Aku benci Haris, itu satu fakta mutlak yang ada di hidupku.
Dan sekarang aku semakin membencinya ketika dia mengatakan tidak bisa mengantarku pulang karena sparing basket dengan tim sekolah lain.
"Kata lo gak jadi! Gimana sih!" Aku menggerutu hampir menjambak rambutnya kalau tidak ingat ini di lingkungan sekolah.
"Dih, enggak ada yang bilang gak jadi ya. Itu mah mau lo aja," ucap Haris tanpa rasa bersalah.
"Terus sekarang gue gimana banci!"
Haris terdiam sebentar sebelum menjawab. "Nungguin gue bubaran mau?"
Aku menggeleng dengan tatapan tak percaya. Bisa-bisanya dia menyuruhku untuk menunggunya. "Dih! Dipikir lo presiden pake gue tungguin segala."
Selain karena aku malas pulang larut, alasan utamaku adalah menghindari semua aspek kehidupan yang terdapat sosok Edgar di dalamnya. Sudah pasti basket adalah target utamaku.
Apalagi sejak kejadian kemarin malam saat aku tidak sengaja menaruh like pada semua postingannya. Aku benar-benar tidak punya wajah untuk bertemu Edgar, bahkan saat kami di kelas pun aku memilih duduk di paling depan meja guru yang tentu dihindari cowok-cowok seperti Edgar.
Sebagai info saja, Edgar tidak mem-follback instagramku sejak kemarin.
Memang dasar manusia jahat! Bahkan Fir'aun saja kalah dengan sosok Edgar Rasyad itu!
"Yaudah pulang sendiri lah, jomblo masa gak bisa apa-apa sendiri."
Aku memukul lengan Haris. "Ih! Lo nganterin gue balik dulu emang gak bisa?"
"Dih! Dipikir presiden lo pake anter jemput segala." Lihat, kan? Berani-beraninya dia mencuri kalimatku. Dasar tidak kreatif. "Sama Bang Edi aja gimana? Sekalian lo pedekate tuh, jangan cuma stalk ig doang," usul Haris yang membuatku mendelik.
"Diem gak lo!"
"Dih seriusan nih. Gue bantu ikhlas buat kakak gue tersayang." Aku berdecih pelan, namun sayangnya belum sempat aku mengeluarkan suara lagi, Haris sudah berteriak. "BANG EDGAR!"
Mataku seketika membulat, benar-benar ingin mencakar Haris sekarang juga. Aku mengikuti arah pandangnya, menemukan Edgar di pinggir lapangan basket sedang menatap kami. Cowok itu melempar bolanya dan berjalan mendekat. Sialan Haris, awas saja, akan aku rusak semua lego-nya di rumah.
"Kenapa, Ris?" Kini Edgar berada di sampingku, ingatkan aku untuk tidak melemparkan bola basket ke kepalanya.
"Anterin kakak gue balik mau? Gue mau sparing sama anak sebelah."
Aku bisa merasakan tatapan Edgar terarah padaku. "Lo gak ada barengan?" tanyanya datar.
"Hm, gak ada," jawabku pelan tanpa menoleh.
"Yaudah sama gue aja." Aku tidak tahu harus menganggap jawaban Edgar sebagai keberuntungan atau kesialan. "Kebetulan urusan gue disini dah selesai."
"Nah kan, orangnya aja mau nih. Elo-nya kebanyakan gengsi, Kak," ucap Haris yang tentu saja langsung kuhadiahi tendangan pada betisnya. Heran deh, Haris tuh cowok kenapa mulutnya lemes banget sih!
Edgar terkekeh bersamaan dengan aku yang merasakan usapan lembut di kepalaku. WHAT? APA INI?! Aku langsung menoleh pada Edgar yang disambut oleh senyuman manis miliknya. "Sebentar gue ambil tas sama motor dulu di langit. Tunggu satu abad."
AYO NANA! KAMU HARUS KUAT!
Aku berusaha menguasai diri. "Garing tau gak."
Setelah Edgar berlalu pergi dari hadapan kami, Haris langsung menyikut lenganku. "Lo kalau jadi sama Bang Edi, jangan lupa pj ke gue. Paling berjasa nih."
Aku mendelik. "Najis banget."
Tidak ada dalam rencana hidupku sedikit saja untuk berpacaran dengan Edgar. "Udah ah, mending gue balik sendiri daripada nungguin satu abad," ujarku langsung melangkah cepat menuju gerbang sekolah. Mengabaikan Haris yang terus memanggilku di belakang.
Namun belum ada sepuluh langkah aku keluar dari gerbang sekolah, sebuah suara tak diundang terus mengikutiku.
"Nana, kok kabur?" tanpa menoleh aku pun tahu siapa pemiliknya.
"Neng, gak jadi bareng?"
BISA GAK SIH LO PERGI! DASAR EDI PURWANTO!
Aku terus mengabaikan suara Edgar. "Padahal abang udah bawain kereta kencana paling mewah se-Indonesia. Mobil presiden aja kalah."
"Neng, kalau mau pulang bareng abang nanti gratis follback."
Langkahku terhenti seketika, aku menoleh dengan mata melotot. "Diem gak lo!"
Tuh kan! Sudah kuduga, Edgar pasti notice. Serius, karung mana karung, tolong culik aku sekarang. AKU MALU!
"Makanya ayo balik bareng, nanti gue bonusin boom like juga deh."
Aku menggenggam tali tasku erat, menahan jari-jariku agar tidak mencakar wajah Edgar. "Bodoamat! Nyebelin tau gak lo!"
Aku langsung berbalik tanpa menghiraukan panggilannya, sekilas aku pun dapat mendengar suara tawanya yang cukup kencang. Sumpah Yuana! Ngide banget sih lo nge-like semua postingan dia! Mana segala di follow lagi. Bego banget ih! Malu kan lo.
"Iya, iya, maaf." Suara itu datang lagi dari sebelahku. Ngapain sih dia kurang kerjaan sekali menuntun motornya seperti itu. Lebih baik dia pergi dari hadapanku sekarang, aku malah lebih bersyukur.
"Tapi gue serius ini, ayo pulang bareng. Itung-itung ini usaha gue pedekate sama lo," ucap Edgar membuatku kembali berhenti. Aku menoleh seraya menghela nafas pelan.
"Edgar, stop bercanda. Lo gak pernah suka sama gue. Lo cuma kalah dari TOD itu, jadi berhenti gangguin gue."
Wajah Edgar tidak terkejut seperti beberapa hari lalu, mungkin karena ia sudah mempersiapkan diri saat aku tahu semua rencananya. "Oh jadi lo udah tahu," ucapnya datar. "Tapi gue juga berencana nembak lo sih walau tanpa TOD itu."
"Gue serius suka sama lo, Nana." Edgar menatap lekat mataku. "Itu gue ngomong pakai bahasa manusia loh, masa lo gak ngerti."
"Perlu gue pakai bahasa Bebek? Wekwek wek wekwek wek wek wekwek wek."
SIAL! PADAHAL AKU SUDAH MENGANGGAPNYA SERIUS TADI!
"Apasih anjir, gila ya lo."
Edgar terkekeh pelan. "Lagian lo sih gak percaya sama gue."
"Tampang lo tampang kriminal sih," balasku menoyor kepalanya pelan tanpa sadar.
"Yaudah ini jadi gak pulang bareng. Udah sore loh ini, mendung juga lagi. Yakin mau sendiri?" tawar Edgar sekali lagi. Aku serius ingin menolaknya, tetapi ada apa dengan mulutku sekarang. Kenapa kata 'tidak' rasanya sulit sekali keluar.
"Lo serius ngajak gue pulang bareng?" Bodoh Yuana! Kenapa malah kalimat itu yang keluar sih.
"Engga, gue ngajak lo nanem padi bareng."
"Ih!" Aku menghentakkan kaki kesal. Kenapa Edgar itu sulit sekali diajak serius sih.
"Lagian pake nanya. Udah buru naik. Timbang naik motor doang susahnya kayak disuruh naik haji ni cewek."
"Bacot kamu ya!" cetusku kesal namun tubuhku malah bergerak sendiri naik ke atas motor matic milik Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid In Love
Teen FictionYuana tidak manyangka hari-harinya akan berubah sejak sosok Edgar si cowok absurd itu tiba-tiba menyatakan perasaan padanya. Malah dia nekat menunggu jawaban darinya selama satu bulan. Walau begitu, apakah satu bulan itu benar-benar waktu yang cukup...