Day 20: Kenangan Hitam

10 4 0
                                    

Usia Ophalia baru menginjak usia 14 tahun ketika ia seorang diri akhirnya mendapatkan izin dari ayahnya untuk bergabung dalam akademi militer.

Ini adalah hal yang memang gadis itu inginkan sejak usianya masih belia. Terlebih sebab kakak keduanya, Ethan, juga menempuh jalan yang serupa. Ophalia kecil begitu terkesima ketika melihat kakaknya itu telah resmi menjadi prajurit kerajaan.

Itu juga hal yang membuat Ophalia akhirnya bisa menentukan jalan apa yang akan ia pilih.

Bagi anak-anak Roseline, hal paling membanggakan bagi mereka adalah ketika mereka bisa memiliki kerabat, atau siapapun yang berhasil menjadi prajurit terkemuka Roseline. Pengabdian terhadap negeri adalah kehormatan untuk seluruh keluarga.

Ophalia belum memiliki keinginan untuk menjadi Guardian. Hal itu terlalu sulit, rasanya tidak mungkin ia bisa lolos deretan seleksi yang rumit itu.

"Aku ingin menjadi Guardian," ucap Ariadne kala mereka baru saja berteman, senyum gadis berambut hitam serupa bulu gagak itu tampak cerah, membuat Ophalia tertegun melihatnya.

"Kenapa?" tanya Ophalia.

Ariadne terkekeh, ia menepuk pundak Ophalia pelan seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan konyol seorang bocah. "Tentu saja karena itu menguntungkan. Bayangkan kehormatan macam apa yang bisa didapatkan jika kita berhasil menjadi Guardian I, secara tidak langsung derajat kita akan sama seperti para bangsawan."

"Itu sulit sekali, Ariadne."

"Aku tahu," balas Ariadne, ia merangkul Ophalia akrab. "Tapi jika sulit, kenapa tidak kau temani saja aku?"

"Aku?"

Ariadne mengangguk mantap.

Itu adalah ajakan tulus dari seorang gadis kecil yang baru berusia 14 tahun. Ia baru mengenal ambisi murni, dan ia percaya atas tulusnya pertemanan yang terjalin antara ia dan Ophalia.

Bertemu sejak hari pertama di akademi, baik Ophalia maupun Ariadne terlalu naif untuk mengira pertemanan mereka bisa bertahan lama.

Untuk percaya bahwa ketulusan dalam berteman itu benar adanya.

Sebab, bertahun-tahun sejak perbincangan tersebut, keduanya sungguh berhasil menjadi Guardian. Mungkin mereka adalah sepasang teman yang sungguh berhasil melewati seleksi dan pemilihan yang rumit dan sulit itu, siapapun orang yang berada di kamp pelatihan selalu bersorzk kagum atas kemampuan Ophalia dan Ariadne.

Mereka tampak sungguh seperti teman dekat, dan Ophalia sungguh bersyukur untuk bisa berteman dengan Ariadne yang sangat ceria dan menyenangkan itu.

Dari Ariadne, Ophalia mengetahui beberapa hal baru. Kehidupan mereka berasal dari latar yang berbeda. Ariadne berasal dari Evaleen sama seperti Ophalia, tetapi keadaan keluarganya sangat berbeda dengan Ophalia.

Tapi itu bukan masalah, Ophalia sungguh menyayangi Ariadne sebagai seorang teman. Kepedulian dan rasa perhatian selalu menjadi urutan pertama yang Ophalia berikan pada Ariadne.

Tawa dan canda, seluruh kenangan, semuanya terukir dan teranyam sempurna di ingatan Ophalia maupun Ariadne.

Ariadne datang dengan begitu mudah, mungkin ia adalah orang pertama yang sungguh bisa sedekat ini dengan Ophalia.

Hingga bertahun-tahun berlalu, kehidupan mereka perlahan terpisah oleh kesibukan dan misi yang berbeda. Ophalia tahu Ariadne sangat mudah bergaul, dan ia sangat ambisius untuk menggapai apa yang ia inginkan.

