Chapter 15. Jangan Adikku

213 26 16
                                    

Maaf seminggu terakhir ini aku benar-benar kehilangan motivasi menulisku, ada masalah di real life yang bikin down banget 😔 doa-kan aku bisa melewati ini ya
.
.
.

CHAPTER 15. JANGAN ADIKKU!

"... Bagaimana dengan Himawari?"

Dengan gelisah, Boruto memiringkan tubuh dengan telinga menempel di daun pintu, guna menguping pembicaraan dua orang di balik vynil. Niat hati ke kamar mandi untuk mencari cara melarikan diri, justru terperosok jurang saat nama sang adik dibahas.

"K--kenapa mereka membawa nama Himawari?" gagap Boruto terbata.

Ini bukan kali pertama remaja 14 tahun itu mencoba kabur. Saat Nyonya Uzumaki membawanya keluar kamar untuk beberes, dia nekat melakukan aksi membobol kaca jendela toilet, tapi dipergoki Tuan Konohamaru yang menangkap dan melukai wajahnya.

Begitupun saat dibawa ke tempat ramai, baik itu Lounge Lelang, Colosseum, Club Rainbow, Kasino dan Red Room, Boruto selalu mencari cara melepaskan diri dari jeratan iblis. Tapi apapun yang dilakukan selalu terendus dan berakhir mendapat hukuman.

Namun, si pirang muda tidak pernah jera. Semalam saat menyadari bahwa dia telah ditempatkan di ruang asing, yang kali ini mirip Rumah Sakit Konoha, Boruto berencana minggat lagi.

Tapi Naruto selalu mengawasi, sehingga tidak ada celah untuk pergi, bahkan dari semenjak Nyonya Uzumaki keluar ruangan, Hokage tidak sedikitpun beranjak dari kursi, justru dengan nuansa bersahabat mengajaknya bicara seakan semua baik-baik saja.

Boruto muak!

Mereka terus berakting menjijikkan. Menjebak, menipu, memanipulasi dan mempermainkan jiwa-raga serta kewarasannya tiada henti. Seakan siksaan sebelum ini tidak berarti banyak hal selain keegoisan belaka.

Karena itulah saat manik birunya melihat pintu kamar mandi, tanpa pikir panjang, dia pun meminta izin menggunakan toilet dengan alasan klasik kebelet, dan sang ayah memperbolehkan, bahkan menawarkan bantuan yang ditolak secara halus.

Boruto tidak akan jatuh ke lubang sama, terbuai rayuan buaya penuh tipu muslihat, meski demikian, tidak juga memancing kemarahan yang akan merugikan diri sendiri dengan didikan sadis nan mengerikan.

Dan di sinilah Boruto, berada di dalam kamar mandi dengan tubuh gemetar, manik biru meliar, dan gigi bergemetak mengigiti kuku jari yang polos tanpa kuteks. Apes sekali! Jalan keluar tidak ketemu malah tamparan telak yang didapat.

"Bagaimana ini?!" cicit Boruto. "Karena aku nakal, M-master pasti akan menggantikan posisiku dengan Hima."

Penyesalan tergenang di pelupuk mata berkabut, sepasang kaki bergerak gusar, mondar-mandir tak tentu arah, tangan yang semula terangkat pun naik lebih tinggi memukul kepalanya penuh emosi sarat kekecewaan.

Plak! Plak!

"Bodoh! Apa yang kau lakukan Boneka Sialan?" sembur Boruto. "Kau membuat adikmu kembali menjadi target mereka."

Putra Uzumaki semakin kalut saat terbayang tawa ceria yang dijanjikan akan dijaga seumur hidup, bahkan walau sempat bertengkar mengenai boneka beruang yang berujung Mode Lock On, niat itu tak pernah pudar tergerus waktu. Lantas, gelengan ribut dipersembahkan.

"Tidak! Tidak! Itu tidak boleh terjadi," racau Boruto.

"Aku harus melindungi Himawari!"

Anggota Tim 7 telah membulatkan tekad. Meski kondisi remuk redam, tapi keselamatan adiknya selalu menjadi prioritas, bahkan mengorbankan harga diri dan nyawa pun bukanlah masalah besar. Sang kakak tidak akan gentar, apalagi mundur seperti pengecut egois.

HATI YANG PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang