Bab 19 Benci Jadi Cinta

39 0 0
                                    


"Apa lagi, Pa?" tanya Andrea.

Pak Siswoyo hendak memukul anak sulungnya itu. Dia selalu bertindak seenaknya sehingga membuat orang tuanya kesal sendiri. Kali ini pun dia masih saja bertindak tidak menyenangkan. Ketika siap memukul tapi tangan Pak Siswoyo berhasil di halau oleh Andrea.

"Jadi menyuruhku menunggu hanya untuk memukulku saja?" teriak Andrea.

"Jangan keterlaluan kamu, sudah tidak mau dijodohkan berarti kamu harus menerima takdir. Ayah ingin memukulmu agar kamu sadar, mengerti!" seru Pak Siswoyo yang geram dengan tingkah laku Andrea.

"Walau papa membuatku babak belur, aku akan tetap pada pendirianku. Clarisa harus menjadi milikku!" tegas Andrea lalu melepaskan tangan Pak Siswoyo.

Pemuda itu pergi meninggalkan rumah sang adik, lalu Pak Siswoyo tersungkur ke lantai sambil memegangi jantungnya. Semua orang langsung panik dan menolong Pak Siswoyo mendapatkan pertolongan pertama dengan memanggil Dokter ke rumah.

"Apa Papa baik-baik saja?" tanya Alexander yang menemani Pak Siswoyo sejak tadi.

"Papa baik-baik saja, hanya kesal saja pada kakamu," jawab Pak Siswoyo.

"Sudahlah jangan diambil hati, lagian Clarisa sudah sah menjadi istriku. Andrea biar menjadi urusanku!" seru Alexander.

"Ta-pi kamu sudah banyak mengalah demi kakakmu yang tidak tahu diri itu," balas Pak Siswoyo.

"Pa, sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Sekarang Papa harus sehat, ya," ucap Alexander.

Pak Siswoyo mengangguk, lalu mama vita juga kelihatan kebingungan dengan sikap Andrea yang semakin hari semakin tidak bisa dikendalikan itu. Mama Vita tidak ingin rumah tangga Alexander berantakan gara-gara sikap Andrea. Apa kata orang nanti kalau Clarisa menikah dengan Alexander hanya sebentar saja lalu menikah dengan kakaknya.

"Membuatku pusing saja," gumam Mama vita.

"Sudah jangan dipikirkan lagi, nanti juga amarahnya akan reda dengan sendirinya," balas Alexander.

Hari ini memang ada kegaduhan tapi kembali kondusif saat Andrea meninggalkan rumah sang adik, Keadaan Pak Siswoyo juga sudah membaik, mereka pamit pulang. Alexander yang terlihat kusut sejak pagi mengambil wudlu setelah adzan magrib berkumandang. Dia melaksanakan solat magrib lalu membaca alquran dengan suara yang tidak diduga. Clarisa melihat pemandangan yang tidak biasa itu dengan tatapan seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Kenapa melihatku sampai seperti itu. Jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta padaku, ya," goda Alexander saat selesai membaca ayat suci alquran.

"Idih, sok kecakepan banget!" seru Clarisa salah tingkah.

"Wanita memang selalu tidak mau jujur dengan perasaannya sendiri," ucap Alexander.

"Jangan bicara yang tidak – tidak, ayo makan malam. Aku sudah lapar, tahu," balas Clarisa.

Alexander mangangguk lalu meletakkan alqurannya dan menyusul Clarisa ke meja makan. Di meja makan sudah tersedia beberapa hidangan sederhana, seperti sayur asem, sambel tomat, ikan asing dan tempe goreng. Rasanya menggugah selera.

"Lumayan juga rasanya," ucap Alexander setelah menyendok sayur asem yang sudah disediakan untuknya di mangkuk kecil.

"Tentu saja enak, itu adalah masakanku sendiri," jawab Clarisa.

Alexander tersedak saat Clarisa mengatakan itu. Seolah dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang istri.

"Uhuk," Alexander terbatuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikah dengan MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang