"Aksha?" Aku mengangkat kedua alisku ketika mendapati Aksha tiba-tiba muncul dari dalam salah satu warung di dekat halte, senyumku seketika merekah.
Aksha menoleh, netranya seperti biasa selalu saja terlihat malas. Lelaki itu kemudian berjalan mendekat. "Kamu mau ke mana?"
Seketika aku tersenyum lebar, "Aku mau membeli alat lukis."
"Alat lukis?" Lelaki itu menatapku heran, padahal jelas ia tahu bahwa aku gemar melukis.
Aku pun mengangguk, lalu menoleh ke sekitar, "Kebetulan kamu bertemu denganku. Bagaimana kalau kamu temani aku?"
"Eh? Ah, tidak. Aku mau pulang—"
"Ah, ayolah! Kamu kan tahu aku belum mengenal wilayah ini dengan begitu baik!"
"Kenapa tidak dengan Selatan saja? Aku sibuk—"
"Selatan sedang di pasar. Dia tidak bisa menemaniku, jadi kamu temani aku, ya?" Permintaan itu terdengar begitu memelas, dengan cepat aku membulatkan mata penuh pengharapan, mengedipkan mata beberapa kali, barangkali itu bisa membuat lelaki ini luluh, "Kumohon ...."
Melihat ekspresiku, Aksha menghela napas pasrah, ia pun akhirnya mengangguk dan hal itu berhasil membuat senyumku merekah hebat. Aku jelas senang mengetahui bahwa kali ini aku memiliki teman untuk pergi membeli alat-alat melukis.
Dengan kata lain, setidaknya Aksha bisa membantuku membawakan beberapa kanvas—akhir-akhir ini aku memang melukis dengan cukup sering, atau mungkin sangat sering?
Kanvas-kanvas kosong nan putih itu tidak terasa tiba-tiba terisi penuh oleh lukisanku dengan berbagai macam warna dan bentuk, itu membuatku terkadang merasa terkejut dan tidak puas.
Aku ingin melukis yang banyak. Terlebih sekarang sedang libur semester, aku bisa menghabiskan waktuku untuk melukis—toh, Ayah mendukungku secara penuh atas hobiku tersebut.
Sejenak, aku melirik ke arah Aksha. Dia adalah Danadyaksha Kailash, teman Selatan. Sejujurnya, aku tidak terlalu dekat dengannya, tetapi jika dia adalah teman Selatan, bukankah seharusnya dia juga menjadi temanku? Atau setidaknya aku harus mengakrabkan diri dengannya.
Tapi Aksha jelas hanya mau berteman dengan Selatan, entah apa yang membuat Selatan berhasil sedekat itu dengannya.
Selang beberapa menit, sebuah angkot berwarna hijau pun tiba, Aksha mengulurkan tangannya pertanda bahwa ia akan memilih angkot itu untuk dijadikan tumpangannya kali ini, tentu saja bersamaku.
Aku dengan cepat mengekori gerak Aksha yang mulai menaiki mobil tersebut. Duduk di bagian tersudut, dengan Aksha yang kemudian duduk di hadapanku. Kami berdua tidak saling pandang melainkan mengalihkan pandangan ke arah jendela dan melihat laju angkot yang bergerak maju, melihat lintasan jalanan yang telah berhasil terlewati.
Setibanya di pusat kota, Aksha tidak banyak bicara. Hanya aku yang langsung berjalan mencari toko di mana alat-alat tulis dan lukis biasanya dijual. Aku pernah mendatangi tempat itu, setidaknya aku ingat di mana toko tersebut berada.
"Apa yang menarik dari semua ini?" Aksha mengambil salah satu kuas berbentuk serupa seperti yang sedang aku pegang, ia lalu menyentuh ujung kuasnya dan mengusap-usapkannya pada punggung tangannya.
"Tentu saja menarik. Melukis itu menyenangkan, Aksha. Kamu harus coba sesekali melukis denganku."
Aksha melirik malas, jelas tampak tidak tertarik, dengan cepat ia langsung meletakkan kembali kuas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Healed, Or Just Distracted?
NouvellesKamu bisa mencari kenyamanan, baik sementara atau lekang selamanya. Tetapi, bagaimana jika yang dicari adalah ketenangan, serupa penerimaan? Apa pula yang tengah dinanti, jika yang dibutuhkan adalah sebuah distraksi? Kehampaan, atau barangkali ... k...