Bab 17 Kita Sudah Menjadi Keluarga

35 1 4
                                    


"Pelan-pelan sayang, kalau makan, aku tidak meminta jatah makananmu, kok," ucap Alexander sambil memijat mesra pundak Clarisa.

Walau Clarisa risih dan tidak ingin disentuh oleh Alexander, tapi di depan orang tuanya dia harus menunjukan kemesraan layaknya sepasang suami istri yang normal.

Kedua orang tua Clarisa tersenyum melihat pasangan pengantin baru itu. Mereka jadi teringat masa-masa menjadi pengantin baru.

"Kalian jangan buat ibu dan papa iri, dong," ucap Bu Arin yang tersipu malu.

"Namanya juga pengantin baru, 'kan lagi anget-angetnya, BU," balas Alexander

Mereka berempat menjadi tertawa bersama, berada di satu meja bersama orang-orang terkasih seperti ini membuat suasana menjadi hidup. Tiba-tiba ponsel Pak Projo berdering dan dia segera mengangkatnya.

["Pak projo, saya dari PT. MotorClub. Mau pesan seribu kaos untuk gatering karyawan saya, bisa?"] tanya seseorang yang jauh di sana.

["Bi-sa,"] jawab Pak Projo sedikit terbata.

Pak Projo tampak serius dengan seseorang yang menelponnya tersebut. Alexander hanya memperhatikan saja sambil makan makanan yang disajikan. Terlihat juga beberapa kali Pak Projo ragu menjawab. Pak Projo menghela nafas setelah menutup teleponnya.

"Ada apa, Pa?" tanya Clarisa.

"Ada pelanggan yang memesan seribu kaos untuk gatering karyawannya," jawab Pak Projo lirih.

"Baguslah, Pa. Kok tidak bersemangat begitu," ucap Clarisa lirih.

"Papa memang meminta uang muka terlebih dahulu, tapi papa masih butuh banyak modal," balas Pak Projo lesu.

Benar juga beberapa bulan ini omset konveksi papa memang menurun. Makanya ibu menjodohkan aku dengan anak pengusaha kaya berharap keluarga kaya itu bisa membantu perekonomian keluarga.

"Jangan khawatir, nanti aku akan bicara pada mama mengenai masalah papa mertua," ucap Alexander.

"Hah. Papa tidak enak mendapatkan bantuan dari keluargamu," balas Pak Projo yang setengah kaget.

"Bukankah kita sudah menjadi keluarga sekarang?" tanya Alexander.

"I-iya sih, tapi tetap saja nanti aku jadi ada hutang budi dengan keluarga besan," balas Pak Projo.

Alexander tersenyum sinis, dia melihat papa mertuanya ini senang tapi gengsi. Seperti sang istri yang saat ini berada di sampingnya. Clarisa memang selalu anti meminta bantuan orang lain karena mereka bisa sendiri. Ternyata sifatnya ini menurun dari sang papa.

"Alexander benar, kita sudah menjadi keluarga dan memang harus saling membantu," ucap Bu Arin yang terdengar sumringah.

"Pa, tidak usah dipikirkan. Usaha papa harus tetap berjalan seperti biasanya," imbuh Alexander.

Akhirnya Pak Projo setuju karena Bu Arin memberikan kode sebuah kedipan mata agar sang suami menerima saja bantuan dari sang menantu. Sejak awal tujuan mereka memang ini, mendapatkan sokongan dana dari keluarga kaya dari pernikahan.

"Sudah jam sembilan pagi saja, papa harus pergi ke konveksi dan meminta anak buah papa untuk melakukan rapat kecil mengenai pesanan yang baru papa terima," ucap Pak Projo.

"Ibu ikut, ya, Pa," rengek Bu Arin.

"Ayo," balas Pak Projo sambil melambaikan tangannya.

Mereka berdua walau sudah pengantin kawakan tetap terlihat mesra. Alexander juga ingin menua bersama Clarisa jadinya.

Menikah dengan MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang