Aku langsung berlari menuju UKS ketika tidak sengaja mendengar obrolan anak-anak basket bahwa Edgar sempat pingsan saat berbicara dengan pelatih tadi pagi. Di UKS aku bertemu Chandra yang menunggunya seraya memainkan ponsel. Aku tidak tahu kenapa, namun sejak tadi pagi aura Chandra benar-benar tidak bersahabat padaku.
Tak lama setelah itu, Chandra meninggalkanku berdua dengan Edgar karena ia harus memimpin tim basketnya yang bertanding hari ini sekaligus menggantikan jobdesc Edgar untuk mengurus beberapa keperluan lain.
Sebelumnya aku sempat menghubungi Elle untuk mengurus surat dispensasi atau apapun itu karena aku ingin menemani Edgar di sini. Oke, untuk meluruskan, ini sebagai bentuk tanggung jawab rasa bersalahku karena sepertinya aku juga turut andil dalam membuat Edgar sakit seperti ini.
Selang beberapa saat, aku melihat Edgar mengernyitkan kening seraya mengerang kecil, matanya mengerjap beberapa kali sebelum benar-benar terbuka. Aku langsung membantunya duduk dan memberikannya segelas air putih.
"Lo gak papa?" tanyaku padanya. "Mana yang sakit?"
Edgar sempat terkejut menyadari kehadiranku sebelum kemudian berbicara, "udah gak papa."
Edgar menjawab seperti itu namun ia tak berhenti memegangi kepalanya dan meringis di depanku. Bagaimana aku tidak khawatir.
"Edgar? Lo sakit?" Pertanyaanku terlihat bodoh padahal jelas-jelas aku melihatnya pingsan beberapa saat lalu. "Kata Chandra lo sakit gara-gara gue. Sorry ya, Ed."
Edgar menatapku sambil tersenyum kecil. "Hm, gue agak flu dikit. Bukan gara-gara lo. Gue cuma kecapean dari kemarin ngurus basket."
Bohong! Dia pasti sakit gara-gara hujan-hujanan mengantarku kemarin.
Aku menunduk memainkan rok seragamku. "Sorry ya kalau gue sering ngerepotin."
"Siapa bilang? Gak usah mikir aneh-aneh."
"Ya gimana gue gak mikir aneh-aneh. Kemarin lo nganter gue hujan-hujanan terus balik lagi ke sekolah sampai malem." Jelas saja aku merasa bersalah.
Edgar menggeleng pelan. "Gak sih, emang itu semua tanggung jawab gue. Basket dan lo, semuanya hal yang gue suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid In Love
Ficção AdolescenteYuana tidak manyangka hari-harinya akan berubah sejak sosok Edgar si cowok absurd itu tiba-tiba menyatakan perasaan padanya. Malah dia nekat menunggu jawaban darinya selama satu bulan. Walau begitu, apakah satu bulan itu benar-benar waktu yang cukup...