Jika Ophalia menaiki anak tangga dengan perlahan dan pasti, Ariadne akan berlari agar bisa mencapai puncak dengan cepat.

Tapi hal itu tidak menjadi hal buruk bagi Ophalia, bahkan jikalau memang Ariadne bisa mencapai puncak lebih cepat daripada dirinya, itu adalah hal baik dan bagi Ophalia pribadi, ia akan menganggap bahwa Ariadne memang pantas mendapatkannya.

Pola pikir dalam pertemanan yang sungguh sehat. Sayangnya, Ariadne terlalu pergi jauh, pertemanan yang tulus perlahan ternodai oleh ambisi miliknya yang juga semakin menguasai.

Pertemanan dengan Ophalia, tidak lagi terasa menyenangkan. Hal yang tersisa dari apa yang bisa Ariadne lihat adalah seluruh kekurangan yang ia miliki, dan seluruh hal baik yang Ophalia dapatkan.

Rasa iri dengki yang perlahan menjeratnya hingga tenggelam.

Ini adalah kisah tragis dari pertemanan yang kerap terjadi. Persis seperti cinta yang bisa berakhir sepihak, pertemanan pun bisa berjalan secara sepihak.

Ariadne tak lagi sesering itu berbincang dengan Ophalia, ia menghindar. Siapapun yang membicarakan Ophalia di hadapannya akan terasa menyakitkan dan membuat gadis itu merasa marah dan tidak berdaya.

Kebencian pun tumbuh, seperti tunas-tunas duri dengan akar yang terus menyebar menutupi hatinya. Ariadne tidak bisa berteman dengan Ophalia tanpa menghadirkan perasaan-perasaan buruk lainnya.

Hal itu berakhir, dan menjadi puncak pula dari seluruh kisah pertemanan antara mereka. Tatkala misi yang akhirnya keduanya jalani bersama sebagai Guardian III. Ophalia nampak begitu menyebalkan dari pandangan Ariadne yang begitu keki melihat Ophalia justru sibuk dan hendak untung seorang diri.

Tak ada lagi kisah pertemanan dengan seluruh kenangan hangat. Ariadne memutuskannya terlebih dahulu. Memori yang telah teranyam perlahan menghitam dan membusuk. Ariadne mendorong Ophalia menjauh dari dirinya, menginjak seseorang yang seharusnya pernah menjadi temannya itu.

Dan di mata Ophalia, tak ada hal yang lain yang nampak selain bagaimana Ariadne menatapnya jijik.

Itu adalah mimpi buruk yang menggentayangi setiap malam yang Ophalia jalani. Tuduhan tanpa perasaan yang dengan teganya Ariadne lemparkan kepadanya, penghinaan dan segala macam rasa nyeri yang mesti Ophalia terima seorang diri. Ariadne tertawa di atas sana setelah berhasil mendorong Ophalia hingga terjatuh.

Bahkan meskipun Ariadne telah memuaskan hasratnya untuk mendorong Ophalia, Ophalia tetap tampak lebih bercahaya daripada dirinya, dengan seluruh penghargaan dan penghormatan yang hanya Ophalia dapatkan, Ariadne semakin merasa hatinya diremas oleh kebencian yang membludak.

Hubungan mereka tidak bisa diperbaiki. Ariadne terlalu membenci, sedangkan Ophalia terlalu sakit hati.

Semudah itu Ariadne datang, semudah itu pula Ariadne pergi.

Itu adalah pengalaman menyakitkan yang mesti Ophalia terima seorang diri. Bahwa seluruh gelak tawa dan canda yang terukir di benaknya, sama sekali tidak berarti dalam ingatan Ariadne yang semakin menggelap.



-Day 20-



Agak nyambung ya sama chapter auduma yang kemaren hehe

Day 20: Easy come, easy go (friendship)

Are You Healed, Or Just Distracted?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang