Satu per satu anak kecil keluar dari gedung berdinding bata itu. Xavier menunggu dengan sabar sampai ia menemukan dua anak yang ditunggu-tunggunya.
"Halo, kita bertemu lagi, anak-anak manis." Xavier mendekati seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan yang sedang berjalan beriringan dengan riang lalu ia menyapa mereka--khususnya kepada anak perempuan itu.
"Dia siapa, Em?" Tanya si anak lelaki bingung.
"Aku tidak tahu, Joe. Tadi aku dan mum bertemu dengannya ketika kami sedang berjalan menuju sekolah." Jelas si anak perempuan.
Xavier tersenyum mendengar celoteh kedua anak kecil itu. "Perkenalkan, aku Xavier Braxton, teman mommy kalian." Lebih tepatnya, mantan teman hidup, ucapnya dalam hati.
Kedua anak itu hanya diam sambil menatap Xavier dengan raut wajah waspada seperti yang diperlihatkan Caroline tadi pagi--mungkin wanita itu telah mengajarkan anak-anaknya tentang bagaimana caranya berwaspada.
"Tenang, aku bukanlah orang jahat, jadi kalian tidak perlu melihatku seperti itu." Xavier merasa agak risih ditatap seperti itu oleh anak-anak kecil itu.
"Semua orang jahat tidak mungkin mengaku kalau dia orang jahat. Aku sering melihat orang sepertimu di televisi." Jawab si anak lelaki memperlihatkan ekspresi tak sukanya dengan jelas--well, ini sebabnya Xavier lebih menginginkan anak perempuan.
"Hey serius, aku bukan orang jahat. Buktinya, tadi pagi aku berbicara dengan mommy-mu, kan?" Xavier mengarahkan pertanyaannya kepada si gadis kecil. "Mommy kalian tidak akan berbicara dengan orang jahat, jadi sudah jelas kalau aku bukan orang jahat." Xavier berusaha memberikan pengertian kepada kedua anak itu. Bukan aku yang jahat, ibu kalianlah yang jahat, batinnya.
"Ya, mum memang berbicara denganmu tadi, tapi dia marah padamu, mungkin kau orang jahat atau kau telah melakukan kesalahan sehingga mum marah padamu. Mum selalu seperti itu apabila aku menjatuhkan sesuatu dulu." Kalau ada yang mengatakan jika anak kecil mudah percaya dengan seseorang, nampaknya hal tersebut tak berlaku pada anak-anak ini, Xavier mendesah kesal karena anak-anak ini tak percaya kepadanya.
"Poor you, little girl. Kalau kau bersamaku, aku tak akan memarahimu." Jawab Xavier sambil membelai lembut puncak kepala si anak perempuan. Entah mengapa, ia merasakan perasaan sayang yang mendalam kepada si anak perempuan, mungkin karena selama ini Xavier menginginkan anak perempuan, maka ketika ia melihat anak perempuan ini, ia benar-benar ingin menyalurkan perasaan sayangnya kepada gadis kecil itu--yang seharusnya ia berikan kepada anaknya jika Caroline memberikan satu untuknya ketika mereka masih bersama dulu.
"Maksudnya, paman? Aku tidak mau bersama paman! Aku suka tinggal dengan mum." Tolak si gadis kecil.
"Ya, aku juga suka tinggal dengan dad. Aku juga suka bersama-sama dengan Em dan mum, jadi tentu saja aku dan Em tidak perlu tinggal bersamamu." Si anak lelaki juga ikut menambahkan.
"Oke, tidak apa-apa. Kalian tidak perlu tinggal denganku, lagipula kalian baru mengenalku." Xavier mengangkat bahunya. "Tapi, mungkin kau benar gadis kecil, mungkin aku telah membuat kesalahan sehingga mommy kalian menjadi marah. Uhm, bisakah kalian membantuku agar mommy kalian dapat memaafkanku?"
Kedua anak itu saling bertatapan, kemudian si anak lelaki menjawab, "Ya, kami bisa membantumu, tapi kau harus membelikan kami es krim terlebih dahulu!" Dasar anak kecil, masih kecil saja sudah mencoba melakukan pemerasan kecil-kecilan, kalau sudah besar bisa-bisa anak-anak ini membawa kabur aset orang seperti apa yang dilakukan oleh ibu dari anak-anak kecil ini dulu, rutuk Xavier dalam hati.
Xavier pun menghela nafas sambil melihat sekilas ke sekeliling tempat ini, tidak ada toko es krim ataupun truk es krim yang lewat, jadi dimana ia bisa mendapatkan es krim yang diminta anak-anak ini? Apakah anak-anak ini sedang mencoba untuk membodohinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcakes For Revenge
Romance[Book #2 of Cupcakes for a Missing Heart - Braxton Family's Life After Married] "Memilih pasangan hidup adalah hal terpenting dalam hidupmu. Karena jika pilihanmu salah, hidupmu akan terasa hampa, dan terkadang kau tak menyadarinya sampai kau terban...