"Kehilangan dia yang kamu cintai, sama dengan kehilangan kebahagiaan."-Al Jendra Malsa Raharja.
________
Matahari bersinar cerah pagi ini. Jendra mengerjapkan matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Hari ini rasanya ia malas sekali untuk pergi ke sekolah. Namun, jika ia tidak bersekolah, maka nanti Edgar akan memarahinya habis-habisan.
Jendra bangun dari kasur king size-nya. Ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
Tepat pukul 07.23 wib, Jendra baru sampai di SMA Galaksi. Tentu saja ia terlambat. Satpam sekolahnya menjadi saksi betapa lelahnya ia membukakan pintu untuk Jendra dan teman-temannya yang suka sekali datang terlambat.
"Jen... Jen, jadi murid kok doyan banget terlambat," ucap Satpam sekolah sambil membukakan pintu gerbang untuk motor Jendra masuk.
"Teman-teman saya udah pada masuk sekolah belum, Pak?" tanya Jendra, tidak menggubris pertanyaan dari satpam sekolahnya itu.
"Udah, barusan saya bukain gerbang untuk Narendra, " jawab Satpam dengan raut wajah kesal.
"Narendra barusan masuk?" Jendra merasa heran karena tidak biasanya Narendra terlambat hingga lima belas menit lebih.
"Iya, katanya habis bantu murid perempuan di sini antar motornya yang mogok ke bengkel. Narendra juga berangkat bareng murid itu. Namanya siapa ya? Saya lupa deh, tapi kayaknya anak baru," ujar Satpam itu yang membuat Jendra kembali berpikir dan bertanya-tanya dalam hati.
"Ya udah. Makasih Pak," ucap Jendra, lalu ia mendorong motornya masuk ke dalam sekolah.
Usai memarkirkan motornya di lahan parkir khusus siswa yang letaknya dekat dengan halaman luas SMA GALAKSI yang biasa dipakai untuk upacara hari senin, Jendra berjalan menyusuri koridor yang mengarah menuju ke kelasnya. Kelas 11 IPA-1, yang merupakan kelasnya itu berada di lantai dua gedung paling pojok di sekolah. Ya cukup jauh letaknya dari gerbang sekolah.
Tepat di depan ruang laboratorium kimia, Jendra bertemu dengan Revano. Revano Alendra. Tetangga Lovela sekaligus Ketua OSIS SMA GALAKSI.
Mereka berdua saling menatap dengan tajam dan dingin. Jendra menghentikan langkahnya, begitu pun dengan Revano.
"Gue perhatikan lo sama sekali enggak ada usaha buat cari pelaku pembunuhan dia. Atau jangan-jangan lo sendiri dalangnya?"
Kedua tangan Jendra terkepal kuat. "Lo jangan asal nuduh ya, anjing! Lo pikir gue enggak usaha buat nyari pelaku itu? Orang-orang suruhan gue masih cari sampai sekarang kalau lo mau tahu!"
Revano berdecih. "Gue masih enggak terima ya, Jen. Gara-gara lo, dia meninggal. Lo itu secara enggak langsung sama aja ngebunuh dia. Semua gara-gara lo. Kalau lo enggak ngajak dia ketemu waktu itu, mungkin sekarang dia masih ada, anjing!"
Jendra menghembuskan napas berat. "Shella meninggal bukan karena gue, Vano! Dia-"
"Bacot lo, bangsat!" Revano menonjok keras rahang Jendra, membuat tubuh Jendra terhuyung ke belakang tetapi tidak jatuh.
Jendra melonggarkan ikatan dasinya, lalu melangkah maju dan membalas pukulan Revano tidak kalah keras. "Gue sama sekali enggak chat dia buat ketemuan apalagi di tempat itu! Hape gue dibajak, anjing! Berapa kali gue jelasin ke lo, hah?"
Jendra mencengkeram kuat kerah seragam Revano. "Bukan cuma lo yang merasa kehilangan, gue juga sama! Gue juga nyesal karena lengah waktu itu. Gue nyesal engga jagain dia dengan baik. Tapi bukan berarti lo bisa nyalahin gue seenaknya kayak gini! Waktu itu lo juga engga ada kan? Gue pacarnya, Vano! Perasaan gue jauh lebih sakit dan menderita!" tekan Jendra.

KAMU SEDANG MEMBACA
AL JENDRA
Genç KurguAl Jendra Malsa Raharja, ketua geng Victor yang sama sekali tidak tertarik dengan namanya perempuan. Namun, seorang gadis yang tiba-tiba hadir dan mengusiknya membuat dirinya perlahan berubah. Lovela Angelina Cheryl, gadis tomboy yang mampu meruntu...