Dirga memandang sekeliling rumah dengan perasaan hampa. Keadaan rumahnya yang sebelumnya ramai, kini sudah sangat sepi. Tidak ada lagi sambutan yang ia terima ketika pulang bekerja, tidak ada lagi pertengkaran-pertengkaran kecil di rumah ini, tidak ada lagi suara-suara yang membuat rumah itu berisik. Tidak ada lagi sarapan dan makan malam bersama sambil bercanda ria dengan anak laki-laki itu.
Suasana rumah Dirga benar-benar berubah 360 derajat. Keadaan yang sangat berbanding terbalik dengan sebelumnya.
Meja makan yang biasanya diisi oleh 10 orang itu, kini hanya tersisa 2 orang saja. Meja yang biasanya dipenuhi oleh banyak jenis lauk, kini hanya beberapa lauk saja.
Benar-benar hening, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Tak banyak obrolan pembuka dan penutup saat waktu makan tiba. Dirga dan Aluna harus terbiasa karena situasi tersebut akan berlangsung selama 2 tahun lamanya.
Mereka harus hidup terpisah untuk dua tahun ke depan. Rasanya Dirga ingin waktu cepat berlalu. Dirga berjanji, jika mereka berkumpul kembali, ia akan memberikan kebahagiaan yang lebih lengkap untuk keluarga yang sangat ia sayangi itu.
"Kamu mau nambah?" tanya Dirga saat makanan Aluna sudah habis.
Aluna menggeleng. "Gak, Pa."
"Gimana dua hari kemarin tidur di rumah Liam? Kamu nyaman?"
"Aluna Nyaman," jawab Aluna.
Aluna menatap Dirga, ada rasa menyesal karena sudah membiarkan Dirga sendirian semalam.
"Maafin Aluna karena udah biarin papa sendiri semalam."
"Gapapa, sayang. Apapun yang buat kamu senang, lakukan saja."
"Aluna di rumah aja sama papa," jawab Aluna.
"Kamu jangan terbebani karena papa, Aluna. Papa gak masalah kalau sendiri di rumah."
Aluna mengangguk. "Mungkin sekali atau dua kali sebulan aja Aluna tidur disana."
"Ya sudah."
"Kapan-kapan kalau papa gak capek kita pulang ke rumah yang sama ya, tapi di rumah Bang Liam," pinta Aluna, berharap Dirga mau mengabulkannya.
"Iya, nanti kita ngumpul disana," ucap Dirga tersenyum hangat.
Apapun yang membuat Aluna bahagia, akan Dirga kabulkan.
Aluna tersenyum tulus menatap Dirga. Aluna sangat beruntung punya ayah yang berusaha merangkulnya, ayah yang sangat berhati-hati menjaga Aluna, yang selalu memperlakukan Aluna dengan lembut layaknya anak kecil. Dirga adalah kepala keluarga yang berhasil mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan baik. Aluna sangat menyayangi papanya itu.
Mengingat kesalahan fatal yang ia lakukan beberapa hari yang lalu membuat helaan nafas keluar dari mulutnya.
"Pa, maafin Aluna udah kabur tanpa izin papa."
Dirga menatap wajah Aluna lekat. Terlihat ada penyesalan di balik wajah itu. Memang itu yang Dirga tunggu, permintaan maaf dari Aluna sebelum Dirga menyinggung persoalan yang membuat ia sempat kecewa itu.
"Papa udah maafin, tolong jangan diulangi lagi, ya? Papa gak mau anak gadis papa satu-satunya sampai kenapa-kenapa, kamu paham kan?"
Aluna mengangguk mengerti. "Iya, Pa. Aluna paham."
Dirga tersenyum karena Aluna selalu menerima nasehatnya. "Aluna, papa mau cari ART yang bakal mengurus rumah ini kedepannya sekaligus bakal jagain kamu kalau papa gak di rumah. Apa kamu keberatan?"
"Gapapa, Pa. Kayaknya kita emang butuh ART mulai sekarang."
Dan juga istri buat melayani papa, batin Aluna. Ia tidak akan berani mengeluarkan kalimat itu di depan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphic Home | XODIAC
Teen FictionTentang delapan anak laki-laki yang mempunyai luka dan trauma karena keluarga. Berusaha menerima takdir yang sama sekali tidak mereka inginkan. Di sebuah panti asuhan, mereka dipertemukan untuk saling menguatkan, bersama-sama menyembuhkan luka dan m...