Rhean mengerutkan keningnya sejenak ketika pacarnya, Tala, tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang sedikit aneh.
"Bendahara kamu pas di sekolah kayak rentenir gak?"
Itu adalah pertanyaan yang ... enggak biasa. Rhean merespons pertanyaan tersebut dengan ekspresi yang juga enggak biasa.
Tala diam dan menanti jawaban dari pacarnya itu, seraya sesekali netranya melirik ke arah aliran sungai yang menjadi pemandangan yang sedang keduanya nikmati.
"Enggak. Bendahara kelas aku pas sekolah gak kayak bendahara malah," gumam Rhean, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, rasanya sedikit aneh mengenang masa sekolah, sudah hampir lima tahun yang lalu. "Dia terlalu baik untuk jadi bendahara. Tapi anehnya, aku jadi kasihan dan rajin bayar uang kas."
Kekehan renyah pun terdengar dari Tala, gadis itu menepuk pundak Rhean sebagai kebiasaannya ketika tertawa. "Aneh. Kok gitu sih? Dulu pas sekolah, bendahara di kelas aku pasti kayak rentenir. Mana dia juga kan punya cowok ya, cowonya juga jadi kayak rentenir!"
Rhean tersenyum geli mendengarnya, ia pun mengalihkan tatapannya pada pemandangan di hadapannya. Liburan kali ini, Rhean mengajak Tala untuk mampir berkunjung ke kampung kakeknya di desa. Tala terlihat cukup senang di tempat ini.
Kalau kata pacarnya itu, hitung-hitung healing sekaligus kenalan sama keluarga calon mertua.
Rhean hanya bisa terkekeh, setuju mendengarnya.
Tala sudah menjadi pacar Rhean sejak lelaki itu memasuki masa kuliah, siapa sangka hubungan keduanya bisa selanggeng ini—pastinya Rhean bersyukur.
Rafka, sahabat karibnya itu, justru dengan terang-terangan menunjukkan rasa iri dan dengki melihat hubungan Rhean dan Tala yang adem ayem.
Kalau kata Rafka, "Sialan lo. Gue sampe sekarang tetep aja nice try!"
Terus dibalas sama Rhean, "Suruh siapa putus sama Mira."
Kemudian Rafka akan mendecak, "Beda agama, susah."
Itu namanya derita untuk Rafka, Rhean hanya bisa mengucapkan kata sabar untuk karibnya itu.
Ah, masa sekolah. Rhean tersenyum tipis, tak sempat disadari oleh Tala.
Di pikiran lelaki itu, ia kini terlempar jauh pada masa-masa menyenangkan itu. Sudah hampir 5 tahun berlalu, tapi justru terasa begitu nyata. Masa putih abu-abu adalah masa yang paling melekat baginya.
Juga kenangannya tentang seorang perempuan kala itu.
Namanya Arla Zahra, dia anggota cheers di SMA, tentunya bisa dikatakan sebagai pentolan di sekolah. Rhean mulai dekat dengan Arla sejak kelas 10, mereka cukup dekat untuk dikatakan hanya sebatas teman.
Saat itu Rhean mengira hubungan mereka akan berlanjut ke tahap yang berbeda. Tetapi dugaan itu berubah pada suatu malam minggu tahun 2019, ketika Rhean dan Arla mencoba untuk mendatangi pasar malam di dekat rumah mereka.
Di sana ada bianglala, bianglala yang cukup sederhana. Tapi banyak sekali remaja yang seumuran mereka saat itu menjadikan wahana tersebut sebagai tempat yang pas untuk menyatakan cinta.
Rhean pun akhirnya ikutan.
Berakhir ditolak oleh Arla.
"Rhean?" Tala menyenggol tubuh Rhean, sadar bahwa pacarnya itu sedang melamun.
Dengan cepat Rhean kembali pada kesadarannya, ia menoleh terkejut ke arah Tala. "Kenapa?"
"Kok ngelamun?"
Rhean mengerjapkan matanya selama beberapa saat, lalu menggeleng pelan. "Enggak."
"Ih, orang kamu ngelamun kok."
"Emang iya?" ujar Rhean justru balik bertanya, memamerkan senyuman tengilnya.
Tala mendengkus melihatnya. Ia lalu menarik napas dalam. "Tapi aku juga tadi ngelamun kok."
"Ngelamunin apa?"
Gadis itu tersenyum, lalu terkekeh. "Aku inget pas kamu nembak aku di bianglala."
"Aku juga tadi inget bianglala."
Tala menoleh semangat, "Kok bisa samaan gitu ya?" Netranya tampak berbinar, jelas mengira bahwa apa yang Rhean ingat sama seperti apa yang gadis itu ingat.
Tapi yang Rhean ingat justru adalah perempuan lain—bukan berarti lelaki itu masih menyimpan perasaan padanya, ini hanya kilas ingatan yang singkat.
Rhean bahkan tidak tahu bagaimana kabar Arla sekarang.
Sebab setelah malam minggu pada 2019 itu, Rhean dengan cepat langsung menjauhi Arla. Hingga kelulusan, hingga bertahun-tahun lamanya.
Arla adalah patah hati pertama Rhean, tetapi itu tidak masalah sebab satu tahun setelahnya Rhean bisa bertemu dengan Tala.
Itu adalah hal yang baik.
Meskipun hubungan mereka diawali di bianglala—hal yang hampir terjadi pada hubungannya dengan Arla.
Aliran sungai jernih pada sore hari itu mungkin hanya bisa bungkam kalaupun tahu apa yang sempat Rhean ingat beberapa saat yang lalu. Tala tidak perlu tahu. Dia cukup tahu saja tentang bagaimana bendahara kelas Rhean dulu adalah bendahara yang cukup baik hingga tak bisa disamakan dengan rentenir.
Tala hanya cukup mengetahui hal itu saja. Ia tidak perlu tahu apa yang akan Rhean pikirkan tiap kali teringat bianglala; dua kejadian berlawanan, dua kisah bertolak belakang.
Lelaki itu lalu melirik ke arah Tala, lamat-lama Rhean mengamati bagaimana pacarnya itu tampak begitu bahagia selama berada di desa ini. Itu sangat membahagiakan, hati Rhean ikut hangat melihatnya.
"Kamu kalau aku lamar di bianglala lagi, mau gak?" celetuk Rhean.
Tala menoleh, ekspresinya sempat terkejut, "Boleh. Tapi jangan bianglala pasar malam juga kali ah, bosen."
Rhean terkekeh, "Oke. Nanti ya, di bianglala yang di Singapura, yang gede itu."
"Haha, boleh-boleh. Nanti aku yang pasang cincin di jari kamu ya."
"Siap," balas Rhean, keduanya kemudian tertawa bersama.
Lima tahun sudah berlalu, Rhean yang saat itu masih SMA mungkin sangat patah hati sebab tertolak, ia tidak tahu betapa membahagiakannya bertemu dengan perempuan seperti Tala.
Perempuan yang nanti berniat untuk memasangkan cincin ketika Rhean melamarnya.
Entah kapan hal itu akan terjadi, Rhean akan usahakan segera terjadi.
-Day 05-
Rhean buset kemaren masih anak sma petakilan, sekarang dah mau lamar anak orang 😭😭
Btw Rhean dan Rafka nih dari cerita Musikalisasi, universe seangkatan, alias anak-anak nusper.
Musikalisasi emang dah ga ada di wp wkwk, sekarang ada di lentera ya yorobun, barangkali ada yg kepo dan tertarik.
Day 05: Sungai, Bianglala, Rentenir
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Healed, Or Just Distracted?
NouvellesKamu bisa mencari kenyamanan, baik sementara atau lekang selamanya. Tetapi, bagaimana jika yang dicari adalah ketenangan, serupa penerimaan? Apa pula yang tengah dinanti, jika yang dibutuhkan adalah sebuah distraksi? Kehampaan, atau barangkali ... k...