14. Emptiness

393 18 4
                                    

3 bulan kemudian...

Sudah lama rasanya aku tidak pernah menyusuri jalan ini. Jalan beserta tempat tujuanku kali ini menyimpan banyak kenangan lama bagiku, dan aku masih sulit untuk kembali ke tempat ini meskipun ini sudah lewat berbulan-bulan.

Taksi berhenti tepat di depan pintu masuk Braxton Hotel London, seorang doorman membukakan pintu untukku dengan sopan--mengingatkanku akan memori manis tiga tahun yang lalu.

Aku melangkah memasuki Braxton Hotel, tetapi langkahku dihadang oleh pria-pria bertubuh kekar dengan seragam yang kukenal--para penjaga keamanan Braxton Hotel. Apa yang mereka lakukan dihadapanku? Mengapa mereka menghalangiku? Tidak tahukah mereka kalau aku pemilik hotel tempat mereka bekerja ini? Mereka bisa menghalangiku masuk ke hotelku sendiri, namun aku bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan mereka, mana yang lebih buruk?

"Apa yang kalian lakukan? Kalian menghalangi jalanku." Aku memberi kode kepada mereka untuk bergeser sehingga aku bisa lewat, namun mereka tidak bergerak sedikitpun.

"Kalian tidak mendengar ucapanku, huh?!" Ujarku kesal.

"Mereka tidak akan menuruti perintahmu, mereka hanya tunduk pada ayah, sayang." Ayah muncul dari balik pria-pria kekar itu lalu menatapku dari atas sampai kebawah, lalu ayah berujar, "Hm, sepertinya kau belum juga menuruti perintah ayah." Ayah pasti melihat perutku yang sekarang tak lagi rata.

"Dan seperti perjanjian kita, kau tak boleh menemui ayah sebelum kau melakukan perintah ayah. Kau juga tidak boleh masuk ke semua Braxton Hotel selama kau belum melakukan apa yang ayah minta. Ayah tidak mau jika orang-orang di B-Hotel mengetahui itu." Ujar ayah sambil menunjuk perutku. Tiba-tiba, aku merasa pening. Yang selama ini kutahu, semua hotel itu adalah milikku, lalu mengapa aku tidak boleh masuk ke dalam hotelku sendiri? Aku tahu jika ayah adalah ayahku, tapi mengapa para pegawai jadi lebih menuruti ayah ketimbang aku yang notabennya adalah pemilik sah hotel ini?

***

5 bulan kemudian...

"Bos, toko sudah kututup, lalu mengapa bos masih disini? Sebaiknya bos istirahat di kamar--astaga, ini becek sekali...." Aku mendengar suara Santana--mungkin dia sedang berdiri di belakangku sekarang, tetapi aku tak bisa menoleh meski sedikit saja, aku tidak bisa membalikkan badanku, menggerakkannya sedikit saja tidak bisa.

Entah mengapa perutku terasa sakit sekali, rasa sakit itu datang tiba-tiba ketika aku sedang membuat adonan cupcake yang terakhir. Semula aku membiarkannya saja karena rasa sakit itu menghilang dengan sendirinya, namun tiba-tiba, rasa sakit itu datang kembali dan semakin lama, rasa sakit itu datang menyerang terus-menerus dan aku tidak bisa melakukan apapun selain meremas ujung meja dan menahan rasa sakit ini, aku harap ini segera berakhir, rasanya dahsyat sekali.

"Oh tidak... Bos, penyebab becek ini adalah perutmu!" Aku tadinya tak menyadari apa yang menyebabkan Santana mengatakan bahwa dapur ini 'becek sekali' karena aku tidak merasa jika tanganku membuat tumpah sesuatu, tetapi ketika Santana berteriak heboh seperti itu, aku baru sadar jika bukan tanganku yang membuat tumpah sesuatu, melainkan perutku.

Spontan aku langsung melihat ke bawah, air mengalir dari kakiku dan membasahi lantai seiring rasa sakit di perutku yang semakin menjadi, aku pun semakin panik.

"SANTANA, CEPAT PANGGILKAN TAKSI!!!"

***

Author's POV

Idaho, 09.00 AM

"Memilih pasangan hidup adalah hal terpenting dalam hidupmu, karena jika pilihanmu salah, hidupmu akan terasa hampa, dan terkadang kau tak menyadarinya sampai kau terbangun dari tidurmu dan kau baru sadar jika ternyata bulan demi bulan telah terlewat."

Cupcakes For RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang