8. Worry

49 3 0
                                    

Raffa dan sepupunya menyusuri lorong lantai 7 apartemen itu dengan tergesa-gesa. Suara langkah kaki mereka terdengar samar teredam dengan karpet yang terhampar di sepanjang lorong.

Setelah sampai di depan pintu unit yang dimaksud, sepupunya dengan cepat langsung memasukkan akses card miliknya, dan seketika membuat pintu apartemen terbuka.

"Lo langsung bawa Rachel masuk, gue ke unit sebelah bentar." Ucap Jasmine sebelum kakinya melangkah ke unit apartemen yang tepat berada disebelah unit miliknya, entah apa yang dilakukan gadis itu.

Raffa mengangguk, dengan Rachel yang masih di gendongannya. Raffa mulai masuk ke dalam apartemen milik sepupunya itu tanpa menutup pintu lagi.

Ia langsung membaringkan tubuh Rachel yang basah di single sofa yang ada di ruang tamu apartemen.

Sambil menunggu sepupunya kembali, ia menggosok-gosokan lagi telapak tangannya dengan telapak tangan wanita yang tubuhnya kini kian memucat.

"Jas, mana Rachelnya!" Tiba-tiba terdengar suara khawatir seseorang wanita yang datang tergesa-gesa bersama sepupunya.

"Jeanne?" Kaget Raffa saat melihat kehadiran tiba-tiba wanita yang cukup ia kenali bersama sepupunya dengan memegang sebuah koper kecil di tangan.

Namun keterkejutan itu berubah, saat Jeanne tiba-tiba sudah menyentuh tubuh gadis malang itu. Jeanne menatap wajah Rachel yang sudah pucat dan bibirnya membiru. Sungguh Jeanne begitu panik saat ini.

"Raf tolong bawa Rachel ke kamar gue." Pinta Jasmine kepada Raffa.

Raffa mengangguk dan kembali menggendong tubuh Rachel menuju kamar Jasmine.

Jasmine yang berada disamping Jeanne langsung menarik tangan gadis bermata kucing itu menuju kamarnya .

Raffa dengan hati-hati menggendong tubuh Rachel dan hendak membaringkannya di atas ranjang Jasmine. Tapi sebelum itu Jeanne menghentikannya.

"Bentar, bentar dulu" Jeanne menginterupsi Raffa. "Jas Lo ada karpet kan? Alasin dulu itu kasurnya, baju Rachel basah banget soalnya, nanti kalau kasurnya basah Rachel tambah gak nyaman." Ucap Jeanne.

"Ada-ada, bentar gue ambil dulu." Ucap Jasmine bergegas mengambil barang yang diminta Jeanne.

Setelah karpet disampirkan, dengan hati-hati Raffa membaringkan Rachel ke atas ranjang Jasmine.

Jeanne terlebih dahulu menarik nafasnya mencoba untuk tenang, kemudian naik ke atas ranjang Jasmine dan duduk bersimpuh di samping Rachel, ia menarik sedikit nafasnya lagi karena sudah lama ia tidak pernah melakukan pemeriksaan darurat seperti ini.

Jeanne dulunya adalah mahasiswi kedokteran tapi ia tidak lanjut sampai koas dan lebih memilih melanjutkan minatnya sebagai model. Awalnya keinginannya itu ditentang oleh keluarganya karena Jean sudah melewatkan lebih dari setengah perjalanan. Namun akhirnya dengan kegigihannya dan seiring berjalannya waktu keluarganya dapat menerima keputusan Jeanne.

Namun sekarang Jean sangat bersyukur, empat tahun yang ia jalani sebagai mahasiswa kedokteran itu tidak terlalu sia-sia, ia cukup tau langkah apa saja yang harus dilakukan dalam situasi cukup darurat seperti sekarang ini, semoga ia bisa, itulah tekad Jeanne saat ini. Rachelnya tidak boleh kenapa-napa.

Dimulainya dengan menyentuh beberapa bagian tubuh Rachel seperti pipi telapak tangan dan telapak kaki, dingin itu yang Jeanne rasakan.

Setelah itu Jeanne mengecek pernapasan dan denyut nadi Rachel. Ia merasa pernafasan Rachel lemah dan nadinya begitu lambat. Raut khawatir terpampang di wajahnya dan itu juga menular kepada Jasmine.

Kemudian Jeanne mengeluarkan stetoskop dan termometer dari koper kecil yang dibawanya, dan meletakkan benda itu di atas dada Rachel, sama ia mendengar detak jantung itu begitu lemah, lalu ia mengambil termometer yang sebelumnya ia letakkan di antara ketiak Rachel, ia tercekat saat angka di termometer itu sudah menunjukan angka 29°C.

DESTINY (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang