Chapter 2. Ulang Tahun Boruto

377 27 7
                                    

Konichiwa Minna-san 🤗 🤗

Jangan lupa tinggalkan jejak lagi, ya?! Untuk membuatku semangat melanjutkan cerita ini.

.
.
.
.
Happy reading 🥰

CHAPTER 2. ULANG TAHUN BORUTO

Hari Ulang Tahun ke 13 …

Seharusnya Boruto tidak perlu berharap Naruto akan datang ke acara perayaan ulang tahunnya. Saat berada di desa saja, Nanadaime tidak pernah menyempatkan diri untuk hadir, apalagi saat kini berada jauh dari Konoha.

Apa yang sebenarnya Boruto pikirkan?!

Penantiannya sia-sia, dia bukan anak yang diinginkan. Dia adalah produk gagal dan mengecewakan. Alasan itulah yang membuat sang ayah mengabaikannya.

“Boruto tolong jangan berpikir berlebihan.”

Sarada berusaha memberikan pengertian. Sebelumnya Tim 7, Tim 5, Tim 10, Tim 15 dan Sumire berbondong-bondong menghadari pesta ulang tahun yang telah disiapkan Hinata dan Himawari.

Putri Uzumaki pun mengundang teman dekatnya yakni Norimaki Eho dan Itomaki Yuina, berharap keramaian itu akan membuat sang kakak terhibur.

Akan tetapi, keabsenan Naruto yang tidak memberi kabar menjadi pemicu utama rasa sakit Boruto.

Himawari tidak bisa lagi berbuat apapun, sehingga meminta tolong Sarada menangani kegalauan sang kakak yang setelah acara meniup lilin langsung beralasan pusing dan berlari ke kamar.

Kini Boruto dan Sarada ditinggal berduaan.

“… mungkin ada kendala yang terjadi di perjalanan.”

“Aku mengerti, Sarada. Tidak papa, aku sudah terbiasa.”

“Tidak kau tidak mengerti,” bantah Sarada menuju dipen kasur Boruto untuk menarik tangan rekan setimnya yang semula rebahan menjadi duduk berhadapan.

“Kau ini keras kepala sekali!” cibir Boruto.

“Tahun lalu kau juga melakukan ini padaku. Menghiburku saat Kuso Oyaji tidak datang. Apa kau tidak lelah melakukan hal ini terus-menerus?! Aku saja lelah, lho. Bodohnya aku yang terus berharap.”

Rancauan tak terkendali dari mulut si remaja pirang membuat Sarada ikut merasakan patah hati. Setidaknya walaupun sering berpergian dalam misi, Sasuke selalu mengirimkan elang yang membawa hadiah tepat di hari ulang tahunnya.

“Tidak papa. Aku di sini. Menangis saja, Bolt!”

Sarada menarik belakang kepala Boruto untuk disandarkan di bahunya, Boruto sendiri tidak menolak, bahkan nama panggilan kecil itu mengantarkan gelombang panas di pelupuk mata.

Boruto hanya merindukan kasih sayang ayahnya seperti saat kecil dulu. Apa itu salah?

“Salad, Bodoh! Kenapa aku harus menangis di bahumu?”

Boruto terkekeh geli dengan suara bergetar menahan tangis. “Aku tidak boleh lemah di hadapan seorang gadis yang akan mengejekku nanti.”

“Malam ini gadis itu tidak akan melakukannya.”

“Benarkah?!” dendang Boruto. “Mungkinkah kau mulai menyukaiku?!”

Sarada tidak terkesan dengan candaan tersebut saat merasakan tetesan air hangat menyerbu kulit putihnya. Dengan tangan kanan terangkat menepuk-nepuk bagian belakang rambut pirang Boruto.

Baka! Bagaimana bisa aku menyukai remaja yang sering menjahiliku? Aku perlu sosok kekasih yang tidak akan mengejek namaku sepertimu.”

“Salad … tomat salad yang … hiks … cengeng ….”

HATI YANG PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang