21.είκοσι ένα

19 3 0
                                    

        Mereka tengah duduk melingkar di karpet kamar rumah Janu, mereka sedang mengamati ketiga batu roccia yang cahayanya mengkilap, mereka menghela nafas kemudian memejamkan mata, kegiatan yang mereka ulang-ulang, entah mengapa, mungkin karena tekanan yang luar biasa setelah melewat berbagai macam cara untuk mati.

Varo membaringkan tubuhnya, "Tidur dulu guys, kita udah 2 malem tidurnya nggak aturan. Mana besok sekolah," katanya dengan mata terpejam.

Satria menggeleng melihat Varo yang sudah terlelap, kemudian ia mengalihkan pandanganya ke arah Janu yang sedang memainkan ponsel, dan Rai yang tengah menyandarkan tubuh ke dinding. Wajahnya terlihat lelah.

Baru saja Rai ingin memejamkan mata tiba-tiba retakan persegi panjang di kamar Janu kembali bercahaya, Rai langsung membulatkan mata sekaligus memukul Janu yang masih memainkan ponsel genggamnya. "Simpen batu roccia itu. Takutnya yang dateng kali ini orang jahat," titah Rai yang langsung dituruti oleh Janu.

Cukup lama hingga dinding milik Janu berubah menjadi gelombang, seseorang keluar dari sana. Ia adalah Renafi—seseorang yang sangat mirip dengan Rai.

"Ayo."

Mereka menatap Renafi yang tiba-tiba mengucapkan kata itu. Kecuali Varo karena ia masih tertidur pulas. "Ayo ngapain?" tanya Janu.

"Kalian harus ke Zwischensug, batu roccia udah lengkap, dan portal kami hampir terbuka sempurna."

Mendengar ucapan Renafi mereka langsung bergegas berdiri, tidak lupa menarik tubuh Varo yang membuat empunya sadar sempurna. "Apalagi sih anjing," katanya dengan mata yang sedikit tertutup. 

Satu persatu dari mereka memasuki gelombang itu, Varo adalah orang terakhir yang memasuki portal tersebut. Dengan rasa kantuk dan melewati gelombang energi yang kuat membuat kepalanya pening luar biasa. Hingga ia terduduk lemas ketika dirinya telah sampai di rumah dengan nuansa berbeda.

Satria dengan tergesa menolong Varo, "Ini di rumah siapa?"

"Rumah gue,"

Mereka serempak mengangguk, rumah Renafi memiliki cat berwarna putih, tidak besar dan tidak kecil. Dinding rumahnya di hiasi oleh lukisan yang entah itu ia buat sendiri atau hasil pembelian, "Gue tau kenapa Rai tiba-tiba suka lukisan. Karena Renafi yang disini suka lukisan. Mereka saling bersinggungan, kan?" tanya Satria menatap Rai.

Rai terdiam kaku, mereka duduk di ruang tengah, menunggu Renafi selaku tuan rumah membuka suara.

"Alat Javio di bawa ke rumah gue, karena rumah Javio udah nggak aman. Javio di tangkap pemerintahan karena dia terdeteksi memberontak, Saka masih mencari Sean yang dinyatakan hilang. Sedangkan Jaendra, sekarang lagi nyusun rencana untuk penutupan portal."

Mereka berempat mengangguk serempak, hingga atensinya berali pada pintu yang dibuka tiba-tiba. "Portal sudah 97% Javio berhasil kabur dan Sean udah di temukan!"

Jaendra berlari masuk dan bergabung dengan mereka. "Sean di temukan dimana?" tanya Renafi cemas.

"Dia dimanfaatin sama pemerintahan, kayaknya dia di cuci otak. Tapi Javio berhasil ngasih sinyal ke Saka untuk penyelamatan Sean,"

Jaendra menghela nafas lega, "Syukurlah kalo Javio bisa kabur. Javio emang bukan orang yang mudah dibuat tumbang," kata Jaendra dengan seringaian di bibirnya.

"Ini kita ngapain disini?" tanya Janu tiba-tiba.

Jaendra menjentikan jari, "Oh iya. Untuk portal itu ada di ruangan utama istana negara Zwischensug. Ini cukup beresiko, tapi kami butuh Janu untuk menyatukan roccia itu—Janu dan Javio. Urusan penjagaan di sana bakal di handle sama keluarga Saka."

"Keluarga Saka sepower itu ya?" tanya Satria tiba-tiba.

Jaendra mengangguk menekan ipad nya yang langsung menampilkan hologram disana, "Keluarga Saka dan Sean bukan orang kaleng-kaleng, mereka orang yang paling ditakuti pemerintahan, orang tuanya orang yang di rahasiakan, tapi negara dan seisinya ada di genggaman tangan mereka."

"Wow," hanya kalimat itu yang bisa mereka lontarkan.

"Terus ini kapan kita ke istana negaranya, Ndra?" tanya Renafi.

Jaendra melirik ipadnya, "Tunggu Javio dulu, dia lagi nyari kendaraan, motor terbang milih-milih kalau cari penumpang,"

   "Gue lihat-lihat, rumah Renafi ini mirip rumah Rai kan? cuma bedanya rumah Renafi banyak lukisan sama buku, kalau rumah Rai isinya guci," celetuk Varo sembari mengamati ruang tengah rumah Renafi.

Rai mengangguk membenarkan, sebenarnya ia sudah menyadari sejak pertama kali datang. "Emang ini rumah gue, cuma beda versi, rumah gue nggak banyak buku," katanya.

Renafi menatap empat sekawan dengan malas, "Kan, emang kita cuma berkebalikan. Kita sama cuma bertolak-belakang."

"Brak."

Pintu utama di buka dengan kasar, mereka langsung mengalihkan atensinya ke arah sumber suara, di sana laki-laki bertubuh tegap dengan rambut berwarna biru berlari menghampiri mereka. Dia Javio—sang pemberontak pemerintahan.

"Kita ke kantor pemerintahan," titah Javio tiba-tiba.

Mereka yang berada disana lantas berdiri, entah ingin merespon apa, "Istana negara maksudnya?" tanyanya.

"Iya. Kantor pemerintahan," jawab Javio sekenanya. Ia berjalan masuk ke kamar Rai, mengamankan portal parallel yang telah berhasil ia buat, setidaknya jika ia tidak slamat, alat yang telah ia ciptakan tidak digunakan sembarangan orang.

Javio mengambil ipadnya dan berjalan menghampiri Janu. "Janu, gue butuh tenaga lo," katanya sembari berjalan.

Laki-laki dengan tinggi yang sama bahkan memiliki wajah yang sama itu saling tatap,"Maksudnya?"

"Maaf kita egois, tapi untuk penyatuan batu roccia harus bersama dengan orang yang berada di tempat tersimpannya batu roccia." bisik Javio tepat di telinga Janu.

Janu mengerutkan dahi, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Javio, hingga akhirnya mereka berada di luar rumah Rai. Mereka melihat nuansa Zwischensug dengan langit yang mulai menggelap, banyak kendaraan yang berterbangan, dan gedung pencakar langit yang terlihat sangat modern.

Dimensi ini benar-benar seperti bumi di masa yang akan datang, atau sekitar 100 tahun lagi, bumi akan berubah drastis menjadi serba modern.

Varo menganga melihat apa yang ada dihadapannya. "Gila, modern beneran dong." gumamnya.

"Bengong terus, cepetan naik," Satria menyadarkan Varo yang sedari tadi terpukau, ia mendorongnya menuju kendaraan mobil terbang yang bisa dinaiki oleh tuga orang. Rai, Varo dan Satria berada di mobil yang sama.

Sedangkan Janu, Javio dan Jaendra berada di belakang mereka. Rai menoleh kearah belakang, "Kalau kita ketangkep terus kena bunuh di dimensi ini, gimana?" tanyanya tiba-tiba.

"Iya udah. Mati." jawab Satria sekenanya. Rai terdiam sejenak, "Perasaan gue nggak enak. Kalian pernah merasa nggak, kalau kita cuma di manfaatin sama mereka?"

Satria terdiam, ia mengingat, "Kalau di pikir lagi, sebenarnya iya. Kan yang paling berdampak itu dimensi mereka, terus kenapa harus kita yang hampir mati terus?"

"Waktu itu udah dijelasin kan, kalau kita ada di buku ramalan dimensi mereka. Dan beberapa makhluk asing yang bikin kita bahaya juga termasuk dampak dari portal mereka yang di buka paksa."

Satria dan Rai menatap Varo, "Pemerintahan di dimensi ini, aneh."

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang