2. Rumah dan Luka

105 15 4
                                    

Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah mewah bercat putih yang sangat asri, tetapi terlihat sepi. Seorang cowok turun dari mobil dan memandang rumah di depannya dengan tatapan kosong. Rumah itu adalah rumah yang pernah ia tinggali bersama orang tuanya hingga usianya menginjak enam tahun.

Kilasan memori bersama orang tuanya kembali berputar di kepalanya. Saat dimana ia belajar menaiki sepeda yang baru saja dibeli papanya, saat ia belajar menyiram dan merawat tanaman bersama mamanya, saat ia diam-diam bermain hujan dan malamnya langsung demam tinggi hingga membuat kedua orang tuanya khawatir. Ada perasaan rindu dan sakit setiap kali ia menginjakkan kaki di rumah ini. Rindu dengan kenangan manis bersama orang tuanya dan sakit saat mengingat kedua orang tuanya terbujur kaku dihadapan banyak orang.

Sejak kehilangan kedua orang tuanya, ia memilih tinggal di panti asuhan. Liam bertemu banyak orang-orang baik. Bertemu sahabat-sahabat yang senasib dengannya, memiliki keluarga tidak lengkap dan merasa tidak dianggap kehadirannya. Namun, mereka bersyukur dibalik kekecewaan mereka, digantikan oleh kebahagiaan yang berkali kali lipat.

Rumah Liam tidak ada perubahan, masih sama seperti yang dulu. Sejak kepergian orang tuanya, rumahnya ditempati oleh asisten rumah tangga yang dulu mengasuh Liam sejak bayi dan seorang satpam yang merupakan suaminya. Liam bersyukur Bi Mina dan suaminya mau menempati rumah Liam hingga saat ini, apalagi rumah ini masih terawat dengan sangat baik.

Liam menghela nafas panjang lalu memencet bel rumahnya. Meskipun ini adalah rumahnya, tetap saja ia harus menghargai orang yang menempati rumah. Tidak lama setelah itu pintu terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang merupakan asisten rumahnya. Bi Mina menyambut Liam dengan perasaan senang.

Liam memasuki rumahnya dengan langkah berat. Setiap memasuki rumah ini membuat perasaanya tidak karuan. Liam sudah ikhlas atas kepergian orang tuanya. Namun, tidak bisa ia pungkiri perasaan sedih selalu menyelimuti dirinya setiap kali berada di rumah ini.

"Bentar ya, Den. Bibi buatin minum dulu," ucap Bi Mina setelah membukakan pintu.

"Gak usah, Bi. Liam cuman sebentar," tolak Liam sopan, "duduk aja, Bi."

Bi Mina menganggukkan kepala lalu duduk di sofa. "Den Liam udah lama gak nengokin rumah."

"Maaf, Bi. Liam akhir-akhir ini sibuk ujian."

Memang benar, Liam akhir-akhir ini disibukkan dengan ujian kelulusan. Biasanya Liam akan pulang ke rumahnya sekali dalam dua minggu. Namun, setelah dua bulan lamanya Liam baru menginjakkan kakinya kembali ke rumah ini.

"Ujiannya lancar, Den?"

"Lancar, Bi," jawab Liam.

"Syukurlah, Den. Bibi senang dengarnya." Bi Mina lega mendengar jawaban Liam.

Bi Mina bersyukur Liam bertemu dengan orang-orang baik yang sudah menjadi keluarga barunya. Liam tumbuh dengan baik meskipun tanpa didikan orang tua kandungnya.

Kedatangan Liam ke rumahnya karena permintaan dari Bi Mina beberapa hari yang lalu. "Bibi mau ngomongin apa?"

Bi Mina terlihat ragu, Liam memperhatikan gerak gerik Bi Mina yang tampak gelisah.

"Ngomong aja, Bi," ucap Liam meyakinkan Bi Mina.

"Anu, Den ..." Bi Mina menatap Liam sebentar, sangat sulit baginya untuk mengatakan hal tersebut. Liam menganggukan kepala kembali meyakinkan.

"Bibi mau pulang kampung," ucap Bi Mina hati-hati. Ia menatap Liam tidak enak hati.

"Berapa lama, Bi?" tanya Liam yang masih menyangka bibinya hanya pulang kampung untuk sementara.

"Maaf, Den. Bibi bakal menetap di kampung. Anak Bibi mau lahiran, mungkin Bibi juga bakal jagain cucu di kampung," jelas Bi Mina.

Liam terdiam mendengarnya. Dia mengira Bi Mina hanya pulang untuk beberapa hari saja, ternyata dugaannya salah. Itu artinya, setelah ini tidak ada lagi yang menempati rumahnya. Tentu ada perasaan sedih karena Bi Mina dan suaminya sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri.

Seraphic Home | XODIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang