15.δεκαπέντε

21 2 0
                                    

       Perbincangan kaku mereka terhenti ketika Satria tiba-tiba mengajak mereka untuk shalat Dzuhur. Dan perbincangan muter-muter mereka ditutup dengan keputusan bulat dari Janu, bahwa sehabis pulang sekolah, mereka akan pergi ke Bank Glory, mari berikan applause untuk mereka, karena berani datang dan menjalankan rencana sesat tanpa adanya pemanasan.

"Lo jualan cincin akik, Rez?"

Janu memasuki kelas, setelah selesai menunaikan shalat dzuhur, ia dikagetkan dengan teman sekelasnya yang bergerombol di meja Reza—teman satu kelasnya. Janu yang penasaran akan hal itu akhirnya menghampiri mereka.

"Bisa dibilang gitu, lo mau beli?" tanya Reza kearah teman perempuanya.

"Nggak, makasih." setelah itu perempuan yang tadi bertanya melenggang pergi diikuti oleh teman-temannya yang tadi ikut bergerombol.

"Loh, Janu. Mau beli cincin gue, Jan?" tanya Reza sembari menunjukan aksesoris cincin dengan tampilan batu menarik sebagai permatanya. Janu mengangkat alis, mengapa teman sekelasnya ada-ada saja. Sekarang Reza berjualan cincin akik, waktu itu Dani membuka santet online, memang tidak ada yang waras apa?

"Buat apa fungsinya?" tanya Janu.

Reza mengangkat cincin-cincinnya, "Semua benda dengan batu seperti ini punya kekuatan magis, Jan. Kalo yang ini buat keababadian, ini biar lo kelihatan ganteng, ini bikin lo kaya." Katanya menunjukan cincin dengan batu permata yang besar.

Janu mendengus, "Kayak gitu lo percaya sih, Rez, Rez." Janu menggeleng.

"Loh, ini beneran, mau beli nggak? Please-please beli." Reza menyatukan kedua tangannya pertanda memohon untuk Janu membeli barang daganganya.

Janu menghela nafas, "Ya udah, tapi gue milih yang batu permatanya normal," Ujarnya sembari mengeluarkan dompet di saku celananya itu. Ia menatap Reza yang sekarang tengah menodongkan cincin berwarna silver dan permata berwarna putih yang terlihat menyinari.

"Berapa harganya?" tanya Janu.

Reza tertawa bisnis, "Murah kok. Lima ratus ribu aja,"

.

.

"Bjir. LIMA RATUS RIBU?" teriak Satria setelah Janu menceritakan pengalamannya membeli cincin gadungan ini.

Sekarang mereka tengah berada di rumah milik Janu, tepatnya berada di ruang tamu. Niatnya mereka ingin beristirahat sejenak sekaligus membuat strategi sebelum menjalankan rencana, namun, bukannya membuat strategi, mereka malah sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Iya, lima ratus ribu," Janu berujar sembari menunjukan lima jarinya dihadapan Satria. Memberikan tanda, bahwa ia benar-benar membeli cincin dagangan teman-nya dengan harga segitu.

"Lo bayar? jangan nggak waras gitu dong, Jan." tanya Satria masih tidak percaya.

Janu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Iya. Gue bayar, kasihan dia, katanya mau buat bayar uang gedung,"

Satria mendengus, "Hoax itu,"

"Iya kan kita nggak ada yang tau."

"Hayang jajan teu diwaro ku mamah, hayang jajan teu didango ku bapa, pura-pira teu boga padahal duit mah aya."

"BAHAHAHAHAHHAHA," suara tertawa Varo menggema di rumah milik Janu, Rai yang tengah tertidur saja langsung menghampiri sahabatnya itu. Satria dan Janu yang sedari tadi berbincang langsung memegang kepala Varo, memastikan Varo apakah masih waras.

"Lo kenapa sih, Var?" tanya Rai setengah sadar.

"Lihat video tiktok, hayang jajan," kata Varo dengan wajah yang memerah menahan tawa.

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang