1O. δέκα

33 3 0
                                    

  

|

   Sesuai dengan kesepakatan mereka kemarin saat di rumah Janu. 4 sekawan tengah berada di depan perpustakaan tua, mereka memandangi bangunan itu, yang meskipun masih dibuka, tapi tidak pernah ada yang mau memasuki bangunan.

  Bangunan menjulang tinggi dengan plang besar yang bertuliskan Gutes Buch.  Berasal dari bahasa Jerman yang berarti buku bagus. Ya, sesuai dengan tempatnya dan sejarahnya bahwa perpustakaan ini berisi buku-buku yang bagus. Tentunya, sebelum konflik antara satu sama lain terjadi.

   Varo menatap ngeri ke arah bangunan tua yang cukup rapuh. "Ini kita masuk kesana? gimana kalo ada setan?" Ia berujar sembari menatap Janu di sampingnya.

  Satria yang mendengar perkataan dari Varo lantas menatap malas. "Setan kok takut sama sejenisnya. "

  Varo kembali mendelik. "Lo dari kemarin bawa-bawa setan mulu Sat. Sebenarnya siapa yang real setan kalo gini?"

  "Kalo nanti setannya beneran datengin kalian, gue nggak mau bantu ya. " Kata Rai, sembari berlari mengikuti Janu yang sudah berajalan terlebih dahulu, meninggalkan mereka.

Sesampainya di dalam perpustkaan, hawanya sungguh sangat berbeda. Berbeda dari terakhir kali Janu mendatangi tempat ini. Pustakawan yang waktu itu menyapanya juga tidak ada, ruangan ini lebih terlihat sedikit berantakan. Dan Janu tentu mengerutkan dahi.

  "Pustakawan yang waktu itu nyapa gue disini kemana ya?"
 
Ketiga sahabatnya yang mendengar Janu bersuara lantas menghentikan langkah. "Pustakawan? laki-laki? masih muda atau udah tua?"

"Udah tua. "

  Satria memasang wajah pias setelah mendengar jawaban Janu. "Maaf Jan, tapi pustakawan yang kerja disini lama. Udah meninggal dari 3 bulan lalu. "

  "What the fuck. Terus yang waktu itu nyapa gue siapa dong? masa arwahnya? kan nggak mungkin?"

  "Mungkin aja. Soalnya pustakawan ini emang kerja udah lama banget, bahkan pas perpustakaan ini mau bangkrut pun dia tetep jaga perpustakaan, nggak mau cari kerja yang lain. Ibaratnya dia mendedikasikan hidupnya buat Gutes Buch." 

  Rai yang mendengar percakapan antara Janu dan Satria semakin larut, padahal tujuan mereka datang ke perpustakaan itu untuk mencari batu Roccia, bukan membahas arwah pustakawan yang masih bergentayangan.

   "Udah bahasnya. Sekarang mending kita ke gudang Gutes Buch. Kata Varo kan gudang Gutes Buch nyimpen batu Roccia. " Rai berujar sembari menatap Varo yang tengah bergulat dengan buku buku berdebu. Varo tengah mengambil buku-buku itu, tujuan dia sebenarnya cuma mau cari novel.
 
    Varo langsung menghentikan aktivitas, ia bergabung dengan ketiga sahabatnya, mereka tengah berjalan menyusuri Gutes Buch. Meskipun Janu tergolong sering datang ke tempat ini, ia tidak pernah menjelajah Gutes Buch sampai ke dalam gudang. Apalagi Gutes Buch ini sangat luas, dan berisi buku-buku.

   Mereka semakin menyusuri gudang, hingga tiba-tiba suara gemrusuk memasuki indera pendengaran mereka. Semakin didengarkan ternyata suara itu berasal dari salah satu ruangan yang tertutup.

  Karena terlalu jauh mereka memasuki Gutes Buch, ruangan semakin gelap, apalagi lampu di Gutes Buch sebagian telah mati. Bahkan, sekarang handphone yang selalu di bangga-banggakan oleh Rai tengah menyalakan flasnya, guna menerangi jalan mereka.

  "Itu suara apaan, woi!?" Kata Varo sedikit berteriak, kala mendengar ruangan itu semakin bersuara keras, seperti di dalam ruangan yang tertutup pintu itu sedang berada manusia yang sedang menghancurkan ruangan, sangat ramai.

   "Kan udah gue bilang, njing. Jangan bahas setan-setan mulu. Bener kan kita di datengin, mana kita udah di dalam perpustakaan banget," Rai menggerutu kesal. Berbanding terbalik dengan Varo dan Rai yang merasa was was dengan suara grusak grusuk dari ruangan, Janu malah menghampiri ruangan sebagai sumber suara yang menganggu.

   Janu melangkahkan kaki ke ruangan, ia mendorong pintu kayu yang tidak di kunci. Kepalanya melongok kedalam ruangan, tidak ada apapun di ruangan itu, selain banyaknya buku yang tertumpuk di dalamnya. "Nggak ada-apa, anjay. Positive thingking aja. Yang tadi berisik itu tikus. Bukan setan." Janu membuka ruangan itu, kemudian menyalakan saklar lampu yang ada disana. Namun, lampu itu tidak menyala sama sekali, diduga kabel di lampu itu telah putus.

  Rai mengarahkan flash ponselnya ke dinding ruangan, hingga cahaya dari ponsel genggamnya memperlihatkan tulisan yang tertera di dinding. "Gudang penyimpanan," Gumam Rai.

  Janu membulatkan mata. "Berarti batu Roccia ada disini, ini gudang. Buku yang ada disini itu udah disortir, kelihatan dari banyaknya buku yang rusak. "

  "Kita harus cari batu itu di antara buku-buku sebanyak ini?nggak waras. Gue mau pulang ajalah, ngerjain tugas. Daripada nyari jarum dalam jerami. " Satria berujar dengan wajah putus asa. Dengan cahaya yang minim dan harus mencari batu yang bahkan ia tidak tahu bagaimana penampakanya selain petunjuk bahwa batu itu berbentuk belah ketupat dan berwarna biru.

  Janu menghela nafas. "Kita cari bareng-bareng. Pasti ketemu. " Setelah Janu mengatakan itu ketiga sahabatnya mulai memilah buku-buku yang berdebu, Satria beberapa kali bersin karena debu disana yang sangat banyak. Ibaratnya mereka bisa membuat rumah dengan debu yang dikumpulkan dari buku-buku bobrok itu.

  Varo dan Rai fokus mencari, meskipun beberapa kali mengeluarkan kata-kata kasar sebagai bentuk penyaluran emosinya. Hingga Janu menghentikan pergerakan mencari diatas para buku, ketika mendapati sebuah kotak berwarna hitam.

  "Ini batunya! " Seru Janu sembari mengambil kotak itu. Ia keluar dari tumpukan batu dan di ikuti oleh 3 sahabatnya, mereka mengelilingi kotak itu sekarang. Menatap kotak dengan tatapan ragu. "Buka Jan." Suruh Varo, dia sebenarnya sudah sangat lelah dan ingin cepat cepat pulang. Takut terlalu lama dan pulang larut malam.

   Janu menatap ragu, kemudian ia mulai membuka kotak itu. Benar saja, kotak itu berisi batu Roccia berbentuk belah ketupat yang berwarna biru, warna itu terlihat menyala. Janu menatap ketiga sahabatnya secara bergantian, pelipisnya sudah berkeringat, jantungnya berdebar karena ia mulai berfikir. Tidak mungkin semudah ini mengambil aset yang berharga bagi keseimbangan universe?

    "Kenapa Jan? kok diem? cepet ambil batunya. "

  "Bentar Sat. Masa segampang ini? nggak mungkin kalo gampang kayak gini, soalnya ini aset yang penting kan?"

  "Kan kita udah nebak clue Jan, itu udah termasuk susah, jadi tunggu apalagi ambil batunya. " Rai menatap Janu dengan serius meyakinkan Janu untuk segera mengambil buku itu.

  Janu mengangguk ia mengambil batu itu yang terlihat menempel di dalam kotak. Seperskian detik ia mengambil batu itu, tiba-tiba angin berhembus, membuat buku-buku yang ada disana bertebaran. Tidak berhenti disana, ular dengan jumlah banyak keluar dari dalam tanah.

  "Bangsat! ini buku berdebu kena muka gue!" Seru Satria memegangi matanya.

  Janu menatap sekitar, angin telah berhembus dan ia mulai menyadari jika didalam ruangan ini berisi banyak ular yang melata dibawah. "Woi lari anjir. Ini ular, bahaya!" Janu berteriak sembari keluar ruangan, 3 sahabatnya yang lain juga sudah mulai berlari.

   "Ambil apapun yang bisa jadi senjata, secepatnya kita harus keluar dari Gutes Buch. Kita dikepung ribuan ular!"

  "Kan udah gue bilang Rai.  Nggak mungkin semudah ini dapetin batu Roccia, pasti mengancam nyawa. "

  "Pokoknya lari, ambil apapun yang bisa jadi senjata. "

  4 manusia itu berlari, mereka menghindar ular yang berusaha melilitnya,  Varo membulatkan mata kala ular tersebut berusaha memangsanya. "Anjir. Gue pengen pulang."

  "Var belakang lo!"

|

Multiverse (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang