"Ayo, saya antar ke kamar kamu," ajak Dirga pada Zevan.
"Iya, Om."
Kesan pertama Zevan di rumah Dirga adalah ia merasakan rumah ini sepi. Kemana perginya orang di rumah Dirga?
Keduanya melangkah menaiki tangga. Mata Zevan melirik setiap sudut rumah. Ternyata rumah Dirga sangat luas, jauh lebih luas dari rumah lama Zevan. Sepertinya Dirga bukan orang sembarangan.
Dirga memilih kamar Leon untuk ditempati Zevan. Sebenarnya masih ada kamar kosong, namun kamar itu belum dibersihkan. Dirga membuka pintu kamar Leon, lalu melangkah masuk diikuti Zevan di belakangnya.
"Ini kamar anak saya, namanya Leon," ucap Dirga memberi tahu.
Leon? batin Zevan mengingat seorang laki-laki yang sempat ke rumah lamanya bersama tiga sahabatnya yang lain.
"Jadi Leon abangnya Aluna, Om?"
Satu alis Dirga terangkat mendengar pertanyaan Zevan. "Kamu kenal anak saya?"
"Saya hanya mengenal beberapa, Om."
Dirga mengangguk. "Nanti saya kenalin ke yang lainnya."
Zevan baru tahu Leon adalah abang Aluna saat Aluna membuat story di whatsapp nya bersama semua abangnya ketika mereka sedang berada di kebun teh.
Jadi Dirga itu papanya Aluna? Mereka semua tinggal di rumah ini? Lalu kemana perginya orang-orang itu? Itu adalah pertanyaan yang muncul di kepala Zevan. Namun, ia tidak punya keberanian untuk bertanya lebih jauh.
Ingatan Zevan kembali saat melihat Aluna di makam mamanya tadi sore. Kini yang ada di pikiran Zevan adalah istri Dirga. Fakta yang baru ia ketahui bahwa istri Dirga itu sudah meninggal. Laki-laki itu mengatakan istrinya adalah sahabat mama Zevan. Awalnya Zevan bingung karena mamanya tidak pernah terlihat bersama sahabatnya itu. Pantas saja keduanya tidak pernah bertemu. Zevan jadi penasaran dengan wajah mamanya Aluna.
Rasa bersalah muncul dalam diri Zevan saat ia teringat pernah menitip salam untuk istri Dirga saat mereka bertemu di kafe kala itu.
Dirga membuka lemari pakaian di kamar Leon. Melihat lemari yang hampir kosong itu membuat perasannya sedikit sedih. Leon menyisakan beberapa pakaiannya saja. Mungkin itu juga berlaku di lemari anak-anaknya yang lain, kecuali Aluna tentunya.
"Kamu pakai saja baju Leon, kalau butuh apa-apa ke kamar saya saja. Kamar saya dekat ruang tamu," jelas Dirga.
"Iya, Om."
"Saya mau istirahat dulu, saya tinggal gapapa?"
Zevan memperhatikan wajah Dirga lekat. Ia yakin Dirga tengah sakit. "Om keliatan kurang fit. Mau saya beliin obat?"
"Terima kasih sudah peduli, Zevan." Dirga tersenyum tipis dengan perhatian Zevan. "Saya hanya perlu istirahat."
"Kalau Om butuh sesuatu katakan ya, Om."
Dirga mengangguk. "Iya."
Zevan tersenyum canggung. "Makasih udah izinin saya menginap disini, Om."
"Sama-sama," balas Dirga.
Dirga lalu keluar dari kamar Leon yang akan ditempati Zevan 3 hari ke depan.
Setelah pintu tertutup, helaan nafas lega terdengar dari mulut Zevan. Ia kembali memperhatikan kamar Leon.
"Tunggu sebentar lagi, aku gak akan menyia-nyiakan kesempatan. Dia harus tau kebenarannya."
Dirga tidak langsung ke kamarnya, melainkan kakinya membawanya ke sebuah kamar yang seakan memanggilnya untuk masuk. Langkah kaki Dirga berhenti tepat di depan pintu kamar Gezan. Ia menghela nafas dalam-dalam lalu menarik gagang pintu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphic Home | XODIAC
Teen FictionTentang delapan anak laki-laki yang mempunyai luka dan trauma karena keluarga. Berusaha menerima takdir yang sama sekali tidak mereka inginkan. Di sebuah panti asuhan, mereka dipertemukan untuk saling menguatkan, bersama-sama menyembuhkan luka dan m...