9. Canda Tawa Tanpa Nestapa

13 11 0
                                    

*
*
*

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫

Vinza menuruni anak tangga pada pukul delapan pagi. Gadis itu menggunakan gaun selutut berwarna hitam dan putih. Vinza menghampiri kedua orang tuanya yang sedang makan di tempat makan, membuat Vinza mengernyit bingung. "Papa, mama, kenapa kalian makan di sini? Bukannya Papa dan Mama udah janji mau ikut ke rumah Mozza buat makan-makan?" bingung Vinza.

"Maaf, sayang. Hari ini Papa dan mama harus bekerja. Ini pekerjaan dadakan dan kami harus sampai di Bali sebelum pukul satu siang nanti." Vaden menjawab.

Justru jawaban Vaden membuat Vinza merasa marah dan sedih. "Papa dan mama udah janji sama Vinza. Semua orang tua teman-teman Vinza mau datang ke rumahnya Pak Mahen, Pah. Terus ke mana orang tuanya Vinza?" Vaden dan Vlora menghela napas mendengarnya.

Terlihat sekali jika Vinza kecewa, membuat Vlora merasa bersalah. "Maaf banget, sayang. Papa dan mama beneran ada pekerjaan mendadak hari ini. Ini juga demi perusahaan yang Kakek kamu bangun semakin berkembang," sahut Vlora.

Vinza menggeleng tak menyangka. "Jadi, pekerjaan lebih penting dari pada Vinza?"

"Papa dan mama sendiri yang bilang, Papa dan mama bakal ikuti apa kemauan aku. Tapi ini nggak, Papa dan mama bohong!" Vinza hendak pergi, tetapi dengan cepat Vaden menahan.

"Dengarkan Papa dulu, Vinza Mahveendra." Tegas Vaden.

****

Sagara dan Vanza menatap rumah besar milik Mahen, mereka melihat banyak mobil yang menjajar di depan rumah itu, dan hanya mereka yang menggunakan motor. Sagara dan Vanza merasa iba untuk masuk ke dalam, karena mereka tidak memiliki orang tua. "Kita nggak punya orang tua, Van. Bokap di penjara dan nyokap angkat lo nggak bisa keluar dari rumah itu," ujar Sagara.

Vanza menghela napas, lalu memegang tangan Sagara yang terhalang oleh sarung tangan, Sagara dan Vanza mengenakan sarung tangan, karena mereka mengendarai motor, dan pastinya sinar matahari akan membuat tangan mereka hitam. "Masuk aja. Gue gak peduli." Ajak Vanza.

Sagara dan Vanza sudah di depan pintu utama yang terbuka lebar. Mereka mendengar suara canda tawa di dalam sana, membuat mereka menghentikan langkah mereka. "Van, gue nggak yakin bakal kuat di sini. Nanti kalau gue ditanya kemana orang tua gue, gimana?" panik Sagara.

"Jawab aja nggak punya," cetus Vanza. Sagara mengangguk. "Masuk." Ajak Vanza.


Sagara dan Vanza masuk ke dalam, seketika tawa terhenti dan seisi rumah memandang kepada Sagara dan Vanza. Ayah dan ibu Nicholas Andrean Reynaldo Andre Reynaldo-Reandra Siagian, mereka tersenyum melihat Sagara dan Vanza.

SAVIOR LIGHT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang