Aku tidak melihat Edgar seharian ini, mungkin karena ia semakin sibuk dengan turnamen basketnya, belum lagi ... aku baru tahu ini dari Chandra kemarin kalau Edgar itu ketua ekskul basket.
Selama hampir dua tahun aku sekelas dengannya, aku tidak pernah membayangkan kalau cowok seperti Edgar bisa menjadi seorang ketua ekskul. Akan jadi apa ekskulnya?
"Na, apa? Mie ayam atau bakso?" Suara Elle kembali membuatku terfokus. "Gue minumnya es teh aja ya."
Saat ini jam terakhir kelas kami sedang tidak ada guru, jadilah aku dan Elle melipir ke kantin akibat istirahat tadi aku tidak sempat makan karena ada urusan di studio musik.
"Gue mie ayam aja deh. Lagi pengen makan mie. Sama minumnya jus mangga ya," ucapku menyebutkan pesanan. "Lo yang pesen, kan? Gue mau ke kamar mandi sebentar."
Elle berdecak pelan namun tak urung mengangguk. Sementara aku bangkit keluar cafetaria menuju lorong kamar mandi lantai satu. Namun aku tidak sadar bahwa langkah kakiku membawaku mememutar melewati ruangan lapangan basket indoor.
Aku tanpa sadar mengintip sedikit, ada beberapa anak yang sedang berkumpul namun mereka mengenakan seragam berbeda dari tim basket sekolahku. Aku mengernyit kecil hingga sebuah suara sukses mengagetkanku.
"Yuana?"
Aku menoleh kaget, namun, keterkejutanku bertambah berkali-kali lipat begitu melihat seseorang yang berada di hadapanku sekarang. "Loh? Arsen?"
Situasi macam apa ini?! Bagaimana bisa ada Arsen di sekolahku?
"Lo ngapain di sini?" gumamku tanpa sadar.
Arsen tersenyum kecil, senyumnya masih sama persis seperti yang aku ingat dulu. "Gue kan tanding basket sama sekolah lo hari ini."
WHAT? TANDING BASKET!?
Aku melirik ke arah seragamnya, baru sadar kalau seragam yang dipakai Arsen sama dengan seragam cowok-cowok basket yang ada di dalam lapangan tadi.
"Ternyata lo sekolah di sini?" ucap Arsen kini giliran meneliti seragamku. "Gimana kabar lo?" tanyanya lagi.
Aku berdeham kecil seraya membuang wajah enggan menatap Arsen. "G-gue baik. Lo sendiri gimana?" tanyaku basa-basi.
"Hm ... setelah lo putusin secara sepihak beberapa tahun lalu, sampai sekarang gue masih sibuk menata hati sih," ujar Arsen.
Mataku melotot melirik ke arah sekitar takut-takut ada yang mendengar sebelum kembali menatapnya.
Sedetik kemudian Arsen tertawa. "Bercanda, gak usah panik gitu mukanya," ujarnya dengan tangan yang terulur ingin menyentuh rambutku, namun dengan cepat segera aku tepis.
Aku heran, kenapa tanganku tak bergerak segesit ini saat bersama Edgar kemarin-kemarin.
Arsen tersenyum miris, tetapi aku sama sekali tidak bersimpati. "Ya lo lagian ngomongnya gitu," protesku.
"Lah gue kan ngomong fakta."
Aku mendengus kencang. "Terserah."
"Uhm, Na. Gue boleh ngomong sesuatu?" tanya Arsen lagi. Entah kenapa aku bisa merasakan sedikit perubahan suasana dan atmosfer di sekitarku.
"Apa?"
Arsen terdiam sebentar menatapku, ia terlihat menimbang-nimbang perkataan yang akan keluar dari mulutnya membuatku mau tak mau semakin penasaran. "Gue baru tahu tentang Alin yang ketemu lo. Gue minta ma─"
"Udahlah gak usah dibahas." Aku memotong tegas. "Gue udah lupa, itu udah lama banget."
Arsen mendongak buru-buru membalas. "Tapi gue minta maaf atas nama dia, dan atas nama gue sendiri karena waktu itu gue malah nuduh lo yang enggak-enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid In Love
Fiksi RemajaYuana tidak manyangka hari-harinya akan berubah sejak sosok Edgar si cowok absurd itu tiba-tiba menyatakan perasaan padanya. Malah dia nekat menunggu jawaban darinya selama satu bulan. Walau begitu, apakah satu bulan itu benar-benar waktu yang cukup...