11. Tanggung Jawab

44 13 3
                                    


Aku memesankan bubur untuk Edgar makan, untung saja kantin sepi karena bukan jam istirahat jadi aku bisa bergegas kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memesankan bubur untuk Edgar makan, untung saja kantin sepi karena bukan jam istirahat jadi aku bisa bergegas kembali. Namun yang menjadi masalahnya adalah, kenapa aku harus bertemu Arsen jelek ini di persimpangan lorong. 

Aku bukan membencinya, tapi untuk sekarang, aku benar-benar tidak mood untuk melihat wajah Arsen.

"Hai, Na. Ketemu lagi kita," sapanya sambil tersenyum dengan jersey sekolahnya yang sudah terpakai. Sepertinya sekolah pemuda itu mendapat giliran tanding pertama.

"Ya kan lo di sekolah gue," jawabku singkat. "Sekolah lo udah main?" lanjutku basa-basi.

Arsen menggaruk tengkuk kepalanya terlihat sedikit canggung. "Haha iya, lo nonton basket? Sejak kapan lo suka basket?"

"Ha? Eung ... gue emang suka basket dari dulu."

"Oh ya? Kok gue gak tahu." 

Aku tertawa canggung ingin pergi dari sini secepatnya. "Iya ya, lo gak tahu. Gak penting juga."

"Eh btw, tim sekolah lo keren juga tadi." 

HAHA IYA LAH YANG NGATUR AJA SAMPE AMBRUK DI UKS.

"Oh ya? Tadi gue belum nonton si," ucapku jujur karena memang sejak selesai istirahat pertama, aku langsung berlari menuju UKS tanpa memikirkan apapun.

"Nanti mereka main lagi kok, lawan tim sekolah gue. Jangan lupa nonton ya."

"Haha iya kalau sempet." Sumpah percakapan kami garing sekali, dan aku sudah ingin mengakhiri semuanya, namun Arsen lagi-lagi malah lebih dulu menyela.

"Oh iya soal yang chat waktu itu." Aku tidak tahu Arsen se-tdiak tahu malu ini mengungkit tentang hal itu. "Lo udah punya cowok, Na?" tanyanya padaku.

Aku tidak suka berbohong, namun hari ini izinkan aku jadi pembohong ulung. 

"Iya, udah."

"Anak sekolah ini?" Wajah Arsen terlihat kaget.

"Lo gak perlu tahu."

"Ya siapa tahu dia perlu tips-tips menaklukan hati lo." Mataku langsung melotot.

HAH? Andai saja aku bisa melakukan kekerasan di sekolah, sudah ku cakar mukanya dari tadi.

"Bercanda, Na. Muka lo lucu banget sih kalau kesel gitu."

Sumpah aku butuh kantong kresek sekarang! Perutku rasanya benar-benar mual.

"Hahaha, iya. Eh sorry ya, Sen, gue buru-buru." Sekali lagi dia menahanku, benar-benar akan aku jorokin tubuhnya ke lantai. "Cowok gue lagi sakit di UKS."

"Eh? Sakit? Cowok lo ketua basket kah?" tanya Arsen tiba-tiba membuatku mengernyit.

"Hah?"

Arsen menggaruk batang hidungnya seperti ragu-ragu mengatakan sesuatu. "Tadi pagi gue ngeliat ketua basket sekolah lo pingsan di lapangan. Gue bantu gotong ke UKS. Gue kira cowok lo dia, bukan, ya?"

Stupid In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang