Bab 8 Ingat, ya. kita ini musuh.

46 1 0
                                    


Mama Vita sedang panik, Dokter yang biasa dipanggil ke rumah untuk memeriksa keluarganya ketika sakit tidak dapat dihubungi. Beruntung sekali Clarisa cepat sadar dari pingsannya ditengah kepanikan keluarga calon suaminya.

"Alex," ucap Clarisa lirih.

"Clarisa, kamu kenapa nak. Apa yang terjadi sebenarnya. Kalau sakit jangan dipaksa sayangku," ucap Mama Vita mencecar Clarisa dengan beberapa pertanyaan.

"Aku hanya pusing saja, memikirkan banyak kejadian yang akan terjadi saat pernikahanku nanti," jawab Clarisa.

Mama Vita merasa lega sampai menghela nafasnya lembut. Hal seperti Clarisa rasakan menjelang pernikahan sudah biasa terjadi.

"Ini namanya nervous. Hal seperti ini sudah lumrah terjadi," ucap Mama Vita sembari mengelus lembut rambut Clarisa.

"Minumlah dahulu air hangat ini," pinta Alexander sembari memberikan segelas air hangat untuk Clarisa. Cowok tengil itu berusaha menyembunyikan kepanikannya di depan Clarisa.

"Terima kasih," balas Clarisa sembari meneguk air digelas itu.

Mama Vita duduk di samping Clarisa dan memegang kedua tangannya erat. Sambil tersenyum menatap wajah ayu calon menantunya tersebut, Mama Vita berucap, "Tidak perlu khawatir. Semua akan baik-baik saja, kamu harus jaga kesehatan menjelang pernikahan,"

Clarisa mengangguk pelan, pernikahan perjodohan yang belum ia inginkan ini harus tetap terlaksana demi sang ibu agar tidak kecewa padanya. Selama ini Clarisa belum bisa membahagiakan sang ibu, hanya pernikahan ini yang bisa dia lakukan untuk membalas semua jasa orang tuanya selama membesarkan Clarisa.

"Boleh aku meminta sesuatu?" tanya Clarisa.

"Katakan saja jangan sungkan," jawab Mama Vita.

"Setelah menikah nanti, bolehkan aku tetap bekerja?" tanya Clarisa. "Banyak mimpi yang ingin aku wujudkan setelah lulus kuliah," lanjut Clarisa.

Mama Vita tersenyum, setelah melihat ke arah Alexander yang tampak diam itu. Mama Vita mulai menjawab permintaan calon menantunya, "Tentu saja, kamu boleh bekerja setelah menikah,"

"Terima kasih," jawab Clarisa tersenyum sumringah.

"Kita hanya menikah. Tidak menekan mimpi-mimpimu," ucap Alexander dengan gayya tengilnya.

"Aku tidak akan membatasi karirmu ketika menikah. Karena sama denganmu, aku juga punya segudang mimpi yang harus diwujudkan," imbuh Alexander.

Mama Vita menghargai keinginan para calon pengantin itu, mereka masih muda dan memiliki masa depan yang gemilang. Setelah menikah nanti Mama Vita tidak akan mencampuri keinginan mereka yang akan menunda momongan atau mengejar mimpi yang belum terwujud.

"Tapi ingat ya, tidak boleh terlalu lama menunda momongan, apalagi pakai KB sebelum punya anak, takut peranakannya kering," ucap Mama Vita.

Clarisa terhentak, dia sama sekali belum memikirkan soal momongan. Membayangkan berbagi ranjang dengan musuhnya saja membuatnya merinding apalagi harus memikirkan mempunyai anak bersamanya.

"Siapa juga yang ingin mempunyai anak dengan bocah tengil ini," gumam Clarisa dalam hatinya.

"Tiga tahun," ucap Alexander.

"Apanya yang tiga tahun?" tanya Clarisa kaget.

"Iya, apa sih, Lex?" tanya Mama Vita.

"Setidaknya biarkan kami menunda momongan selama tiga tahun," jawab Alexander.

"Hah?" tanya Clarisa kaget.

"Kenapa?" ucap Alexander. "Apa tiga tahun terlalu lama buatmu?" ledek Alexander.

Menikah dengan MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang