu meja yang kosong sambil menunggu Caroline datang.

Tak lama kemudian, pegawai toko tadi kembali bersama seorang wanita muda yang ditunggu-tunggu oleh Mr. Portendorfer. Wanita itu segera duduk di meja yang sama dengan pengacaranya dan juga ayah dari wanita itu.

Setelah beberapa lama wanita itu duduk, tidak ada yang membuka pembicaraan diantara mereka. Masing-masing dari mereka hanya diam dan saling tatap. Caroline sendiri menatap kedua orang yang baru datang ke tokonya itu dengan tatapan bingung. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa pengacaranya malah kembali ke toko bersama Mr. Portendorfer? Bukankah si pengacara seharusnya menyelesaikan masalah di hotel itu? Mengapa malah datang kesini?

"Ketika kau mengutus seorang pengacara untuk menemui ayah, ayah tahu apa yang ingin kau sampaikan melalui pengacaramu ini, bahkan ketika ia belum menjelaskan maksud dia menemui ayah sekalipun. Apakah kau meminta pengacara ini menemui ayah karena kehadiran pria itu lagi? Kau--atau dia--mau hotel itu kembali?" Tanya Mr. Portendorfer langsung mengatakan inti pembicaraan yang ingin ia bahas.

Cupcakes For RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang