32. tentang pekerjaan paruh waktu

361 35 1
                                    

"Kudengar Taehyung ada wawancara beberapa hari lalu."

Taeyong hampir menyemburkan kopi yang ia minum ketika mendengar ucapan Doyoung. Dia menaruh gelas berisi kopi itu di atas meja kayu dengan tatapan yang penuh terarah kepada Taehyung yang sibuk mengedit hasil jepretannya pagi ini.
"Apa? Taehyung ada wawancara?! Apakah itu mengenai magangmu, Taehyung?" ucapnya dengan alis mengerut.

Taehyung menoleh untuk menatapnya, tapi tak memberi jawaban. Dia kembali dengan laptopnya dan beberapa foto yang masih akan ia edit—menghilangkan orang-orang yang tak sengaja terjepret oleh kameranya saat ia membidik sebuah pemandangan.

Seperti yang diketahui, Taehyung tak pernah dan tak suka memotret orang. Tapi dia akan dengan senang hati melakukannya jika itu adalah Jungkook.
Alasannya dia sendiri tak tahu. Yang pasti dia hanya ingin memotret manusia jika itu Jeon Jungkook.
Taehyung pikir ini sebabnya dia meragu untuk menjadi seorang fotografer yang harus siap mengambil gambar banyak orang. Dia ... tak nyaman.

"Tunggu, dari mana kau mendapatkan wawancaranya? Perusahaan kreatif seperti Jimin?" Kini Joshua yang melemparkan pertanyaan padanya. Pemuda berdarah campuran Korea dan Amerika ini bertanya sambil menudingkan pena.

Dengan itu Taehyung menggeleng. Dia menyesap kopinya sebentar membuat empat orang rekannya di ruangan itu memasang ekspresi semakin penasaran.
"Tidak, teman-teman. Ini wawancara untuk pekerjaan paruh waktu."

Rahang mereka semua jatuh ketika mendengarnya. Taeyong benar-benar menyemburkan kopi dari dalam mulutnya kali ini. Mereka terkejut setengah mati.
Tidak, tunggu! Ini bukan hal sepele bagi mereka. Bagaimana bisa Taehyung memiliki niatan untuk melamar pekerjaan bahkan sebelum lulus dari dunia perkuliahan?

Mereka tahu sekali Taehyung adalah putra tunggal dari pasangan suami istri yang sangat berkecukupan atau lebih jelasnya lagi adalah kaya raya. Tidak bekerja setelah kuliah bukanlah hal yang memusingkan untuk orang seperti Taehyung, sebab dia hanya tinggal menunggu peralihan jabatan dari perusahaan kedua orang tuanya jatuh ke tangannya.
Jadi, mereka agak terkejut menemukan fakta bahwa Taehyung yang jelas-jelas bergelimang harta memilih untuk bekerja paruh waktu dan menghasilkan uangnya sendiri setidaknya untuk makan sehari-hari.

Oke, baiklah. Mereka jadi semakin minder.

Joshua berdehem. Dia menatap Taehyung sambil melemparkan kotak tisu ke arah Taeyong yang masih melongo. "Pekerjaan paruh waktu? Kenapa harus sekarang dari semua waktu yang ada?"

"Aku pikir ini akan menjadi latihan yang bagus untuk mencari pekerjaan yang sebenarnya setelah lulus kuliah nanti. Tapi aku tak lolos dalam wawancara." Taehyung menjawab dengan jemari yang fokus mengitari pinggiran gelas putih di hadapannya. Tidak ada kesedihan dalam nada suara itu. Dia seperti sudah menduga bahwa ini akan terjadi.

"APA?!!" Doyoung melotot tak percaya. Dia bisa merasakan jerih payah Taehyung hanya dengan melihat bahunya. Ketidakadilan dunia ini harusnya tidak diberikan kepada Taehyung, kan?
"Kalau begitu aku juga akan mencari pekerjaan paruh waktu."

Taeyong mengernyit. "Apa? Tiba-tiba?"

"Mencari pekerjaan paruh waktu seketika menjadi suatu kepopuleran di klub kita?" lanjut Joshua sembari terkekeh melihat wajah gigih yang ditunjukan oleh Doyoung.

Taeyong benar-benar tidak habis pikir dengan Doyoung yang punya sifat mudah terpengaruh. Yah walaupun kali ini dalam hal yang positif. Dia hanya tak tahu apa yang dipikirkan temannya itu.

"Hey, ayo kita makan sebelum pulang." Taeyong berseru dan dibalas anggukan antusias dari Doyoung dan Joshua. Kemudian ia bangkit. "Jimin, Taehyung. Bagaimana dengan kalian berdua?"

"Maaf, aku makan di rumah hari ini." Taehyung dengan hati-hati menolak ajakan Taeyong yang mana pemuda itu telah menyodorkan kupon makan di restoran dekat universitas.
Sayangnya, Taehyung harus pulang untuk kali ini. Sudah beberapa hari dia makan di luar. Dan harus menyaksikan Jungkook yang kelaparan saat pulang ke rumah sementara dirinya memiliki perut yang penuh dengan makanan restoran.
Dia merasa bersalah.

"Benarkah?"

Taehyung mengangguk pada Taeyong dan menunjukan catatan kecil berisi daftar menu makanan yang akan ia masak saat sampai di rumah. Hanya meyakinkan temannya itu bahwa dia punya rencana lain yang telah diputuskan.

"Aku juga ada urusan setelah ini." Jimin menimpali. Dia menutup buku yang sebenarnya sama sekali tak ia baca, hanya membolak-balik halaman itu sembari sesekali melirik Taehyung di hadapannya.

Taeyong mengambil ransel kecilnya. "Baiklah, aku mengerti dasar orang-orang sibuk."

"Kalau begitu kami duluan." Joshua sudah bersiap untuk memutar daun pintu.

"Ayo makan!" Doyoung segera menarik ransel Taeyong hingga pemuda itu hampir jatuh kemudian mengeluarkan kata-kata kasar dari mulutnya.

Taehyung dan Jimin tertawa kecil hingga pintu ruangan tertutup sempurna.
Hening kembali melanda, baik Taehyung maupun Jimin sama-sama tak tahu harus bersikap bagaimana dan memulai pembicaraan seperti apa.

Jimin berdehem singkat. Menatap Taehyung yang kembali fokus pada pekerjaannya tanpa ada niatan ingin membuka obrolan dengannya. Itu membuat hati Jimin tercubit sebelum akhirnya dia melontarkan tanya pada Taehyung.
"Apakah kau kesulitan saat interview? Seperti tersandung kata-katamu sendiri?"

Taehyung mendongak. Dia menunjukan senyum pada Jimin untuk mengejek dirinya sendiri yang masih begitu payah.
"Iya," jawabnya sembari mengangguk.

"Jadi mereka tidak menerimamu karena itu? Jika benar begitu, artinya mereka bahkan tidak lebih berharga daripada waktu yang kau korbankan untuk interview tersebut." Jimin menaruh buku di tangannya pada rak kecil di belakang. Dia tak suka mendengar fakta bahwa masih banyak orang yang tak mau memahami Taehyung hanya karena cara bicaranya yang 'terkadang' memusingkan.

"Terima kasih, Jimin."

Jimin mengangguk. "Tapi aku juga terkejut mendengar bahwa kau menginginkan pekerjaan paruh waktu. Maksudku bukan karena kau tak pantas untuk bekerja, tapi yah kau tahu kan?—orang yang terlahir kaya sepertimu kebanyakan tidak memusingkan hal seperti ini."

Taehyung terkekeh. Dia jelas paham dengan maksud dari ucapan Jimin.
"Aku tidak mau seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir, jika menemukan pekerjaan paruh waktu saja aku tak bisa, bagaimana dengan pekerjaan yang sebenarnya. Terdengar mustahil untukku."

Jimin mengangguk-anggukan kepalanya. Jemarinya diketuk-ketuk pada permukaan meja, dia menelisik makna lain dibalik kalimat yang Taehyung lontarkan barusan. Dan dia cukup paham bahwa Taehyung enggan meneruskan bisnis besar orang tuanya. Dia jelas tak memiliki minat di situ. Oleh karena itu dia berusaha mencari pekerjaan lain yang setidaknya dia minati untuk melanjutkan hidupnya di masa depan. Tapi sayang dia tak kunjung menemukannya.

"Taehyung." Jimin mengambil tasnya, mencari sesuatu dari dalam situ. "Mengapa kau tidak mencoba mendaftar pada kontes ini? Min Yoongi adalah ketua jurinya." Jimin mendekati Taehyung dan menunjukan sebuah brosur kepada pemuda itu. "Lihat? Kau tentu sering melihat foto orang ini di mana-mana, kan?"

Jimin menatap pemuda itu, dia langsung menemukan keraguan di sorot mata itu begitu melihatnya.
Jimin tahu tak ada yang lebih baik bagi Taehyung selain dunia fotografi. Jimin begitu paham betapa cintanya Taehyung pada kamera. Ini adalah satu-satunya cara untuk Taehyung menemukan pekerjaan tetapnya bahkan setelah lulus dari universitas. Ini akan berhasil, Taehyung itu pemotret handal baginya.

"Kau akan baik-baik saja, Taehyung." Jimin menepuk pundak lebar itu dengan kuat. Berusaha meyakinkan bahwa tak ada salahnya untuk mencoba. "Foto-foto yang kau ambil luar biasa mengagumkan. Aku merasa sayang sekali jika kuliahmu berakhir sia-sia dengan kau yang bekerja pada lain bidang. Jadi ini, ambilah." Dia menyodorkan brosur itu lagi pada Taehyung.

"T-terima kasih. A-akan kupikirkan lagi." Dia menjawab tanpa menerima brosur itu. Bukan maksudnya untuk menolak, tapi Taehyung benar-benar tak yakin dengan ini. Dapat dia lihat Jimin menghela napas setelah itu.

"Apakah kau akan memasak setelah pulang dari sini?"

Taehyung mengangguk. "Iya. Tapi aku juga harus pergi ke suatu tempat

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

-10 Februari 2024-

feedback berupa vote dan komen akan sangat dihargai.

with lots of love, ayi.

pulchritude • tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang