O6. έξι

41 4 0
                                    

|

  Janu sudah memijat pangkal hidungnya pusing, kala ketiga sahabatnya mendatangi kelasnya dan menghampiri tempat ia duduk. Singkat cerita saja, sekarang mereka berada disekolah, saat ini ialah jam istirahat dan bagian epicnya, Varo sudah sampai di Jakarta pada kemarin malam, sehingga ia sudah sekolah dan ikut merusuh di meja milik Janu.

Setelah Varo diceritakan apa yang di bahas oleh Satria, Rai dan juga Janu di kantin kemarin, ia sedikit tidak percaya. Walau sebenarnya ia telah mengalami hal di luar nalar, tetapi logikanya menolak untuk mempercayai.

"Tapi, itu orang mirip banget gue, sumpah deh." Ujar Varo masih mengulang perkataan yang sama sedari tadi.

Janu menghela nafas menahan emosi, sedari tadi telah ia jelaskan tentang adanya multiverse. Namun Varo berusaha menepis dan malah mengulang perkataan yang sebenarnya sudah Javio jelaskan jawabanya. "Terserah lo Var, terserah."

Setelah perkataan Janu mengudara, Varo terdiam dengan tangan yang memangku kepala, meja Janu juga menjadi hening. Merasa sepi Janu berdehem pelan.

"Hemm. Ada yang mau gue omongin." Janu berujar. Hal itu mampu mengundang atensi dua manusia yang sedari tadi sibuk dengan ponsel genggam mereka. Sedangkan Varo masih melamun tanpa menghiraukan.

Satria yang punya itikad baik sekaligus merasa kasihan melihat wajah Varo yang melas itu, lantas memukul kepala Varo hingga sang empu berjengit. "Sat! lo ada dendam sama gue apa gimana?"

Satria tertawa terbahak melihat teman karibnya itu memasang wajah bodohnya. "Hahaha. Enggak lah Var, lo bengong mulu, mikirin soal matematika yang rumit ya?" Tuding Satria dengan telunjuk mengarah ke wajah Varo seakan menghakimi.

Varo menepis jari yang berada di wajahnya itu. "Nggak lah, gue tuh nggak mau pusing mikirin itu, tiba-tiba pengen ngelamun aja.

Rai yang menyadari keadaan semakin tak terkendali lantas menengahi. "Udah lah, ngapain pada adu arguman." Katanya, sembari mengibas-ngibaskan tangan di hadapan dua manusia tadi.

"Ayo Jan, mau ngomong apa."

Mendengar suara Rai mengintrupsi, Janu terdiam berfikir sejenak. "Gue kemarin ke perpustakaan tua. Dan pas gue lagi baca buku di sana, di ruang baca. Tiba-tiba ada hologram datengin gue, hologram itu membentuk wajah seseorang. Namanya Javio, dan dia pengen bicara sama kita berempat."

Satria dan Varo saling tatap. "Yang bener aja? ngarang lo? atau laper atau ngantuk?" Tanya Varo menganggap ucapan dari Janu barusan adalah hal bercanda.

Janu menatap tajam ke arah Varo. "Gue serius."

Varo memejamkan mata, enggan menanggapi lagi. Sedangkan respon Rai berbanding terbalik dengan Varo yang lebih tidak mempercayai. Rai malah sebaliknya, "Dia bilang apa selain itu?"

"Dia bilang, bahwa keseimbangan antar Universe kita terancam. Pokoknya dia ada bahas buku ramalan gitu, deh. "

"Universe mereka butuh kita. Ntar sore kita ke rumah lo ya, Jan? kita bahas ini, biar waktunya lebih panjang. " Rai berujar sembari menatap Varo dan Satria bergantian.

Satria mengangguk, sedangkan Varo ia memasang wajah tidak percaya ke arah Rai, mengapa temannya yang hobi tidur itu tiba-tiba bisa serius?

"Lo mau ikut nggak Var?" Tanya Janu.

"Iya deh, iya. " Dan pada akhirnya, Varo yang tidak tahu dan tidak mempercayai apapun, harus mengikuti semua ajakan 3 laki-laki itu.

|  

    "Jangan pegang buku gue!" Teriak Janu kearah Satria yang ingin menyentuh bukunya yang berada di meja belajar. 4 sekawan itu sekarang sedang berada di kamar milik Janu, walau sudah berulang kali mereka ke kamar milik Janu, pasti ada saja yang ingin mereka rusak. Seperti buku milik Janu yang sedari tadi Satria amati dan beberapa kali ingin ia sentuh.

Berbeda dengan tingkah Satria yang kelewat kepo, Rai dan Varo lebih memilik menidurkan tubuhnya di kasur milik Janu, sedangkan Janu tengah duduk di lantai beralaskan karpet. Memang teman-temannya nol adab semua.

  Setelah melepas rasa penasaran, Satria duduk di samping Janu, memperhatikan apa yang sedang ia lakukan, sebenarnya tidak ada hal spesifik yang Janu kerjakan, ia hanya mengamati dindingnya kala menyadari jika dinding rumahnya tergores membentuk persegi panjang menurun.

"Sejak kapan dinding kamar gue jadi begini?" Keluh Janu, ia berdiri sembari meraba dinding,  ia baru menyadari goresan itu karena dinding itu berada di samping tempat tidurnya. Dan jika Janu belajar, maka ia akan memunggungi dinding itu.

Masih dengan tekadnya ia mencoba menghilangkan goresan tersebut, hingga tiba-tiba cahaya keluar dari sela-sela goresan.

Rai dan Varo terduduk di kasur, ia beranjak menuruni kasur dan menghampiri Satria, Satria menarik tangan Janu agar menjauhi dinding tersebut. Hingga lama kelamaan cahaya yang bersinar itu sangat terang, dan mereka mengharuskan menutup mata agar tidak merusak indera penglihatan.

Setelah merasa tidak ada cahaya seterang tadi, mereka membuka mata.
Dengan pandangan yang terus menatap ke depan, dinding Javio sekarang telah berubah, bukan lagi dinding, namun seperti portal. Seperti pintu penghubung dengan gelombang kuat yang menghalangi.

Mereka berempat dibuat ternganga tidak percaya. "What the hell. Ini apaan?" Gumam Varo.

Mereka dibuat melangkahkan kaki mundur kala seseorang berjalan keluar dari pintu portal itu. Varo di buat pusing sampai ingin pingsan, kala ada jumlah 5 orang yang keluar dari portal itu. Satria membulatkan mata, sedangkan Rai ia takut setengah mati, jika yang ada di hadapan mereka ada hantu yang tengah menyamar menjadi mereka.

Karena demi apapun, orang yang ada di hadapan mereka sekarang memiliki wajah yang persis seperti dirinya dan juga ketiga sahabatnya.

"Eits. Jangan pingsan bro." Ujar salah satu di hadapan mereka.

Mendengar ucapan barusan, Varo langsung memejamkan mata dan kesadaranya hilang saat itu juga.

|

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang