Chapter 1. Sebuah Permulaan

530 30 4
                                    

Hallo Minna-san 🤗🤗

Bab Peringatan! nya nggak di skip-kan?! Bagus kalau udah. Cekidot saja!
.
.
.
.
.
Happy Reading 🥰🥰

CHAPTER 1. SEBUAH PERMULAAN

Duh, aku tidak kuat lagi.”

Naruto menjatuhkan dirinya di meja Ichiraku, tatapan mata tertuju pada remaja pirang yang sedang menyantap hidangan berkuah dalam mangkuk kesepuluh, sedangkan Nanadaime hanya sanggup menghabiskan tujuh porsi saja.

“Ayolah. Ini baru dimulai,” balas si Pirang tertawa cerah.

“Aku yakin kau memang anakku, dattebayo.”

“Tentu saja, dattebaro.”

Keseruan mereka dalam berbagi tawa terus diperhatikan oleh manik biru lain yang berdiri di ambang pintu kedai. Seharusnya dia sudah terbiasa melihat kejadian tersebut, tetapi gelombang iri hati tetap menyerang.

Niatnya pergi ke Ichiraku untuk menenangkan diri dalam nostalgia kerinduan, tetapi berujung dilema, bahkan keberadaannya tidak sedikitpun disadari sosok terkasih.

Mungkinkah benar dirinya tidak pernah diharapkan?!

Menyadari embun panas di pelupuk mata, remaja bermanik sewarna lautan itu segera membalikan badan dan berlalu melewati pintu keluar untuk menghadapi dua rekan setimnya yang baru tiba dengan kernyitan heran.

“Ada apa?” tanya Sarada. “Kenapa keluar lagi?! Tadi kau bilang ingin makan di sini.”

“Maaf, Sarada. Aku berubah pikiran. Ayo, kita ke Thunder Burger saja,” jawab si remaja pirang yang tak lain adalah Uzumaki Boruto.

“Apa-apaan kau ini, Baka?! Kita sudah ada di sini. Untuk apa pergi ke tempat lain?!”

“Sarada … tolong!”

Suara bergetar dan perilaku aneha Boruto yang menundukan kepala, enggan menatap lawan bicara membuat Sarada dan Mitsuki saling pandang.

Keduanya sedikit khawatir dengan perubahan sifat yang tiba-tiba, padahal sebelumnya Boruto semangat mengajak mereka makan siang di Ichiraku, sambil mengulas cengiran berjanji akan mentraktir.

“Kenapa?! Apa ada yang salah?” tanya Mitsuki. “Kau melihat sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?!”

“Apa di sana ada Nanadaime dan Shinachiku lagi?!” tebak Sarada.

Respon tubuh Boruto yang tersentak sudah cukup sebagai jawaban. Sekali lagi Gadis Uchiha bertukar pandang dengan Putra Orochimaru. Helaan nafas pun mengalun lirih dan mengubah tatapannya menjadi lembut penuh pengertian.

“Jangan berpikir negatif, Boruto. Nanadaime mengajak Shina-Nii karena mereka maniak ramen, bukan berarti mengesampingkan dirimu,” tutur Sarada.

“….”

Boruto tidak menjawab, hatinya ingin percaya. Namun, rasa sakit membuat pikiran terus menyangkal. Tatapan bangga yang ditunjukan Sang Ayah pada anak lain tidak bisa diterima oleh jiwanya yang memberontak membisikan provokasi negative.

“Kita bisa bergabung bersama mereka. Aku yakin Nanadaime dan Shina-Nii tidak akan keberatan,” saran Sarada.

“Sarada benar,” timpal Mitsuki. “Ini bisa menjadi moment pas untuk mengeratkan hubungan orang tua dan anak.”

“Tidak. Aku hanya akan menjadi pengganggu.”

“Boruto_____”

“Maaf, Sarada … Mitsuki. Aku akan makan siang di rumah saja. Nanti kita bertemu lagi di tempat latihan.”

HATI YANG PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang