Tentu saja Pak Projo menyetujui apa yang diinginkan oleh Alexander untuk mendesain sebuah baju. Entah baju apa yang akan dibuat oleh Alexander.
"Kalau kamu bisa mendesain silahkan saja. Tapi kalau misalkan kesulitan kamu bisa minta tolong pada bagian desain ini," jawab Pak Projo.
"Terima kasih, Pa," ucap Alexander.
Alexander mendesain baju couple sepasang kekasih. Dibantu dengan bagian desain yang sudah ahli tentunya, beberapa jam kemudian jadilah sebuah desain baju pasangan kekasih untuk ke sebuah acara.
"Pa, boleh tidak aku membuat baju seperti yang ada didesain ini?" tanya Alexander.
"Boleh saja," jawab Pak Projo.
"Terima kasih, dibuatnya nanti saja, Pa. Kalau begitu aku pamit dulu, ya. Maaf sudah menggangu Papa," ucap Alexander.
"Tidak ada yang menggangu, katakan saja nanti kalau kamu ingin membuatnya. Papa akan mencarikan bahan terbaik," balas Pak Projo.
Alexander mengngguk lalu dia pergi dari konveksi milik kelurga Clarisa. Pak Projo sudah paham saat melihat desain baju couple pasangan kekasih untuk pergi ke pesta itu. Tanpa pikir panjang Pak Projo meminta bagian produksi untuk membuatkan baju sesuai desain yang dibuat oleh Alexander sebagai kado pernikahan anaknya.
***
"Alexander kamu sudah pulang?" tanya Mama Vita yang langsung menghampiri Alexander yang baru saja turun dari mobil.
"Iya, kelihatannya mama gelisah. Apa Andrea membuat ulah di rumah?" balas Alexander.
"Tidak. Mama hanya gelisah apakah kamu berhasil meluluhkan hati calon mertuamu itu," ucap Mama Vita.
"Aku kira ada apa. Kami mengobrol santai saja kok. Bahkan kami berkeliling konveksi Pak Projo, sangat menyenangkan," balas Alexander.
Mama Vita tersenyum lega. Awalnya Pak Projo menentang perjodohan ini, karena Clarisa masih terlalu dini untuk menikah. Tapi kondisi keuangan mereka yang sedang goyah membuat Pak Projo akhirnya menyetujui pernikahan mereka.
"Sebenarnya kamu membicarakan apa dengan Pak Projo?" tanya Mama Vita.
"Rahasia lelaki," jawab Alexander sambil tertawa.
"Kenapa harus main rahasia-rahasian segala dengan mama, sih," ucap Mama Vita.
"Tentu saja aku datang untuk meyakinkan calon mertuaku. Kalau aku akan menjaga Clarisa sepenuh hati," balas Alexander.
Mama Vita tersenyum lega mendengarnya, ternyata Alexander lebih dewasa daripada yang dia perkiraan. Dibandingkan Andrea yang lahir lebih dulu. Alexander sangat bisa diandalkan dalam segala hal. Menikahkan Alexander dengan Clarisa adalah pilihan yang tepat.
***
Hari pernikahan telah tiba. Pukul tiga dini hari seorang professional make up artis sudah datang ke rumah Clarisa untuk merias. Clarisa tampak cantik dengan riasan natural dan kebaya putih modern yang membalut tubuhnya.
"Kamu sangat cantik sekali, Nak," ucap Pak Projo memuji kecantikan putrinya.
"Terima kasih, Pa," balas Clarisa.
"Jangan gugup, ya, Nak," ucap Pak Projo.
"Pa, sebenarnya bukan aku yang gugup. Tapi Papa sekarang gugup sekali mengantarkan aku dipersunting seorang pria," balas Clarisa.
Pak Projo menetes air matanya, dipandangi Clarisa dengan seksama sebelum membawanya ke hadapan penghulu bertemu dengan suaminya. Putri kecil yang dulu selalu digendong, dirawat dengan penuh cinta kasih kini akan dibawa pergi oleh suaminya menjalani bahtera rumah tangga.
"Nak, kalau suamimu nanti menyakitimu. Bilang saja ke Papa, karena Papa akan menjemputmu pulang," pinta Pak Projo.
"Jangan membuat aku sedih begini dong, Pa," ucap Clarisa yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Papa serius bukan bermaksud membuatmu sedih, Nak. Ini adalah pesan Papa, karena Papa tidak akan rela putri kecil Papa disakiti oleh seorang pria," balas Pak Projo.
Bagaimanapun seorang ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Seorang ayah yang pertama kali menggendong putri kecilnya, memberikan kasih sayang, perhatian yang tidak terbatas bagi seorang anak perempuan. Begitu dewasa sang ayah harus melepas putri yang begitu dicintainya untuk memulai hidup baru dengan seorang pria yang dicintainya.
"Papa akan selalu merindukanmu," ucap Pak Projo.
"Jangan menangis, Pa. Walau sudah menikah, aku akan selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Papa," balas Clarisa.
Tibalah waktu melantunkan ijab qabul seperti waktu yang ditentukan. Pak Penghulu, Wali nikah, mempelai pria dan para saksi sudah hadir di tempat acara.
"Mari kita membaca doa bersama sebelum ijab qabul dimulai," ucap Pak Penghulu.
Berdoa sebelum acara dimulai, semua orang terlihat ki'mad memanjatkan doa agar acara lancar kedepannya.
"Ananda Alexander Bachtiar. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Clarisa Projo dengan mas kawin cincin emas seberat dua gram dibayar, tunai," ucap Pak Projo sembari menjabat tangan Alexander.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Clarisa Projo binti Projo dengan mas kawin tersebut tunai," balas Alexander dengan satu tarikan nafas.
Pak penghulupun melempar pertanyaan ke para saksi dan hadirin yang hadir ijab qabul itu.
"Bagaimana, sah?" tanya Pak Penghulu.
"SAH!" seru para saksi dan tamu yang datang menyaksikan janji sehidup semati yang dilantunkan oleh Alexander.
Semua orang bernafas lega karena proses ijab qabul berjalan lancar. Lalu Clarisa yang masih didalam kamar dijemput oleh sang ayah digandeng dan disandingkan di sebelah Alexander yang kini resmi sebagai suaminya.
"Selamat, ya, Nak. Hari ini kamu resmi menjadi seorang istri," ucap Pak Projo memeluk Clarisa sambil menangis.
"Tolong jangan menangis, Pa. Aku jadi ikut menangis," balas Clarisa yang ikut menangis di pelukan Papa.
Mereka berdua menangis sambil berpelukan. Tamu undangan jadi ikut menangis melihat mereka yang saling berpelukan dan menangis.
"Sampai kapanpu kamu akan menjadi putri kecilku," ucap Pak Projo.
"Iya, Pa. Clarisa minta maaf ya, Pa. Kalau selama menjadi anak masih sering membuat Papa jengkel," balas Clarisa.
Bu Arin menepuk pundak Pak Projo yang tidak henti menangis dan melepaskan pelukan dari sang putri yang sudah sah jadi istri Alexander.
"Pa, malu, Pa. Dilihat banyak tamu," bisik Bu Arin.
"Maaf, Bu. Papa sangat sedih melepas putri kesayangan Papa menjadi istri pria yang ditakdirkan untuknya," balas Pak Projo sambil mengusap air matanya.
"Jangan malu-maluin, Pa," balas Bu Arin sewot.
Papa kembali duduk di kursi orang tua. Lalu menyalami banyak tamu yang hadir di resepsi yang diadakan di gedung ini.
Banyak sekali tamu yang hadir menyaksikan kebahagiaan Alexander dan Clarisa. Tamu dari pihak mempelai perempuan dan lelaki.
Belum lagi tamu dari para orang tua dari kedua belah pihak. Clarisa sampai bingung melihat begitu banyak orang.
"Ya ampun, baru kali ini melihat pengantin yang sama-sama good looking," ucap seorang tamu.
"Betul loh, Jeng. Pengantin perempuannya juga mangklingi," balas tamu yang lain.
"Terima kasih, ya, Bu," balas Clarisa sambil tersenyum.
"Kamu itu beruntung banget, mendapatkan suami yang tampan dan kaya," bisik seorang tamu.
"Iya, Bu," jawab Clarisa pelan.
"Oh, iya. Omong-omong kalian mau bulan madu ke mana?" tanya Seorang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Musuh
Teen FictionAlexander dan Clarisa selalu bermusuhan di kampusnya. Mereka selalu tidak akur satu sama lain, bahkan pada akhir kelulusan mereka bersaing merebutkan nilai tertinggi. Jika Clarisa mempunyai nilai lebih rendah maka dia harus menjadi kekasih Alexander...