AL-QUR'AN SEBAIK2NYA BACAAN.
Zhe menatap lembaran uang yang baru disodorkan di dalam sebuah amplop berwarna cokelat. Lalu menghela nafas dalam.
"Gue gak kepikiran kalo kita bener-bener di bubarin." Mbak Aina mengatakannya dengan wajah lesu.
"Berarti bukan rezeki kita." saut Zhe membuat dia menatap tajam. "Zhe, zaman sekarang cari kerjaan tuh susah. Apalagi lulusan SMA kayak kita.-"
"Oh iya, lo gak ambil kuliah? Katanya lolos seleksi nilai raport?" kali ini dia yang terdiam.
"Zhe, meskipun gue gak pernah ngerasain gimana kuliah karena biaya ditambah otak gue emang gak nyampe,-" dia menjeda perkataannya dengan tertawa sejenak.
"Tapi pendidikan buat zaman lo itu penting banget Zhe."
"Kalo gue ambil, gue kayak lagi ngerencanain kematian gue sendiri Mbak." Zhe mengatakannya sambil membuang pandangan.
"Gini deh, terlepas dari masalah yang sekarang dipikul pundak lo, menurut lo pendidikan bagi seorang perempuan penting gak?" Zhe diam, mencari sebuah jawaban yang sebenarnya sudah dia ketahui.
"Lo punya jawabannya. Dan gue yakin, lo bakal bilang pendidikan adalah hal yang paling penting."
"Gini Zhe, kita gak bisa menutup mata kalo pangkat dan jabatan akan selalu jadi nilai plus di mata masyarakat kita.-"
"Orang cerdas tapi cuma lulusan SMA dibanding orang kuliahan yang mungkin lulus hampir di DO, saat berpendapat orang yang memiliki gelar sarjana akan lebih di dengarkan." kali ini Zhe memilih untuk diam.
"Zhe, gue gak mau lo punya masa depan yang sama suramnya dengan gue." pungkasnya.
"Mbak, Ayah harus transplantasi jantung." Mbak Aina langsung menatapnya dengan ekspresi terkejut. Namun, tidak berani untuk memotong ucapan itu.
"Gue butuh uang banyak,- dan gue gak tahu harus cari uang kemana." Mbak Aina menggenggam tangannya memberikan kekuatan melalui transfer energinya.
"Gue bantu cariin pinjaman Zhe, tapi gue gak janji bakal dapet. Atau- lo pakai dulu gaji gue." Zhe menggeleng, menolak uluran amplop gajinya karena tahu dia sama sedang membutuhkan.
"Apa gue gadaikan rumah aja ya Mbak?" dia sempat terdiam beberapa saat, "Lo yakin? Lo bisa gak punya tempat tinggal kalo seandainya nanti gak bisa bayar Zhe. Jangan ambil keputusan sesaat, lo harus mikirin dampak pro dan kontranya."
"Apa ada pekerjaan yang bisa bikin kita cepet dapet uang Mbak? Nggak kan?" tanyanya putus asa.
"Ada," Zhe langsung menatapnya menunggu jawaban itu. "Lo jadi simpenan Om-Om." balasnya sambil tertawa, dia tahu ucapannya hanya untuk sekadar penghibur.
"Kalo jual dir* Mbak?" matanya nyaris keluar saat Zhe mengajukan pertanyaan itu, dia langsung memegangi kepala Zhe sambil merapalkan doa.
"Tuhan, jauhkan segala pikiran kotor dan jahat darinya." berakhir dengan Mbak Aina yang meniup kepalanya membuat Zhe mendengus.
***
"Juara lagi Gan?" adik laki-lakinya yang sedang bersiap untuk futsal menoleh. "Juara satu." Zhe tersenyum bangga, mengacak kepala Afgan lalu berkata, "Gak salah, selalu membanggakan" Afgan mendengus mendengar itu.
Zhe dan Afgan hanya berjarak dua tahun, jadi kali ini adiknya itu akan naik ke kelas 11. "Dapet uang Kak, tapi Afgan masukin tabungan buat biaya kuliah nanti. Lo kalo mau pake dulu buat uang registrasi kuliah lo, bilang aja. Ya, tapi tetap harus lo ganti." Zhe mendengus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zhefaya
Подростковая литература"Laki-laki hanya jatuh cinta satu kali, sisanya hanya untuk melanjutkan hidup." "Bahkan untuk melanjutkan hidupnya, laki-laki juga membutuhkan cinta."