Bab 9 Lamaran Clarisa

35 2 0
                                    


Clarisa tak sabar membuka kotak parcel tersebut, Mama Arin juga terlihat penasaran isinya apa paket tanpa nama itu.

"Ini sebuah kebaya yang indah," ucap Mama Arin.

"Coba telepon Mama Vita," pinta Clarisa minta tolong.

"Oh, iya," balas Mama Arin.

Mama Arin langsung mengelurkan ponsel dan menelpon sahabatnya itu. Tak butuh waktu lama untuk menunggu telepon Mama Arin diangkat oleh Mama Vita.

["Apa kebaya yang aku kirim sudah sampai?"] tanya Mama Vita.

["Jadi benar kamu yang mengirim kebaya mewah ini,"] jawab Mama Arin yang sumringah.

["Betul, apa Clarisa menyukainya. Alex sendiri yang memilih loh,"] ucap Mama Vita.

["Tentu saja putriku menyukainya, apalagi yang memilih adalah Alexander sendiri,"] jawab Mama Arin sambil tertawa bahagia.

Para orang tua itu masih melanjutkan pembicaraan mereka lewat telepon, sedangkan Clarisa masih melihat kebaya berwarna coklat itu, dia mencoba kebaya yang ukurannya pas dengan tubuhnya itu. Kebaya dengan model ekor di belakang itu tampak elegan saat ia gunakan.

"Selera bocah tengil itu bagus juga," gumam Clarisa yang masih memandang cermin di depannya.

"Anak ibu memang paling cantik sedunia," ucap Mama Arin mengagetkan Clarisa.

"Apaan sih Bu, dari dulu memang aku cantik," balas Clarisa memuji dirinya sendiri.

"Ya, siapa dulu dong ibunya," sahut Mama Arin membanggakan dirinya sendiri, bahwa Clarisa cantik itu karena menuruni gen dari tubuhnya.

Lalu mereka berdua tertawa bersama, Clarisa merapikan kebaya itu dan menyimpannya di lemari. Karena malam semakin larut dia masuk ke kamar dan merebahkan diri di kasur, di kepalanya masih saja berpikir.

Entah kapan Alexander datang ke butik dan memilih kebaya elegan ini untuk dikenakan saat lamaran nanti.

"Apakah pria itu memilih kebaya sambil membayangkan perempuan yang dia sukai," gumam Clarisa dalam hatinya.

Banyak sekali yang Clarisa pikirkan malam ini, dia bahkan membayangkan yang tidak-tidak. Sampai akhirnya dia tidak bisa memejamkan matanya untuk tidur.

"Kenapa kepalaku dipenuhi oleh pria tengil itu," ucap Clarisa sambil berdiri dari rebahannya dan menghela nafas panjang.

Clarisa merenggangkan tubuhnya sebelum kembali merebahkan tubuh dan tidur di kasur empuknya. Malam semakin larut akhirnya Clarisa bisa terlelap sampai pagi.

Suara ketukan pintu membangunkan Clarisa. Padahal dia masih ingin istirahat dan menghabiskan waktu di kamar saja hari ini.

***

"Clarisa, apa kamu sudah bangun?" tanya Mama Arin. "Mama masuk, ya," lanjut Mama Arin.

Clarisa malas menjawabnya, dia masih saja rebahan di kasur. Matanya juga sudah merem lagi karena ingin kembali tidur. Tapi Mama Arin sudah berada di dalam kamar dan duduk di tepi tempat tidur Arin sembari mengoceh.

"Ya, ampun anak gadis jam segini belum bangun," oceh Mama Arin. "Nanti jodoh dipatok ayam, loh," imbuh Mama Arin.

"Apa sih, Bu. Aku kan sudah mau lamaran, ngapain takut jodoh dipatok ayam," jawab Clarisa.

"Eh tidak boleh begitu, kamu itu harus belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik," ucap Mama Arin.

"Aku tidak akan menjadi ibu rumah tangga, aku akan bekerja setelah menikah," balas Clarisa.

Menikah dengan MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang