22.είκοσι δύο

21 3 0
                                    

     Mereka telah sampai di depan Kantor Pemerintahan Zwischensug, kantor ini terlihat sepi dari biasanya. Entah karena beberapa penjaga telah di urus oleh Saka dan Sean, atau karena memang mereka sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Mereka bertujuh berjalan bersamaan, kantor pemerintahan disini sangat berbeda, dengan ornamen yang terlihat modern, Javio berjalan terlebih dahulu, melihat-lihat keadaan di dalam.

"Renafi, sama Rai jaga luar," Javio berujar sembari menatap Renafi yang baru saja datang dengan motor terbang.

"Untuk sisanya ikut gue ke dalem," katanya seraya berjalan mendahului. Jaendra yang mengikuti langkah kaki Javio lantas terhenti, "Gue nunggu disini, mantau keadaan, kalian masuk duluan aja." titah Jaendra memastikan keadaan.

Javio yang mendengar itu lantas mengangguk dan meninggalkan Jaendra untuk menjalankan tugasnya.
  Janu menatap dinding di sana, di dalam kantor banyak sekali pemrogaman dan layar yang muncul secara tiba-tiba. "Ini beneran aman?" tanyanya.

Javio yang sedari tadi sibuk dengan ipadnya lantas mengangguk, "Aman, harusnya semuanya udah terkendali, soalnya yang handle Saka sama Sean,"

Mereka tiba di depan ruangan dengan pintu besi, dan hanya dapat di buka oleh sidik jari, mereka terlihat kebingungan, begitupun dengan Javio, Javio mengetikan sesuatu di ipadnya, yang kemudian pintu itu berbunyi nyaring. "Tempelin sidik jari lo, Jan. Cepetan!" katanya sedikit berteriak.

Janu yang linglung itu lantas menuruti, dan benar saja. Pintu itu terbuka setelah Janu menempelkan jari telunjuknya. "Kok bisa?" gumamnya sendiri.

Mereka memasuki ruangan, di ruangan ini terdapat beberapa komputer yang penuh akan pemrograman, namun, hal yang paling menyita perhatian mereka adalah alat berbentuk persegi panjang dengan gelombang berwarna ungu yang terus bergerak. Kali ini portal parallel lebih besar dari portal yang berada di kamar Janu. Portal ini belum terbuka sempurna, ada sedikit bagian yang masih berwarna hitam.

"Lo belum tau, Jan?"

"Maksudnya?"

"Ruangan ini punya Proffesor Sena," ucap Javio enteng. Ia masih mencari beberapa alat yang ada di ruangan sana. "Iya bener, itu bunda lo."

Varo dan Satria yang mendengar itu lantas membulatkan mata, begitupun dengan Janu yang tidak bisa menerima fakta ini. "Jangan bercanda. Bunda gue nggak pernah bahayain nyawa manusia!" kata Janu menatap Javio nyalang.

Javio kembali menatap Janu, "Ini kenyataannya, sidik jari ini cocok pakai punya lo, dan Professor Sena—Bunda lo adalah kaki tangan pemerintahan. Singkatnya aja, Bunda lo di cuci otak sama pemerintahan Zwischensug. Karena apa? karena bunda lo di iming-imingi sebuah penemuan. Seorang sainstis bisa jadi orang paling gila, Janu. Dan bunda lo udah lama berkomunikasi dengan kami. Dia hanya butuh sedikit bukti nyata untuk ia jadikan sebagai sebuah temuan."

Janu menggeleng dengan mata yang sedikit berair, "Jadi portal dan batu roccia yang di palsukan itu ciptaan bunda gue?" tanyanya dengan suara terbata.

"Iya."

Javio terlihat tenang, tapi tidak dengan pikiranya. Ia mulai menatap portal yang semakin lama akan terbuka sempurna. Ia mengambil batu roccia biru dan hijau setelah melepas batu roccia palsu disana. Hanya tinggal meletakan batu roccia merah, dan semuanya selesai.

"Taruh batu nya di sana," kata Javio menunjuk sebuah tempat di sekitar portal.

Varo yang melihat itu menggeleng dan melangkah maju. "Lo gila? batu roccia merah itu paling kuat, dan lo nyuruh Janu yang notabene nya manusia biasa? dia bisa mati!" serunya tidak terima. "Lo sendiri yang bilang, bahwa manusia biasa nggak bisa menggunakan batu roccia. Kenapa sekarang malah nyuruh Janu?"

"Terus? pengorbanan, kan? orang tuanya yang bikin dimensi kita menderita, sekarang dia juga yang harus tanggung jawab. Strofíred cuma bisa berfungsi sama orang yang pertama kali megang batu itu. Dan orangnya itu Janu, benar kan?"

"Kalian egois, harusnya gue sadar, kalau dimensi lo ini adalah dimensi maju yang nggak berperasaan!" seru Satria tidak terima.

"Dimensi gue cuma lebih mengutamakan logika."

"Dan diri sendiri?" tiba-tiba Saka memasuki ruangan itu, di ikuti dengan Sean di belakangnya. "Harusnya gue nggak menyetujui ini, Javio. Kalau Jaendra dan Renafi tau, mereka akan lebih marah dari kita." ucap Saka menatap Javio dengan nyalang.

Javio mengusak rambutnya, "Dimensi kita terancam, dan dimensi mereka juga. Bumi akan hancur! gue cuma berusaha ngasih solusi dengan pengorbanan paling kecil, Sak." Javio berujar, ia menyandarkan tubuhnya di kursi yang tersedia.

"Lo keliatan jahat banget Jav. Walaupun niat lo baik," Sean menatap Javio dengan tatapan kecewa yang mendalam.

"Maaf," Javio menundukan kepala nya ia benar-benar kehilangan solusi untuk ini. Karena pada akhirnya pengorbanan akan tetap mereka lakukan.

Janu menatap mereka yang ada di ruangan ini dengan tatapan iba, "Gue bakal berkorban," katanya pada akhirnya.

"Jangan gila,"

Sebelum benar-benar Satria dan Varo mencekal tangannya, Janu telah menyatukan ketiga batu tersebut. Meletakkan batu roccia merah tersebut disana. Strofíred— batu roccia paling kuat, mengakibatkan cahaya dari ketiga batu tersebut berpendar, tangan Janu masih memegang batu itu, semakin lama, Janu semakin tertutup dengan cahaya yang menyilaukan.

Javio bangun dari duduknya.

"Jangan pegang dia, batu roccia sedang berada di kekuatan maksimalnya."

Mereka semua berhenti, Renafi di susul oleh Jaendra dan Rai baru datang dan memasuki ruangan, mereka menatap Varo dengan tatapan bingung.

"Apa yang terjadi?" kata Rai menghampiri Varo.

"Pengorbanan Rai," Setelah Varo melontarkan kata itu, cahaya putih berpendar dan menghalangi penglihatan mereka. Suara dentuman keras menggelegar, hal itu menjadi suara terakhir yang mereka dengar, sebelum mereka semua hilang kesadaran.

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang