TASBIH CINTA HAIZA 12

293 45 7
                                    

"Laksana mutiara yang tersimpan baik."
Q. S Al-Waqi'ah / 56:23

Kedua pengantin baru sudah kembali ke kamar sejak beberapa waktu lalu, Khanza yang sudah mandi terlebih dahulu kini duduk di atas kasur, dari tadi sorot matanya terus saja melihat kearah pintu kamar mandi yang di dalamnya ada Gus Haidar, entah men...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua pengantin baru sudah kembali ke kamar sejak beberapa waktu lalu, Khanza yang sudah mandi terlebih dahulu kini duduk di atas kasur, dari tadi sorot matanya terus saja melihat kearah pintu kamar mandi yang di dalamnya ada Gus Haidar, entah mengapa pikirannya melayang kemana-mana memikirkan kejadian yang mungkin terjadi malam ini.

Ia mengalihkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar Gus Haidar, berusaha menepis pikiran-pikirannya itu, kamar Gus Haidar sangat rapi dan wangi dengan deretan buku yang tersusun rapi di rak, serta bernuansa abu-abu. Tak sengaja mata Khanza berhenti saat melihat foto yang terletak di atas nakas, ia mulai beranjak mendekati foto tersebut dan mengambilnya. Bibirnya tertarik membentuk senyuman, ia memandangi foto dua anak kecil perempuan dan laki-laki yang tak lain adalah dia dan Gus Haidar.

Asik memandangi foto masa kecilnya dan Gus Haidar, tiba-tiba Khanza dikagetkan dengan tangan yang melingkar di perutnya, siapa lagi kalau bukan Gus Haidar pelakunya. Ia tak sadar jika Gus Haidar sudah keluar dari kamar mandi.

"Cantik," puji Gus Haidar.

Khanza berbalik, berhadapan dengan Gus Haidar. "Siapa?"

"Raranya Atah."

Khanza memalingkan wajahnya, rasanya perutnya kini dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan, ia berusaha sebisa mungkin menahan senyumnya, pipinya kini sudah bersemu merah seperti kepiting rebus.

Gus Haidar memegang pipi Khanza lembut, membawa wajah Khanza kembali menghadapnya. "Kenapa merah hm? Perasaan kamu sudah hapus make up, sudah mandi malahan, kok bekasnya masih ada?" Gus Haidar menaik-turunkan alisnya menggoda Khanza.

Khanza mendengus kesal, melepaskan tautan tangan Gus Haidar. Kalau tetap dibiarkan dalam posisi seperti ini bisa-bisa ia pingsan.

"Kalau mau senyum jangan ditahan, sayang," Gus Haidar semakin gencar menggoda istrinya, ia melihat istrinya itu menahan senyumannya.

Khanza menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya. Sungguh, ia ingin pingsan sekarang.

Gus Haidar membuka tangan Khanza yang menutupi wajah istrinya itu. "Jangan ditutup, suamimu ini tidak bisa melihat kecantikan istrinya," Gus Haidar terkekeh.

"Gus, cukup!!" Khanza mencubit perut Gus Haidar.

Gus Haidar berpura-pura kesakitan. "Aduh, sakit sayang! Kamu ini, kdrt terus."

"Biarin wle!" Khanza berjalan menuju kasur.

"Mulai nakal, ya," Gus Haidar menyeringai.

Tak lama Gus Haidar menyusul Khanza yang sudah duduk di kasur. Ia berlari dan menjatuhkan Khanza dan dirinya bersamaan di atas kasur. Tatapan mereka menatap satu sama lain, seolah sudah terkunci.

Detak jantung Khanza sudah tak karuan, pikirannya kemana-mana,  apalagi kini Gus Haidar berada di atasnya. Gus Haidar tersenyum smirk.

"Ahaha, udah Gus, Khanza nggak kuat," Khanza sudah tidak tahan lagi, perutnya sakit akibat banyak tertawa, dan Gus Haidar terus menggelitikinya.

Tasbih Cinta Haiza (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang