4. Perpisahan Sekolah

66 14 3
                                    

Di aula sudah berkumpul semua siswa yang akan melaksanakan acara perpisahan sekolah yang didampingi orang tua masing-masing. Delapan orang laki-laki itu sudah duduk rapi di kursi yang sudah disediakan. Ketampanan mereka bertambah berkali-kali lipat karena memakai tuxedo yang pas ditubuhnya. Banyak pasang mata yang terpesona dengan tampilan kedelapan cowok itu.

Acara sedang berlangsung, masing-masing murid menunggu giliran mereka untuk maju ke depan bersama orang tua masing-masing.

Aluna merasa sedih karena kedelapan abangnya tidak didampingi orang tua seperti murid yang lainnya. Seharusnya papanya mendampingi kedelapan abangnya hari ini, tetapi karena urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan membuat papanya tidak bisa menemani mereka. Mereka pasti merasakan perasaan hampa sama seperti apa yang Aluna rasakan sekarang. Mereka memang terlihat tenang. Namun, pikirannya pasti gaduh. Aluna takut, di hari yang seharusnya dirayakan dengan perasaan bahagia, malah membuka luka lama mereka yang sudah mati-matian mereka sembunyikan.

Mata Aluna tidak henti-hentinya menatap bangga pada delapan abangnya yang sangat tampan berkali-kali lipat dari biasanya. Ingin sekali Aluna berlari dari tempat duduknya dan memeluk mereka satu persatu dengan erat.

"Bang Liam CS ganteng-ganteng banget," ucap seseorang di sebelah Aluna pada temannya.

"Iya, milih sambil merem gak bakal nyesel kayaknya."

"Tapi, orang tua mereka mana ya? kasihan banget."

"Lo gak tau? Mereka semua anak panti."

"Sumpah? Gue baru tau. Gue gak jadi deh suka sama mereka."

"Iya, ganteng kalau keluarganya berantakan gue bakal mikir dua kali sih."

Aluna merasa telinganya panas, awalnya ia merasa biasa saja mendengar pembicaraan orang di sebelahnya, tetapi kalimat yang baru saja diucapkan orang disebelahnya membuat Aluna marah.

Aluna menatap dua cewek yang berbicara di sebelahnya dengan tatapan tidak suka. "Lo kalau mau ngobrol mending keluar."

Dua cewek disebelah Aluna langsung menatap Aluna sinis.

"Apa sih!"

"Lo kenapa? Emang ada yang salah sama omongan gue?"

"Lo punya otak kan? Mikir pake otak kecil lo itu!" Aluna langsung berdiri, ia ingin pindah duduk.

Saat Aluna akan melangkah, salah seorang yang bergosip tadi menyandung kakinya membuat Aluna jatuh. Semua orang yang berada di dekat mereka melihat kejadian itu.

"Eh, sorry," ucap orang yang menyandungnya dengan wajah mengejek.

"Kalau jalan pake mata dong," ucap temannya.

Aluna menatap kedua orang itu dengan tatapan tajam. Rasanya Aluna ingin menampar cewek itu. Namun, Aluna tidak ingin mengacaukan acara yang sedang berlangsung.

Aluna perlahan berdiri, lututnya terasa nyeri. Aluna berjalan pelan-pelan mencari tempat duduk yang lebih nyaman. Hati Aluna benar-benar sakit mendengar penuturan dua cewek tadi.

Aluna sudah sampai di tempat duduk yang baru. Aluna menghela nafas berat agar dapat menetralkan emosinya. Lebih baik Aluna mengalah dari pada menciptakan kenangan buruk di hari bahagia kedelapan abangnya.

Kedelapan cowok itu memperhatikan ke panggung saat seorang murid laki-laki sedang sesi foto bersama dengan kedua orang tua. Senyum bahagia terpancar dari ketiga orang itu. Tidak dapat dipungkiri, mereka iri melihat pemandangan di depannya. Wajah yang terlihat tenang itu sedang berusaha menutupi luka yang kembali terbuka. Disaat orang-orang lain bahagia di hari kelulusan mereka, kedelapan laki-laki itu merasa biasa saja. Mereka berusaha terlihat baik-baik saja walaupun sebenarnya ada tangis yang tertahan.

Seraphic Home | XODIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang