O2. δύο.

62 5 1
                                    


"Sat, kalo gue bilang ada diri kita di Universe lain, apa lo bakal percaya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sat, kalo gue bilang ada diri kita di Universe lain, apa lo bakal percaya?"

Satria terdiam. Kemudian tertawa setelahnya.

Janu menghela nafas ketika mendengar tawa Satria mengudara, ia sudah menebak respons Satria akan seperti ini. Karena Satria adalah manusia yang selalu berfikir menggunakan akal dan logikanya.

Apa yang baru saja di utarakan oleh Janu adalah hal yang di luar logika.
Janu masih menatap datar Satria yang tengah menyeka sebelah kanan matanya, cairan bening keluar dari sana karena terlalu lama tertawa.

Janu mendengus, apa yang lucu tentang ucapannya tadi, sampai Satria tertawa seperti itu?

Tidak jelas. Dan akhirnya ia menyesal karena telah mengatakan hal tersebut.

Setelah menghentikan tawanya Satria menetralkan nafas.
"Nggak percaya atuh. Jan." Ujarnya sembari menegakan tubuhnya menatap Janu intens.

"Emangnya ada apa? tumben lo nanya kayak gitu?" Lanjutnya.

Janu menatap datar Satria, ia membuang wajah karena malas menanggapi pertanyaan Satria barusan. Toh, untuk apa ia bercerita, sahabatnya itu pasti tidak akan percaya.

"Nggak ada apa-apa. Cuma penasaran aja." Katanya, kemudian ia beranjak dari meja kantin. Ia akan memesan makanan untuk dirinya dan juga Satria. Tidak perlu bertanya apa yang Satria akan santap nanti. Janu sudah hafal di luar kepala bahwa dia akan memesan nasi goreng dengan topping sosis dan telur di dalamnya.

Dengan kedua tangan, kanan dan kiri membawa piring. Janu meletakan piring tersebut di meja mereka, Satria yang sedari tadi memainkan handphone lantas mengangkat kepala.

Sembari duduk. Janu teringat sesuatu. "Tumben duo kocak nggak kesini?" Tanyanya. Kemudian ia mengambil sendok yang ia taruh di meja tadi.

Satria meletakan handphone, Ia memasang wajah berfikir setelah mendengar pertanyaan Janu barusan. "Kalo si Varo, kayaknya dia lagi jalanin hukuman bersihin gudang sekolah, deh. Kalo Rai, dia lagi di perpus sambil nonton Youtube cara membongkar mobil dan motor biar jadi aestethic. "

"Lah, Varo di hukum. Kenapa?" Janu bertanya dengan mulut yang mengunyah nasi goreng.

Satria meraih gelas berisi teh manis yang ia pesan tadi. "Dia tidur pas jam pelajaran, terus di hukum."

"Kok lo tau, Sat?"

Satria mengangkat handphone sembari menggoyangkan, menunjukan handphone berwarna putih dengan case stars itu ke arah Janu. "Di grub lagi rame. Lo nggak buka grub sih."

Janu mengangguk, kemudian ia melanjutkan acara makannya dengan khidmat.

"Eyyo WathsApp bro!" Teriakan dari laki-laki bersurai cokelat itu mampu membuat kegiatan makan dua manusia pendiam ini terhenti.

"Var. Bisa santai, nggak sih?" Tanya Janu dengan nada lirih. Dia sedang menahan diri agar tidak mengamuk sebenarnya.

Wajah Varo tertawa jenaka kemudian mendudukan diri di kursi sebelah Janu. Ia langsung menyambar nasi goreng yang tengah di makan Janu, begitupun dengan sendok yang sedari tadi Janu genggam. Janu menggeleng.

Tidak heran, tidak kaget dan tidak peduli.

Aura selalu bahagia Varo yang bar-bar, berbanding terbalik dengan Rai yang baru saja sampai. Wajah lesu dan mengantuknya adalah pemandangan sehari-hari yang ketiga temannya lihat.

Rai mendudukan dirinya di kursi sebelah Satria, Satria menoleh sekilas, kemudian beralih melanjutkan acara makannya.

Rai menelungkupkan kepalanya di meja kantin. Melanjutkan tidur sepertinya. Dimanapun keberadaan Rai, ia pasti akan tertidur. Bukan hal yang biasa jika melihat Rai selalu lesu dan tidak bertenaga.

Seringkali Janu bertanya kepada sahabatnya itu. Mengapa setiap datang ke sekolah selalu lesu dan berwajah kantuk. Rai hanya menjawab sembari memejamkan mata. "Gue semaleman abis bongkar-bongkar knalpot motor." Begitu katanya.

Hingga suatu ketika Janu datang ke rumah Rai waktu itu, ia menganga tidak percaya ketika 5 motor milik Rai sudah tidak berbentuk karena di modif dengan berbagai macam gaya. Entahlah, hobi Rai memang agak lain.

"Sekarang bongkar apalagi? motor? mobil atau helikopter?" Tanya Satria sekenanya.

Rai menegakan tubuhnya, ia menggeleng dengan mata yang terpejam. "Semalem gue mimpi aneh. Terus laptop gue jadi aneh. Handphone gue juga jadi aneh. "

Janu mengerutkan dahi sembari menyeruput teh miliknya. "Aneh gimana?"

"Nggak tahu, gue kayak tidur tapi nggak tidur. Terus pas pagi tadi gue buka laptop. Laptop gue biru. Handphone gue cuma munculin tulisan 'Error' gitu terus. " Katanya lesu.

"Tapi tadi udah bisa sih Handphone gue. " Lanjutnya sembari menunjukan layar handphone miliknya ke arah mereka semua.

Janu menghela nafas kasar. Semua yang berhubungan tentang Rai memang aneh.

"Kocak bener hidup lo, Rai. Kayak gue dong, dapet buku gratis." Varo bersuara dengan wajah tengil yang terpasang di sana.

Ia membanting buku yang ia bawa sedari tadi di meja.

"Lo mungut buku darimana sih?" Tanya Rai dengan nada malas.

Janu menatap buku bersampul biru tua yang berada di meja. Kemudian ia menatap Varo yang masih memasang wajah tengil.

Ia mengambil buku itu sembari membaca satu persatu kalimat. "The Quantum Multiverse?" gumam Janu yang mampu di dengar oleh ketiga sahabatnya.

Varo mengangguk dengan wajah normal. "Iya gue nemu di gudang, karena cover nya lucu menurut gue. Jadi gue ambil deh, pas baca isinya bahasanya berat. Otak gue nggak sampe."

Janu memijat pangkal hidungnya. "Kalo lo baca buku ini pakai akal, lo nggak akan mendapatkan apapun karena ini di luar logika. "

"Ini semua nggak masuk akal."

.

.

.

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang