💫
Brak!
Rahma menunduk mendengar gebrakan meja yang dihasilkan oleh Vaden. Sekarang pria itu sudah berdiri dari duduknya dan menatap tajam Rahma yang hanya bisa diam dan menunduk.
"Dia sudah bukan tanggung jawabmu lagi! Ini perjanjian antara saya dan kamu, Rahma!" bentak Vaden yang sudah marah sedang Rahma.
"Kamu ingat apa perjanjian kita? INGAT?!"
Rahma mengangguk kecil, "ingat, Pak. Perjanjiannya, saya hanya mengurus Vanza sampai dia masuk SMA, lalu membiarkan dia hidup sendiri dan saya kembali bekerja dengan Bapak," jawab Rahma gugup.
"Bagus, kamu ingat janji itu." Vaden berjalan melangkah menuju Rahma, membuat Rahma semakin menunduk.
"Jangan berani-beraninya kamu keluar dari area rumah saya ini. Kalau kamu keluar tanpa seizin saya dan keluar karena ingin bertemu anak itu, saya akan buat hidupmu sengsara." Ucapnya sangat mengancam, tak ada yang harus dilakukan selain mengangguk.
****
Sagara menjauhkan ponselnya dari telinga, ia menatap Vanza yang menunggu jawaban. Gelengan kecil Sagara membuat Vanza mengernyit bingung. "Nggak bisa, Van. Vaden marah habis-habisan sama Ibu," ucap Sagara.
Sagara memiliki nomor Rahma, dan Vanza sudah tahu semuanya, Sagara telah menceritakannya pada Vanza. Jadi, bisa dibilang Sagara adalah tempat Rahma untuk menanyakan kabar Vanza.
Vanza menghela napas mendengarnya, "udah gue duga. Nggak akan semudah itu."
"Terus, gimana? Kita bakalan tetap pergi tanpa orang tua atau kita nggak datang?" tanya Sagara.
"Datang aja, nggak apa." Vanza naik ke atas motornya dan siap memakai helmnya.
"Tapi—"
"Nggak usah tapi tapian, Sa. Gue bisa jelasin ke wali kelas kenapa gue nggak sama orang tua gue, begitu juga lo. Pikiran lo nggak usah pendek. Bagi rapot nggak harus sama orang tua."
Sagara menghela napas mendengarnya, Vanza masih belum paham perasaannya. Sagara pun memilih untuk mengangguk saja. Sagara naik ke atas motornya dan memakai helmya itu. Lalu, mereka berdua berangkat bersama ke sekolah untuk acara bagi rapot, tanpa orang tua.
****
"Baik, bisa kita mulai, ya. Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan nama saya Yuliana, anak-anak di sini lebih sering memanggil saya bu Yuli, saya adalah wali kelas di kelas Sepuluh IPA dua ini. Selamat pagi, Bapak ibu serta anak didik kebanggaan saya. Sekarang kita ada dititik ini setelah kurang lebih enam bulan belajar di sini, setelah ini kalian akan memasuki semester kedua. Saya sangat bersyukur bisa menjadi wali kelas disini karena anak-anak disini sangat berprestasi dan sangat menggemaskan, kurang bermainnya dan sangat fokus terhadap pelajaran, semua guru memberikan komentar kepada kelas ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVIOR LIGHT
Teen Fiction"Gue selalu berpikir bahwa hidup ini akan terus berjalan tanpa cahaya, tapi ternyata gue salah. Lo datang ke hidup gue, jadi cahaya hidup gue." Vanza. "Gue anak berantakan, nggak ada cahaya di hidup gue, dan gue berpikir nggak akan ada cahaya lagi...