Chapter 18. Penguntit Mesum

110 10 2
                                    


CHAPTER 18. PENGUNTIT MESUM

"Kakak, maaf! Hima tidak bermaksud menakuti kakak."

Himawari menarik kembali byakugan yang tadi tidak sengaja diaktifkan. Manik biru pun menggantikan pupil mata putih berselimutkan cakra, sedangkan si lawan bicara masih terjebak kekosongan, lalu tersadar saat merasakan usapan lembut di pipinya.

Boruto beringsut mundur. "P--pergi saja, Hima."

"Kak boleh Hima tanya sesuatu?" Bukannya menuruti perintah, gadis cilik itu kekeuh berada di tempat, dia sudah tidak mau lagi menunggu.

"Hima tidak ada waktu untuk bicara," tolak Boruto. "Kau harus pergi sebelum Master mengetahuimu masih ada di sini."

"Hima mohon sekali saja ..."

Boruto mengembuskan nafas kalah, karena meski sudah tidak bertemu setahun, tapi sifat keras kepala adiknya semakin tinggi saja, si pirang muda hanya bisa mengangguk setuju.

"Baiklah. Tapi tolong cepat."

"Hm. Apa kakak percaya Hima?"

Namun, pertanyaan tiba-tiba itu membuat Boruto mengernyit kebingungan. Walau jarak memisahkan, tidak akan menghapus fakta jika mereka bersaudara, dan tentu saja dia akan selalu percaya pada Himawari.

"Kenapa?"

"Jawab saja."

"Tentu."

"Kalau begitu kakak tahu, bukan?! Hima tidak akan menjerumuskan kakak ke hadapan orang-orang jahat."

"Iya, kakak percaya."

"Kalau begitu dengarkan!" Himawari menangkup wajah sang kakak yang kali ini tidak ditepis. "Yang menyakiti kakak itu bukan Papa____"

"Hima itu---"

"Jangan memotong ucapanku." Himawari melotot penuh peringatan. Yang mana membuat Boruto mati kutu, adiknya semakin galak.

"M--maaf."

"Tidak apa. Tapi kakak harus mau menerima kebenaran, bahwa mereka adalah Ninja Pelarian yang memakai teknik Henge dan Genjutsu untuk memanipulasi kakak."

"Bohong!"

"Itu benar, Kak. Papa dan Mama tidak mungkin melakukan hal keji itu pada kakak. Mereka sangat menyayangi kita."

"Itu mereka Hima," sangkal Boruto.

Si Maniak Burger tetap teguh pada pendirian, karena bukan sehari dua hari, dia disiksa oleh orang tua mereka, tapi nyaris setiap waktu. Namun, Himawari tidak kalah keras kepala membantahnya, sehingga duo Uzumaki terlibat perdebatan sengit.

"Hima tidak mengerti, karena kau masih kecil," cicit Boruto pedih. "Tapi aku ... Kakak sudah dewasa. Dan itu ... itu sakit sekali! Aku tidak suka mereka menyentuhku."

"Kakak ...."

Dan aksi cekcok pun diakhiri dengan tangan Himawari yang terkulai lemas. Air mata jatuh mengantarkan duka hati mendalam. Ketakutan jika sang kakak tidak akan kembali membuat Putri Uzumaki tenggelam di dasar samudera.

HATI YANG PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang